[Thirty Three]

2.1K 280 10
                                    

Thirty Three | TBFND

Ini hari Minggu dan aku sudah mendapat hadiah ketukan bertubi-tubi dari seseorang di balik pintu. Demi Tuhan, ini hari Minggu! Jika aku menemukan Harry yang berada di balik pintu, maka aku tak akan segan untuk membunuhnya karena ia telah mengganggu tidurku.

Aku beringsut duduk dan menurunkan selimutku saat mendengar ketukan di pintu yang makin tak sabaran. "Kathy! Buka pintunya!" seruku dengan mata yang setengah terpejam. Tak mendapat sahutan, aku tahu bahwa Kathy sudah tidak ada di kamar. Dengan terpaksa, aku bangun setelah bercermin dan memastikan bahwa penampilanku—setidaknya—tidak terlalu buruk untuk membukakan pintu.

Aku berjalan terseok-seok ke arah pintu dan memutar knop pintu dengan malas. Aku mengerjapkan mataku saat tak memdapati seorang pun yang berdiri di depan pintuku. Tak mungkin kan jika aku berhalusinasi? Yang benar saja. Aku jelas-jelas mendengar suara pintu di ketuk tadi. Ataukah itu hanya sebagian dari mimpiku?

Tidak memutuskan untuk terlihat sangat bodoh dengan wajah bangun tidur dan penampilan yang berantakan, dan tak lupa dengan ekspresi kebingungan, aku melangkah sedikit dari bibir pintu untuk melihat siapapun yang tadi mengetuk pintu dan mungkin sekarang sedang bersembunyi sembari menahan tawa. "Halo? Siapa di sana?—salah—siapa yang mengetuk pintuku tadi?" ujarku sambil melongokkan kepala ke sekeliling. Namun, kosong. Tak ada siapapun.

Saat hendak kembali masuk ke kamar, kaki kiriku tak sengaja menyentuh sesuatu yang terletak di kanan daun pintu. Aku menunduk, menemukan sebuah kotak berukuran sedang berwarna merah dengan pita emas di atasnya. Penasaran, aku segera mengambilnya. Cukup berat untuk sebuah kotak berukuran sedang. Jika diletakkan di sini, kotak ini pasti diberikan untukku atau Kathy. Mengedikkan bahuku, aku berjalan ke dalam kamar sambil membawa kotak tersebut. Kira-kira, apa isinya?

Aku menenteng kotak tersebut memasuki kamar sembari berharap bahwa isinya bukanlah bom.

*

Ini sudah kesekian kalinya aku melirik jam dinding, ponsel, dan kotak merah—yang kuletakkan di nakas di antara kasurku dan kasur Kathy—secara bergantian. Aku tak tahu apa yang kutunggu—kuharapkan. Mungkin kepulangan Kathy, sehingga aku bisa membuka kotak itu. Entahlah. Sebagian sisi dalam diriku bahkan berharap bahwa kotak itu untukku. Jika kau berpikir untukku agar melihat kepada siapa kotak itu ditujukan, maka itu tak dapat dilakukan. Tak ada keterangan apapun di permukaan kotaknya, bahkan siapa pengirimnya pun aku tak tahu. Yang jelas, siapapun orangnya, ia pasti telah mendapat ijin untuk masuk ke sini sehingga dapat meletakkannya di depan pintu kamarku—dan Kathy, tentu saja.

Ponselku berdering. Aku mengulurkan tangan, hendak mengambilnya. Mom. Aku tak berpikir apapun saat mengangkatnya, mungkin hanya perasaan lega karena ibuku masih ingat jika aku adalah anaknya.

"Zoey! Selamat ulang tahun, sayang!"

Aku mengernyit. Entah untuk apa. Mungkin bingung mengapa tiba-tiba Mom menelepon dan mengucapkan selamat ulang tahun padaku, atau terkejut karena suaranya berubah menjadi sangat tinggi macam pekikan—atau ia memang memekik.

"Apa?" tanyaku bodoh. Lagipula, memangnya tanggal berapa sekarang?

"Ya Tuhan, jangan katakan jika kau lupa tanggal lahirmu, Zoey," jawab Mom di seberang sana tanpa mengurangi volume suaranya yang mungkin akan terdengar sangat jelas jika kau duduk di sampingku.

Jika aku lupa, lalu kenapa? Apa yang spesial dari bertambahnya—berkurangnya kesempatanmu untuk hidup di dunia ini dan bertambahnya keriput di sekitar matamu? Oke, oke, terimakasih untuk Mom karena ia masih mau mengucapkan selamat kepadaku.

*

Kathy baru saja pulang dengan kue mangkuk dengan lilin di atasnya. Sama seperti Mom, ia juga mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Namun bedanya, ia memecahkan cangkang telur di atas kepalaku yang membuatku harus mandi lagi. Aku bersungut-sungut kesal padanya tetapi tetap mencomot kue mangkuk yang ia bawa tadi. Lalu aku teringat dengan kotak merah yang masih berada di atas nakas.

"Buka saja, mungkin hadiah ulang tahunmu dari seseorang," jawab Kathy saat aku menanyakan perihal kotak itu. Ia juga mencemoohku karena berasumsi jika itu bom. Aku memutuskan untuk membukanya. Awalnya terlalu tak rela karena kotak itu dibungkus sangat rapi, apalagi pitanya yang melingkar cantik di sekeliling kotak.

Aku merobak kertas pembungkus di bagian tepinya. Roth, tulisan yang dapat kulihat di balik kertas pembungkusnya. Jantungku seakan melompat mengetahui apa yang sebentar lagi akan kuketahui di balik kertas merah ini. Dan bukan, ini bukanlah sebuah kotak. Aku melanjutkan merobeknya lagi yang mendapat pandangan tak sabar dari Kathy, namun aku tak peduli itu. Veronica Roth.

Setelah itu aku tak dapat membendung suka citaku dan langsung merobek kertas pembungkus tersebut dengan tak beradab lagi. Tebakanku benar, novel trilogi Divergent. Aku mendengar Kathy memekik tak percaya dan kata-katanya yang berusaha membuatku goyah akan kemungkinan paket itu ditujukan padaku. Tapi, tidak, ini milikku!

Aku membolak-balik keempat novel yang masih bersegel tersebut di hadapan Kathy yang seakan-akan baru melihat oasis di gurun. Jariku meraba sesuatu yang halus, seperti permukaan kertas saat membereskan kertas pembungkus yang berceceran. Benar, ada kertas yang diselipkan di sana. Aku mengambilnya, mungkin saja tentang siapa yang mengirimkan ini serta untuk siapa dan membiarkan Kathy merobek segel novel-novel itu. Aku merasa sedikit was-was. Bagaimana jika itu bukan ditujukan untukku?

Mengabaikan perasaan was-wasku—juga sedikit takutku itu—aku memberanikan diri untuk membacanya.

Selamat ulang tahun, mahasiswi!

Well, aku tak berharap apapun selain agar kau lulus di ujian semester nanti, juga kuharap kau menyukai kado dariku. Mungkin sederhana, namun mendengarmu yang selalu mengoceh tentang bahasan di film ituyang terkadang tak kupahamimembuatku memutuskan untuk memberimu novelnya dengan harapan kau tak akan meracuniku dengan bahasan novel dan film itu lagi. Jika iya, mungkin aku akan membakar novel-novel itu. 

Jangan lupa belajar meski kau dapat novel baru dariku, atau ibumu akan menelepon dan menyuruhmu pulang secepatnya.

Dari dosenmu yang paling tampan, L.

Aku tak dapat menahan keinginan untuk memutar mata saat membaca kalimat terakhir di kertas itu, namun sedetik kemudian berjingkrak senang karena sekarang novel-novel itu hak milikku seutuhnya! Aku senang novel ini memang diberikan untukku, namun ada perasaan yang menelusup ke benakku dan berharap bahwa kado ini bukanlah dari Louis.

***

ada yang mau fangirlingan bareng tentang novel trilogi divergent yang asdfghjkl bareng aku nggak? iya, tau telat emang sih. tapi wanda baru aja dapet filmnya dari temen dan baru baca novelnya._.

anyway, selamat liburan buat kalian semuaaa dari Zoey beserta kru TBFND! /abaikan/. Buat yang nebak itu Louis, kalian benaaaarr! Dan ada apakah di antara Zoey dan Louis? /jengjeng/.

ohya, bisa cek ff baru aku? judulnya December. thanks.

The Boy From the Next DoorWhere stories live. Discover now