15. HARI BAHAGIA DAN DEKLARASINYA

114 23 1
                                    

Jika bagian dari cinta itu adalah hilang, maka baiknya untuk tidak. Tapi sekalipun prinsip untuk tidak jatuh cinta itu erat mengikat, nyatanya jatuh cinta juga. Tak lupa, kehilangan juga.

Fase yang sama berkali-kali kita saksikan, atau mungkin kita turut rasakan? Apa menyenangkan? Apa tidak bosan? Apa semesta punya solusi atas hal yang pasti itu? Agar jatuh cinta tanpa memeluk kehilangan. Agar jatuh cinta tanpa berharap tidak terluka.

Dan untuk rasa bahagia, apa bisa bahagia tanpa kasih? Maka ayo lihat bagaimana bagian enam belas ini. Bagaimana Geby dan Azerio bisa terus maju tanpa ingat ada gerbang yang nanti akan mereka lewati. Gerbang "Selamat tinggal".

🐝🐝🐝

Happy Reading
GebRio

Lebih dari satu minggu berlalu, dan Geby masih dapat melihat duka dari wajah Azerio. Pemuda itu terkadang masih sering membahas tentang teori pergi yang menurutnya terlalu rumit untuk dirinya sepakati.

Dan ya, kini Geby tengah menatap seorang pemuda itu mendribble bola dengan penuh emosi. Itu seperti bukan Azerio yang dirinya kenal.

Azerio membuang bola itu kasar, melemparnya hingga membuat bunyi nyalang di telinga yang lainnya. Pemuda itu lalu mengusap wajahnya kasar dan berjalan ke arah Geby.

"Yo, kamu—"

"Kamu udah tanyain itu sembilan kali hari ini, Geb. I'm fine."

Azerio agak sedikit jengkel mendengar pertanyaan berulang yang Geby sampaikan. Walaupun ia sangat paham jika gadis itu tengah menunjukkan rasa pedulinya.

"Need hug?"

Azerio langsung merengkuh tubuh Geby tanpa jawaban. Rasanya begitu hangat dan tenang. Terkadang hal-hal seperti ini lah yang membuat dirinya ragu jika di antara keduanya tak ada yang lebih. Nyatanya mereka selalu terjun dalam hal saling.

"Mau ke roof top?" tanya Azerio sesaat setelah melepas pelukannya.

Geby nampak tersenyum hangat. "Boleh."

Koridor sekolah kini terlihat begitu sepi. Hanya ada beberapa murid yang tinggal di sekolah untuk kegiatan ekstrakurikuler.

Keduanya kini terduduk di tepi roof top dengan pandangan menatap ke arah lapangan. Lapangan yang masih didominasi oleh bola basket itupun membuat keduanya teringat akan satu hal. Perjanjian.

"Basket itu menyenangkan ya, Geb?"

Geby tersenyum dengan sorot yang masih mengamati para pemain di lapangan. "Basket menyenangkan karena ada kamu."

"Kalau tanpa aku jadinya gak menyenangkan?" tanya Azerio dengan kekehan khas miliknya.

Geby nampak berfikir, "Kalau gak ada kamu, aku gak akan kenal basket."

Azerio mengangguk setuju. "Kalau aku suka basket, kamu suka apa?"

"Anggotanya."

Lagi-lagi Azerio kembali dibuat tertawa. Geby dan kalimatnya yang manis selalu saja mendominasi rasa senang.

"Setelah Verro, selanjutnya siapa, Geb? Apa kamu juga turut?"

"Turut apa?" tanya Geby tak mengerti.

"Turut pergi."

"Kalau semesta ingin."

Sore itu terasa begitu tenang. Angin dengan bebas menerpa wajah-wajah penduduk Bumi dengan kasih.

GEBRIOWhere stories live. Discover now