Glen, seperti seekor kupu-kupu, kita terbang terlalu tinggi, menari di antara ruang hampa bernama kehidupan, jatuh cinta, melewati baik dan buruknya usia bersama-sama. Kamu mengajariku banyak hal tentang hidup, yang tidak akan pernah kudengar dari nasihat Ayah dan Ibu, yang tidak akan mungkin terlintas di setiap buku yang kubaca, yang tentu saja mustahil kupelajari di NUS kebanggaanku. You taught me everything about a couple—a man and woman who fell in love each other and decided to live together. Aku kemudian menyimpulkan satu hal. Mencintai dan menikahi adalah dua hal yang amat berbeda. Yang tidak boleh disamaratakan. Yang tidak selalu berbaur menjadi satu. Tidak semua orang beruntung bisa mencintai seseorang yang dinikahinya, atau sebaliknya, menikah karena ia mencintai.
Katamu kemungkinannya hanya tiga dibanding tujuh bukan? Katamu kita pasti menjadi tiga yang beruntung itu bukan?
Tapi siapa sangka? Sungguh, di antara aku dan kamu tidak ada yang sempat menyangkanya bukan? Saat kamu mengatakannya, saat sebetulnya aku diam-diam selalu memohonnya atas nama Tuhan, Tuhan justru telah menuliskan yang lebih indah lagi untuk kita. The right path for us.
Glen, you gave me too many butterflies, no, her butterflies. I said 'her butterflies'. Glen, God loves us more than I love you, or you love me, or our precious fifteen years tho. That's why we aren't those lucky three, and get married on a different day, in a different building, to be with someone other than you and me.
- Anjanette -
YOU ARE READING
Butterfly
Teen FictionAku dan Glen seperti angka satu yang tidak bercabang. Seperti kue donat yang tidak memiliki akhir. Seperti air dan gula yang saling melarut. Lima belas tahun, Glen adalah segalanya tentang masa mudaku. Tentang SMA. Tentang kuliah. Tentang usia 20-a...