31. Penyesalan

3K 58 0
                                    


Ria menggeliatkan tubuhnya di ranjang serta mengerang frustasi. Ria mengacak rambutnya gemas lantaran geram dengan dirinya sendiri. Dia sadar betul telah menyakiti anaknya, tapi emosi sesaat mengalihkan pikirannya. Beberapa kali Ria tampak memukuli perutnya yang nyerinya kebangetan. Darah yang keluar dari kemaluannya juga bukan seperti darah haid. Melainkan seperti darah di mana dia pernah overdosis obat penggugur kandungan.

Mengingat itu membuat Ria kesal setengah mati. Harapan yang pupus membuat emosinya makin memuncak. Ria ngamuk seorang diri di kamar. membanting barang apa pun yang bisa dia jangkau, semata-mata untuk meluapkan kekesalannya.

"Farhan bangsat!"

"Farhan bajingan!"

"Pedofil, kambing, duda kampret, babi, tai ayam!" Teriak Ria memaki-maki.

"Kenapa aku harus mau menikah dengamu?"

Ria jatuh terduduk di ranjang dengan air mata yang tumpah ruah. Ada apa dengan hatinya hingga kini dia menyesal pernah menikah dengan Farhan. Ria menatap sekeliling kamar yang ada di tokonya. Semua barang berhamburan kemana-mana.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Seharian Ria hanya mendekam di kamar yang sunyi. Ria seolah tidak punya kekuatan untuk sekedar menyalakan lampu. Jangankan menyalakan lampu, darah yang keluar dari selangkangannya yang kini sudah bocor ke mana-mana dia biarkan begitu saja,.

Setiap manusia pernah merasakan berada di titik terendah. Mungkin ini juga yang sedang Ria rasakan,. Ria suntuk dengan segala apa yang dia jalani. Lelah, letih, merasa bosan. Harusnya kalau sudah dalam fase ini cukup diam, jangan paksakan apa pun yang malah jadi beban.

Seketika Ria membenarkan nasihat ayahnya sehari sebelum dia menikah. Ayahnya bilang kalau menikah bukan hanya masalah cinta, tapi juga kesiapan. Yang ingin cepat menikah itu banyak, tapi belum tentu yang ingin juga siap dan yakin. Kehidupan setelah pernikahan adalah awal. Awal menjalani hidup berdua, makan berdua, susah pun juga berdua. Ria sadar kalau dulu dia belum siap menikah, tapi dia terlalu memaksakan diri. Saat teman seusianya sedang sibuk kuliah, belajar dan main sana-sini, dia harus mengurus anak yang bukan darah dagingnya.

Sedangkan di sisi lain, Farhan dan Farel membeli nasi goreng yang tak jauh dari rumah mereka. Sejak kepergian mama Ria tadi siang, Farel terus menggenggam tangan papanya. Takut kalau papanya ikut pergi meninggalkannya.

"Farel mau yang pedes atau enggak?" tanya Farhan kalem. Benar kata Ria kalau sekarang Farel sangat manja dan rewel, pantas saja kalau Ria merasa bosan.

Farel menggeleng. Sejujurnya Farel tidak berselera makan. Tidak ada mama Ria membuat Farel sedih, anak itu juga memikirkan ucapan mamanya tadi yang mengatakan sudah bosan mengurusnya.

"Dokter Farhan!" panggil seorang gadis yang tengah makan nasi goreng tak jauh dari mereka.

"Aul?" Farhan mendelik meyakinkan penglihatannya.

Aulia langsung berdiri menghadap dokter pujaannya yang dia yakin sedang bersama anaknya. Huh sungguh hot daddy di mata Aulia.

"Dokter lagi beli apa?" tanya Aul basa-basi.
"Di sini cuma ada nasi goreng, masih aja nanya," ketus Farel menimpali.

"Wah ini anaknya Dokter, ya? Ganteng banget pipinya embuls," puji Aulia mencubit pipi Farel sampai molor. Farel mendengus sebal, siapa gerangan orang yang sok kenal dengan papanya ini.

"Dokter, rumahnya daerah sini?"

"Iya, rumah saya di ujung jalan depannya rumah besar," jawab Farhan.

"Boleh kah aku mampir, Dokter?" tanya Aul.

"Gak!" jawab keduanya kompak. Aulia membeo.

"Maksud saya bukan gitu. Kan udah malem. Gak baik anak gadis keluyuran jam segini," ralat Farhan yang tidak ingin menyakiti hati Aul.

Sexy Doctor (21+)Where stories live. Discover now