[Twenty Three]

2.7K 289 4
                                    

Twenty Three | TBFND

Lonceng bunyi lift berdenting seiring pintunya yang terbuka di lantai satu, tujuanku. Aku melangkahkan kakiku keluar dari dalam lift--saksi bisu pertemuanku dengan Louis yang pertama kali dalam beberapa tahun terakhir ini. Di dalam lift tadi aku memikirkan maksud kalimat Louis. Mengapa ia selalu bisa membuatku penasaran dan mengada-ngada dengan semua perkiraan dalam otakku? Aku tak mau hal yang sama terjadi lagi. Oh, sungguh aku tak akan percaya dengan yang namanya jatuh cinta lagi. Tidak akan.

Gadis yang tadi berdiri di sampingku ikut melangkahkan kakinya keluar dari lift, mengekoriku. Gadis itu, Renata--atau harus kupanggil Ree karena ia mengatakan jika Renata terlalu panjang untuk nama panggilan--, ia masuk ke dalam lift yang sama denganku saat lift ini berhenti di lantai dua. Kurasa ia baru saja dari kamarnya. Jika dipikir-pikir, perjalananku hanya untuk mencapai ruang makan sangatlah lama. Bagaimana tidak, aku hanya ingin turun satu lantai di bawah lantai kamarku namun malah terlibat perbincangan dengan teman lama dan naik ke lantai tujuh. Aku tidak mungkin salah menekan tombol lift yang naik ke atas kan? Ah, mungkin itu takdir Tuhan agar aku bertemu kembali dengan Louis.

"Ayo," ajakku kepada Renata yang masih berjalan di belakangku, entah apa yang dilakukannya. Ia mendongak menatapku, menghentikan kegiatan mengacak-acak tasnya. Di dalam lift tadi, kami sudah berbincang sedikit. Kebetulan, ia juga akan ke ruang makan, jadi bukankah lebih baik bersama-sama?

"Tunggu sebentar, Zoey... Dompetku! Astaga, dompetku tertinggal!" pekiknya kecil. Aku menatapnya yang masih berdiri di depan pintu lift dengan wajah paniknya yang lucu. Bukankah makan di kantin--itu adalah sebutanku untuk ruang makan--tak membayar? Maksudku, oke, fasilitas di sini memang tidak gratis, tapi kau tak perlu membayar layaknya sedang makan di restoran. Kau hanya butuh kartu mahasiswa dan biaya makanmu akan ditanggung saat kau membayar uang kuliah. Pengecualian untukku karena beasiswa!

"Dompetmu?" tanyaku konyol. Tentu saja dompetnya! Ia kan sudah mengatakannya.

"Iya, kartu mahasiswaku ada di dompet," ujarnya yang sekarang tengah sibuk dengan ponselnya. "Kau duluan saja, Zoey, aku akan--" lanjutnya yang tak terselesaikan karena aku menginterupsinya.

"Tidak, ayolah, aku bisa membujuk Mrs. Bern untuk itu. Aku membawa kartu mahasiswaku, kau tinggal menyusup masuk saja," usulku yang dibalas tertawa renyah oleh Renata. Renata terlihat berpikir sebentar namun kemudian mengangguk setuju.

"Aku berhutang padamu."

***

another chapter ga penting, sorry:(

The Boy From the Next DoorWhere stories live. Discover now