"Jelas main kuda-kudaan lah. Yakali main barbie. Gak banget."

"Lo--?!" Tangan Jessica bersiap menjambak rambut Oife namun ditahannya. Senyuman lebar terangkat di kedua sudut bibirnya. Oife kembali memotong ucapan Jessica. Sama sekali tak membiarkan cewek itu menyelesaikannya.

Lagipula siapa yang mau mengalah? Oife tentu ingin menjadi pemenangnya dong. Baik Oife maupun Jessica tidak tahu bahwa Jenaro bersembunyi dibalik pintu. Mendengar percakapan mereka.

Oife melepaskan cekalannya di lengan Jessica, "Buset, main tangan terosss. Manusia kayak lo memang suka menyalahgunakan tangan. Taunya main jambak, taunya nampar, taunya perawatan kulit. Miris. Gak berbakat sama sekali."

"Diem, jalang! Gue gak butuh penilaian lo! Emang lo pikir lo udah paling bagus dengan rambut perak itu?" Jessica tertawa mengejek. Kaos putih longgar dipadu celana tidur pendek ditambah pucatnya wajah Oife. Pertama, Jessica memastikan tak ada suara langkah kaki Jenaro dari dalam kamar.

"Sadar diri! Lo jauh di bawah gue! Sekalipun Jenaro mengklaim lo sebagai selingkuhannya, tetap aja gue prioritas utamanya! Dan lo yang terakhir!"

Oife menutup mulutnya yang ternganga seolah tak percaya akan perkataan Jessica barusan. Oife maju selangkah, tersenyum manis pada Jessica.

Untung saja Tante Hazel pergi. Sejak datang pun Oife tidak melihat penghuni lain di rumah ini selain Jenaro. Oife bisa melawan Jessica tanpa segan.

"Diprioritasin Jenaro tapi gak diprioritasin Tante Hazel. Kasihan. Kalo gue jadi lo sih, gue lebih berusaha buat dapetin perhatian mamanya karena gue yakin tanpa gue ngelakuin apapun, anaknya udah memprioritaskan gue dari awal dia mengungkapkan perasaannya."

Oife membisiki Jessica, "Maaf-maaf aja nih. Lo jangan iri. Tante Hazel yang nyuruh gue buat jagain tunangan lo."

Kini, Jessica yang mati kutu. Jessica menatap tajam Oife yang melengos pergi.

"Muka lo lama-lama gak enak dipandang. Dah lah gue mau minta jemput cowok gue dulu. Babay sepupu tersayang!" tekan Oife yang mana Jessica semakin meradang. Jessica mengais-ngais udara sangking geramnya. Di saat itulah Jenaro keluar dari persembunyiannya.

Jessica langsung memasang tampang cemberut. Cewek itu bergelayut di lengan Jenaro yang tatapannya jatuh ke punggung Oife yang kian menjauh.

"Sayang, apa bener mama yang minta Oife ke sini?" tanya Jessica pada Jenaro. Jenaro meliriknya kemudian mengangguk.

"Ya, dan itu atas permintaanku." Jenaro berangsur melepaskan tangan Jessica, berjalan ke jendela dan menyikap tirai. Menemukan Razor dengan motor besarnya bersama Oife di belakangnya.

Tangan Jenaro terkepal. Dia berlari ke kamarnya untuk mengambil kunci motor serta jaket jeansnya. Tak peduli sakit yang masih mendera kemaluannya, Jenaro meninggalkan Jessica yang mencak-mencak sembari memanggil namanya.

➖➖➖

Kemarahan Jessica sudah diambang batas. Cewek itu terlihat mondar-mandir di ruang tamu rumah Jenaro. Tidak. Jessica mana mungkin pulang setelah ditinggalkan. Jessica sedang memikirkan cara membalas Oife karena berani menginjakkan kakinya di tempat ini.

Ini rumahnya dengan Jenaro di masa depan. Jessica yang akan menguasainya. Terutama seluruh hati Jenaro agar tetap mencintai dan memilihnya.

JENARO Where stories live. Discover now