[Thirty One]

2.7K 320 21
                                    

Thirty One | TBFND

Matahari sudah tenggelam di ufuk barat saat aku berhasil memijakkan kakiku di lobi asrama. Ini hari yang melelahkan sekaligus memalukan. Sungguh, aku tak pernah merasa semalu ini dalam hidupku. Mungkin bagi beberapa orang akan menganggap bahwa ini adalah hal paling manis dari seorang laki-laki, namun untukku ini adalah sesuatu yang memalukan. Ugh.

"Hei, Jenny!" Aku menoleh mendapati lelaki yang seharian ini menemaniku. Ya, Harry Styles, siapa lagi. Ia terlihat tersenyum kepada Jenny, wanita di belakang meja resepsionis asrama yang belakangan kuketahui bahwa ia merupakan kerabat jauh Nyonya Merry, ibu penjual jus tersedap di kantin fakultas. Oke, itu tak penting.

Aku terus berjalan menuju lift yang tentu masih diikuti Harry di sampingku. Aku sedikit heran mengapa pihak asrama tidak keberatan dengan keberadaan Harry di sini—asrama perempuan. Maksudku, alasan 'mengunjungi adik sepupu' mulai terasa janggal di mataku jika aku adalah Jenny—atau pihak asrama—dan melihatnya setiap hari di sini bukanlah termasuk dalam kategori 'berkunjung' lagi. Oh, aku melupakan fakta bahwa uangnya dapat membeli apapun yang ia mau.

Kami sudah sampai di depan pintu lift saat aku menemukan diriku sendiri berdoa dengan khidmat—aku sampai memejamkan mataku demi terkabulnya doaku dan hampir menabrak tong sampah jika Harry tak menarik tasku yang kubalas dengan decakan—agar lift yang akan membawaku ke lantai kamarku ramai, atau penuh sesak, sehingga aku tak harus terjebak dalam obrolan yang kujamin akan dimulai oleh Harry jika lift-nya sepi. Namun seketika harapanku itu pupus ketika melihat seorang petugas kebersihan keluar dari dalam lift dengan tak lupa menyeret kereta alat-alat kebersihannya. Tak ada orang lain selain dirinya di dalam lift tadi sebelumnya, yang berarti sekarang lift dalam keadaan kosong. Lalu aku akan terjebak dalam keadaan menyebalkan berdua dengan Harry? Astaga, tukar jiwaku dengan gadis-gadisnya di luar sana sekarang juga! Aku sudah hendak berlari ke arah tangga darurat ketika—lagi-lagi—Harry menarik tasku dan menyeretku masuk ke dalam lift. Sebagai seorang perempuan, alarm tanda bahaya di otakku mulai berbunyi nyaring. Tolong hubungi ibuku!

"Ugh, Zoey! Ada apa denganmu? Jangan coba-coba berusaha lari ke tangga darurat! Aku tidak akan memakanmu hidup-hidup, kau tahu," kata Harry sembari menekankan kalimat terakhirnya. Aku mendecak pelan dan ekspresiku berubah menjadi melotot saat mendengar lanjutan kalimatnya; "Setidaknya aku akan memasakmu dulu sebelum kumakan."

Harry bodoh. Yang ada ia sudah kucincang lebih dahulu sebelum ia berhasil merebusku. Kau tahu otakku melayang pada gambaran serigala yang merebus mangsanya dalam kuali sembari memotong wortel. Aku tahu, aku memang berotak Disney, tidak usah kau ingatkan atau sangkut pautkan itu dengan karakterku!

"Gila," gumamku pelan, tidak berharap bahwa ia akan mendengar cicitanku yang macam jeritan tikus.

"Gila karenamu," jawabnya dengan nada menggoda yang terlalu dibuat-buat membuat persendian di leherku berputar refleks ke arahnya—menatapnya dengan horor.

"Ew."

"Well, lupakan. Ngomong-ngomong...." Kubilang apa! Cepat atau lambat pasti ia akan memulai pembicaraan juga.

"Kau belum memberitahuku mengapa angka delapan menjadi angka sialmu," ujarnya lalu menekan angka dua pada tombol lift.Ugh, demi Dewa Neptunus, kami hanya harus melewati satu lantai saja kan? Tapi mengapa mendadak lift bergerak bak siput keberatan cangkang?!

"Karena angka delapan bentuknya tak terputus, yang berarti kesialan bertubi-tubi," jawabku cuek sembari menggambar bentuk angka delapan di awang-awang.

"Teori darimana?" Harry terkekeh, sembari mengusap ujung hidungnya. Aksi keduanya yang sebenarnya biasa saja tapi berefek padaku yang tiba-tiba saja menatapnya. Tersadar akan aksiku yang sedikit banyak mirip psikopat yang sedang mengintai mangsa—oke, terlalu berlebihan—aku menggeser posisi berdiriku sedikit menjauh dari Harry. Aku tak tahu apa yang salah denganku hari ini, namun ada sesuatu yang bukan Zoey biasanya dalam diriku. Mungkin aku salah makan? Oh, c'mon! Aku tahu Harry sadar bahwa aku bergerak sedikit menjauh darinya namun ia tak bereaksi apapun. Baguslah, bukankah memang ini yang kumau?

The Boy From the Next DoorWhere stories live. Discover now