Bab 10

76.2K 6.9K 328
                                    

"Mbak Saira naik apa?"

"Naik Ojol." Saira menanggapi perkataan Gemi, seraya mengeluarkan handphonenya dari sling bag.

"Bareng aja, Mbak."

Tangan Saira yang tadinya sibuk menscroll layar handphonenya seketika berhenti, lantas melihat Gemi kemudian ke Gara. "Eh, nggak usah deh. Rumahku jauh loh."

"Nggak papa. Aku anterin aja." Kali ini Gara yang bersuara. "Sekalian aku pengen ketemu sama Ibu. Udah lama nggak ke sana."

"Hah?" Saira loading seketika, mendengar kalimat Gara. Perkataan pria itu seakan-akan pernah datang ke rumahnya. Padahal seingat Saira, dulu Gara nggak pernah ketemu ibunya. Meskipun sesekali Gara mengantarnya pulang sekolah, namun Gara tak pernah betul-betul mampir ke dalam rumahnya.

Jadi, gimana bisa Gara pernah bertemu ibunya? Apa Saira lupa atau pernah melewatkan sesuatu?

"Masuk. Malah bengong."

Saira terkesiap ketika Gara menyuruhnya masuk ke dalam mobilnya. Ia sampai tak sadar kalau sedang memikirkan masa lalu. Buru-buru Saira membuka pintu belakang mobil dan duduk di sana.

"Kenapa di belakang semua sih. Sini satu di depan. Berasa jadi supir online nih gue jadinya." Gara menggerutu, karena Saira dan Gemi kompak duduk di belakang.

"Mbak Saira aja," jawab Gemi, yang mana membuat Saira langsung memelototinya.

"Ra, depan sini." suruh Gara.

Saira pun mengalah dengan wajah cemberutnya. Ia pindah ke depan.

"Cantik banget kamu tuh kalo cemberut. Sering-sering ya."

"Apaan dah!"

"Ehem!"

Suara deheman Gemi seketika membuat keributan kecil di antara dua orang di depan mobil seketika berhenti.

"Nganter Gemi pulang duluan, ya."

"Loh?"

Belum sempat Saira protes, Gara sudah membelokkan mobil ke arah kiri, tepatnya menuju ke arah rumah Gara. Padahal rumah Saira harus belok kanan tadinya.

"Dah, mbak Saira. Tiati di jalan." pamit Gemi begitu sudah sampai di rumah.

Tinggallah sekarang Gara dan Saira berduaan di mobil. Gara pun memutar ke arah rumah Saira. Tak ada yang berbicara sejak tadi. Hanya bunyi notifikasi whatsapp dari handphone Saira dan deru mobil yang menjadi latar.

Pas lagi asik-asiknya chating di grup gengnya, tiba-tiba mobil berhenti. Saira juga berhenti mengetik chat yang bahkan belum selesai ia ketik. Lantas ia menoleh kepada Gara yang kini juga menatapnya.

"Kok berhenti?" tanyanya seraya mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Mereka berhenti di tengah jalan sunyi yang dekat dengan halte bus. Hanya ada suara penerangan jalan yang membuat suasana dalam mobil remang-remang.

"Aku mau kita bicara."

Ini lagi. Geram Saira dalam hati. Ia pun mengunci handphonenya dan memasukkan ke dalam tas. Oke. Sekarang dia memang perlu menghadapi ini, biar kelar semuanya. Dan nggak ada urusan lagi dengan Gara.

"Udah. Ngomong aja."

"Enaknya bahas apa, ya? Ada ide buat topik?"

Hah? Saira jadi nggak ngerti. Kan Gara yang ngajak ngomong, malah nanya ke Saira mau ngomongin apaan. Kirain mau bahas mereka berdua.

Berarti harus Saira nih yang mulai? Oke.

"Oke. Kita ngebahas tentang kita, biar kelar. Biar kita nggak ada urusan apa-apa lagi." Perkataan Saira membuat kening Gara mengerut. "Aku kira kita nggak punya alasan buat balikan lagi. Oke?"

Kalau Masih Cinta, Bilang (Selesai)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora