Bab 11

74K 6.6K 125
                                    

"Baru calon kan? Belum jadi suami. Masih bisa direbut."

Teringat akan perkataan enteng Gara tadi, membuat Saira kembali menggeram kesal. Sebetulnya, Saira berbohong mengenai calon suami. Dia masih single, tapi demi bisa membuat Gara menjauh, Saira terpaksa berbohong. Namun jawaban pria itu malah nggak terduga. Betul-betul tiada akhlak.

"Ngapain sih kamu? Bukannya makan, malah banting-banting sendok."

Saira terkesiap. Ia baru menyadari dengan apa yang dilakukan. Ia menyengir karena teguran mamanya. Lantas melanjutkan makan dengan benar.

"Gimana kerjaan kamu?" tanya Papa Saira.

"Ya gitu. Abis tahun baru nanti, masih WFH."

Papa manggut-manggut. "Kasus covid makin parah sih, banyak nambah korban."

"Terus, enak nggak kerja jadi guru private?" Kini mamanya yang bertanya.

"Lumayanlah, nambah kesibukan, nambah duit jajan."

Setelah mereka selesai makan malam, Saira mencuci piring sedangkan kedua orang tuanya memilih untuk bersantai dengan menonton TV. Begitu Saira selesai mencuci piring, ia pun ikut bergabung di sana. Yah, kalau lagi weekend begini, mereka selalu menyempatkan untuk berkumpul. Entah itu sekedar menikmati tontonan TV, atau bercerita.

"Nggak bosan kamu, Ra, begini terus?"

Tiba-tiba mamanya bertanya, membuat Saira seketika mengeryit nggak paham.

"Bosan gimana, Ma?"

"Malam mingguan di rumah terus," jawab mamanya. "Malu dong sama si Anya, dia masih SMP, udah tahu malam mingguan."

"Apaan sih, Ma!"

Saira menggerutu, sementara papanya tertawa pelan.

"Ya nggak pa-pa, di rumah terus. Ketimbang di luar bergaul nggak jelas, terus khilaf."

"Nah, itu Papa bener. Lagian sekarang masih musimnya covid. Nggak usah keliara lah."

Mama mencebik, lantas diam sambil menengok sinetron di TV.

"Sebenernya sih, teman mama ada yang pengen kenalin kamu ke anaknya. Tapi kayaknya, nggak usah deh ya. Kamu kayak nggak ada niat gitu mau nikah." Mama melanjutkan pembicaraan.

Saira memikirkan sejenak perkataan mamanya. Kebetulan sekali, Saira tadinya mau nanya ke mamanya tentang perjodohan, lagi. Karena ia teringat akan ucapannya kepada Gara mengenai calon suami.

"Ganteng, nggak?"

Pertanyaan Saira spontan membuat mamanya menoleh dengan pandangan bingung. Jarang-jarang nih Saira mau nyambung kalau bicara tentang jodoh-menjodohkan.

"Ganteng lah, kayak mas Aldebaran. Kenapa nanya? Emang mau?"

Saira menunduk seraya memainkan phone casenya, lantas menjawab pelan, "dicoba dulu."

Lagi-lagi jawaban Saira membuat mamanya heran. Padahal dulunya dipaksa-paksa tuh dia, sekarang tumben mau dengan gampangnya. Apa mungkin nih anak sudah bosan menjomlo? Baguslah, pikir mama Saira.

"Yakin nih?"

"Ya udah, nggak jadi." Gerutu Saira, lantaran sebetulnya ia memang kurang yakin.

"Lah, ditanya juga. Nanti kek dulu-dulu itu, kamu malah kabur pas diajak ketemuan. Bikin malu aja."

Butuh beberapa saat kemudian, akhirnya Saira mengangguk untuk meyakinkan.

"Ya sudah. Bentar ya, mama tanyain dulu sama temen mama," kata mama seraya mengambil handphonenya, dan mulai membuka aplikasi chating.

Kalau Masih Cinta, Bilang (Selesai)On viuen les histories. Descobreix ara