Berusaha

34.6K 4.2K 123
                                    

Warning!!
Zona baper

***

Nara duduk di bangku DWS memandangi orang-orang yang masuk keluar silih berganti. Hari itu ia memutuskan untuk ikut Rakan ke tempat kerjanya, daripada bosan di rumah tanpa aktivitas. Lelaki itu mengerutkan dahi, mencoretkan pensil pada kertas putih yang sudah kusut terkena penghapus puluhan kali. Beberapa tumpuk kertas masih menunggu untuk diselesaikan, membuat Nara meringis membayangkan betapa lelahnya bergelut dengan dunia design.

"Ra." Panggil Rakan sambil menyelipkan pensil di telinganya.

"Iya?"

"Kalau bosen bilang ya."

Nara mengangguk kemudian berjalan mendekati meja kerja Rakan. Meraih kertas terbaru yang digarap pria itu untuk ia amati.

"Nggak mau istirahat dulu?" Gadis itu kasihan melihat wajah lelah Rakan sejak pagi.

"Keburu deadline." Jawab Rakan.

Nara meraih kertas-kertas lain, mengamati goresan tangan Rakan yang tipis. Membolak-balik majalah furniture langganan Rakan, tapi tidak menemukan yang menarik baginya. Gadis itu duduk di hadapan Rakan, tempat klien biasa berkonsultasi. Ia menopang dagu menatap Rakan yang serius mengerjakan tuntutan design. Sulit baginya percaya Rakan berubah total saat di tempat kerja, jika biasanya di rumah ia menemukan sosok labil yang kadang tengil, dingin, dan kekanakan, di sini ia melihat Rakan sebagai sosok yang dewasa. Lelaki dua puluh satu tahunan dengan setumpuk pekerjaan, dan rekan bisnis yang terus berdatangan.

Nara pikir ia bisa duduk di situ seterusnya tanpa harus pulang untuk menghadapi Rakan yang sesungguhnya. Jika saja ia tidak ingat kalau lelaki itu bekerja begitu keras untuk kehidupan mereka berdua. Sejak menikah, Nara mendapat uang dari hasil kerja Rakan. Kartu ATMnya tidak lagi diisi oleh bunda, melainkan Rakan yang telah berstatus sebagai suaminya.

"Mas Rakan, ini Kafe Ravenna minta kirim design hari ini, sore kalau bisa katanya." Imel, salah satu pekerja di DWS menyembul dari balik pintu kaca ruangan Rakan.

Bergerak membuka loker, Rakan meraih satu map tebal lalu disodorkan kepada Imel.

"Itu ada 4 sesuai tipe yang dia pilih. Bilangin rincian dananya udah dicocokin budget mereka." Tutur Rakan.

Imel mengangguk kemudian kembali menutup pintu. Menyisakan Rakan yang masih berdiri di ambang sejenak untuk memejamkan mata. Meregangkan tubuh meski hasilnya tidak banyak merubah rasa pegal di sekujur badan.

"Jangan dipaksain. Lo keliatan kacau banget."

Rakan menoleh menatap Nara yang sudah berdiri menyandar di meja kerjanya. "Istirahat, masih ada Imel sama Mas Zaudan yang bisa nanganin."

"Imel pulang sore, nggak bisa lembur hari ini. Mas Zaudan bagian terjun ke tempat tiap harinya." Rakan merapikan rambutnya yang berantakan, tapi justru menambah kesan acak-acakan yang sempurna.

"Emang deadline hari ini banyak banget?" Nara diam memperhatikan Rakan yang berjalan semakin dekat ke arahnya.

"Banyak, tapi tinggal finishing aja." Laki-laki itu berdiri tegap di hadapan Nara.

"Yaudah, harus sempetin istirahat." Nara berbalik, bermaksud meninggalkan interaksi yang terlalu dekat dengan Rakan.

Namun sayangnya lengannya dicekal. Memaksanya untuk bertahan lebih lama di posisi itu.

"Apa?" Tanyanya. Ia bisa melihat kantung mata Rakan dari jarak dekat.

"Lo masih risih ya sama gue?" Nara bingung sendiri mendapat pertanyaan demikian dari Rakan.

3600 Seconds from MerapiWhere stories live. Discover now