31. Hilang Satu, diganti Satu 💤

Start from the beginning
                                    

"Quin, lo nyebelin banget ya?" Misya tersenyum malaikat, kedua tangannya menekan pipi Quin dengan telapak tangan hingga bentuk mulut Quin seperti mulut ikan. Misya gregetan, karena dari tadi Quin seolah ingin mengorek luka hatinya. Saking gregetnya, Misya ingin depak cewek di hadapannya ini ke planet mars atau setidaknya buang ke laut amazon. "Tapi gue sayang sama lo, Quin. Gemes."

Quin terkekeh. "Gue cuma nggak pengen lo sedih lagi aja kalau ketemu cowok itu. Makanya, gue ajakin ke Puncak." Cewek itu menatap Misya sendu.

"Jujur aja nih gue terhura sama lo yang udah khawatirin gue." Misya menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

Quin mengusap bawah hidungnya dengan bangga. "Gak usah hura-hura, kan udah gue bilang urusan lo berarti urusan gue. Terakhir kalau bukan karena bantuan lo, gue gak akan bisa gampar tuh ular dan gak dilaporin ke Bu Ceci juga. Gue hutang budi sama lo."

Ya, memang seperti itu kenyataannya. Sejak kejadian di gudang, Misya dan Quin berteman. Mereka musuh yang akhirnya bisa berteman juga.

"Santai ... santai. Gak usah pikirin hutang budi segala. Budi aja gak kenal lo siapa." Misya terkekeh sambil menaruh tangan di bahu Quin.

"Gak lu--"

"Gue harap habis ini lo jangan buli Paula lagi. Itu aja cukup kok," potong Misya kali ini dengan mimik yang lebih serius.

"Iya, gue kan udah janji. Paula pasti aman sentosa. Gak bakalan gue sentuh lagi. Ngomong-ngomong kemana tuh si Paula?"

"Entah, kayaknya lagi makan sama Ugo," sahut Misya mengendikkan bahu. Misya kembali lagi ke aktivitas membacanya. Cewek itu begitu serius. Quin melirik apa yang dibaca Misya. Astaga! Tuh anak malah lagi baca Wattpad. Heh? Padahal habis istirahat ini masih ada ujian Sosiologi!

Quin merebut ponsel Misya dengan lancang. Misya kaget ingin meraih ponselnya kembali, akan tetapi Quin menyitanya. "Belajar! Kata lo mau belajar biar gak bego lagi."

"Otak gue panas, Quin. Gue butuh asupan gizi. Gue butuh bacaan cerita uwu di Wattpad."

Quin berdecih. Jika Paula tidak bisa membuat Misya belajar, lain halnya dengan Quin. Quin punya seribu cara buat Misya belajar. Salah satunya adalah mengancam Misya. "Lo mau nilai raport lo merah kebakaran jenggot? Apa lo gak pengen lulus?"

"Enak aja. Pengenlah!"

"Makanya belajar!"

"Iya ... iya ...." Misya mendengkus. "Yaudah nih gue belajar."

Quin tersenyum puas. "Gue ajarin lo."

Misya membuka bukunya kembali. Quin mengstabilo beberapa poin penting di buku itu. "Poin-poin ini lo hafalin. Gue jamin bakalan keluar di soal ujian nanti. Sama ini dan ini."

"Wah, gue temanan sama lo kayaknya bisa tambah pintar." Misya terkekeh kemudian menatap Quin dengan serius. "Harusnya gue belajar bareng Ken. Tapi sekarang gue udah kehilangan Ken, dan Tuhan gantiin lo buat ngajarin gue. Hmm ... kok gue beruntung banget?"

"Gue jitak lo!" Quin melempar stabilo yang ia pegang. "Lo-nya enak. Lah, gue kena musibah. Gara-gara temanan sama lo, pada suka ngomongin gue di belakang dan rasanya gak enak banget. Heran gue gimana caranya lo tahan di sekolah ini."

After Being Happy, Then? [TERBIT]Where stories live. Discover now