[Sixteen]

3.5K 362 19
                                    

Sixteen | TBFND

Aku menutup pintu kamar dengan tampang tak keruan. Percampuran antara masam dan jijik. Oh, astaga. Dengan masih menggenggam plastik yang berisi makanan dari tetangga gila itu, aku berjalan ke arah ruang santai dan menemukan Kathy yang tengah duduk bersila di sofa dengan televisi yang menyala. Rupanya ia sudah bangun. 

"Hai," sapanya padaku sebelum menyesap tehnya. Aku memaksakan tersenyum dan menyapanya balik. "Hai juga," ujarku.

"Kukira kau sarapan...?" katanya yang lebih menjurus ke pertanyaan. 

"Tidak," jawabku singkat.

"Mengapa?"

"Si keriting-gila-menyebalkan itu, dia ugh--" erangku. Malas melanjutkan kalimatku, aku hanya menyodorkan bungkusan tersebut pada Kathy yang ia sambut dengan penuh suka cita. Biasa, muka lapar.

"Wow, kau baik sekali. Setan baik apa yang merasukimu?" Oh, cukup bicara tentang setan dan makhluk gaib lainnya, batinku sembari memutar kedua bola mataku.

Kathy sudah membuka bungkusan tersebut yang ternyata adalah kotak bento yang berisi sushi dan kawan-kawannya yang apalah itu tak kutahu namanya. Sushi? Untuk sarapan? Ia sudah memasukkan satu sushi ke dalam mulutnya dan mulai mengunyahnya saat aku sadar bahwa--

"ASTAGA, STOP, HENTIKAN, JANGAN MAKAN ITU JIKA KAU TAK INGIN MATI!" teriakku dramatis. Jika ini film, maka kamera sedang menyorot muka bodoh Kathy secara zoom. 

Kathy menghentikan kunyahannya dan menatapku horor sebelum mengunyahnya lagi. Ia menatapku acuh sementara aku di sini sudah kalang kabut. Apa yang akan kulakukan jika Kathy keracunan? Astaga, bukan apa-apa, tapi biaya pemakaman itu cukup mahal tahu.

Aku merampas kotak sushi yang ada di tangan Kathy dan mulai mengamati makanan itu secara dekat; secara detil. Tidak ada yang ganjil. Aromanya juga aroma sushi. Oh, Zoey mulai bodoh.

"Kau ini apa-apaan sih?!" seru Kathy sambil merampas balik kotak sushi yang sekarang ada di tanganku. "Ini lezat tahu. Kalau kau tak mau, ini semua untukku."

Aku mengerang. "Terserah, kuberi tahu kau, itu dari si keriting-gila-menyebalka, hanya informasi," kataku lalu berlalu ke arah dapur. Dari dapur aku bisa mendengar teriakan Kathy, dan hal selanjutnya yang kutahu adalah Kathy berlari menuju dapur untuk mengambil air mineral.

*

Lima menit setelah Kathy berteriak dan menyumpah serapahiku karena tak memberi tahunya dari awal, ia mulai curi-curi pandang ke arah kotak itu. Sebenarnya aku juga lapar, apalagi bentuk isi bentonya yang dibentuk lucu—bahkan ada yang berbentuk kepala hello kitty—itu sangat menggoda naluri kemanusiaanku (baca : nafsu makan). Tapi, hei! Aku gengsi. Aku sudah menolaknya mentah-mentah mengapa aku memakannya juga?

Tapi aku lapar.

Kathy berlalu dari dapur dan masuk ke kamarnya. Tolong beritahu aku bahwa tak ada seorang pun di sini sekarang. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tak ada keberadaan Kathy. Lalu mataku menerawang ke luar jendela, pastikan si keriting itu tak memata-mataiku, dan pastikan ia tak tahu aku mencomot satu sushi pemberiannya.

Suara deritan pintu membuatku melonjak kaget dan langsung buru-buru mengelap mulutku. Ternyata Kathy. Ia melihatiku dari ujung rambut sampai ujung jari kelingking kaki dengan tatapan mengintimidasi. Aku yang sedang meneguk air mineral hampir dibuatnya tersedak. Pandangannya beralih padaku lalu pada kotak bento yang ada di depanku.

"Aku tadi akan membereskannya," ujarku beralibi. Pssst, jangan beri tahu Kathy jika aku memakan satu sushi. Ini rahasia kita. Tolong jangan baca kalimat terakhir itu seperti yang ada di iklan.

"Oh, baiklah," ujarnya. Huh, untung saja ia tak menanyaiku yang macam-macam. "Zoey," panggil Kathy yang membuatku membeku dari kegiatanku mencuci gelas bekas minumku tadi.

"Apa?" tanyaku berpura-pura biasa. Bagaimana kalau ia tahu bahwa aku memakan sushi-nya?!

"Ini novel yang kau tanyakan padaku itu kan, aku baru menemukannya," katanya sembari menyodorkan sebuah novel dengan sampul berwarna biru langit. Aku menghembuskan nafas lega. Ternyata bukan tentang sushi.

"Oh, terimakasih," kataku girang sambil menerima novel yang disodorkannya. Menurut kabar burung yang kudengar, novel ini pernah terkenal, namun entah karena apa, penerbit buku ini berhenti mencetaknya dan penulisnya juga dikabarkan hilang seperti ditelan bumi. Beruntung, Kathy mempunyainya. Setidaknya aku punya sesuatu untuk dikerjakan hari ini.

*

Pukul 10 pagi. Setelah mengambil beberapa camilan—untuk mengganjal perutku sampai jam makan siang, karena aku malas keluar untuk sarapan—dan tak lupa dengan earphone dan ponselku, aku duduk di atas kasurku; bersandar pada dinding.

Aku menikmati sepuluh menit pertama sejak aku membuka halaman pertama novel ini saat suara-suara gaib mulai terdengar. Namun kali ini bukan musik. 

Tolong beritahu aku, apa yang dulu pernah kuperbuat sehingga mendapat karma berupa tetangga yang menyebalkan?!

***

Silent readers please, luangkan dua detikmu untuk membuat bintangnya menjadi oren yaa. 

The Boy From the Next DoorWhere stories live. Discover now