Sah(?!)

44.8K 5.4K 390
                                    

Hey! We meet again:)

***

Duduk berdua dihadapan enam pria paruh baya membuat Nara sulit menelan ludah. Tidak ada yang memulai percakapan, mereka hanya saling menatap.

"Diapain ini kita?" Bisik Nara pada Rakan yang dari tadi hanya diam terbawa suasana.

"Nggak tau gue."

Beberapa menit kemudian datang seorang pria dengan songkok besar, ia masuk dan langsung duduk di depan Rakan.

"Jadi mereka?" Pria itu membuka suara.

"Iya pak, mereka yang kita temukan di gubuk barusan. Berdua dan lagi berbuat yang tidak-tidak pak." Sahut salah satu orang membuat Nara dan Rakan terhenyak.

"Kita nggak ngapa-ngapain, pak. Kita ini pendaki, kepisah dari rombongan." Rakan menyahut masih dengan wajah terkejut atas perkataan mereka.

"Nggak ngapa-ngapain gimana? Kita semua lihat kalian di gubuk tadi."

Mengetahui mereka salah paham, Rakan segera membantah dengan fakta yang sebenarnya terjadi. "Saya cuma bantuin dia nutup resleting jaketnya."

"Sudah jangan banyak alasan. Sekarang cepat hubungi orang tua kalian, saya harus menikahkan kalian sekarang juga." Pria bersongkok itu sukses membuat Nara dan Rakan jantungan.

Mampus! Batin Nara.

"Nggak bisa gitu. Kita nggak ngapa-ngapain, sumpah."

"Laki-laki dan perempuan ada di tempat gelap berdua itu bahaya. Sudah pasti ada yang nggak benar. Sesuai aturan di sini, kalian harus segera dinikahkan." Lanjut pria itu.

Nara menatap ponselnya yang masih tersambung dengan power bank, menyalakannya secepat mungkin untuk menghubungi keluarganya. Sementara Rakan kelimpungan mencari alasan untuk mengurungkan niat warga tersebut. Namun nihil, meskipun sudah menjelaskan dengan sejujur-jujurnya mereka tetap tidak mempercayai Rakan.

"Nggak ada sinyal." Nara begitu panik dengan situasi yang dihadapinya saat ini.

Nara keluar dari bilik, berharap sinyal bisa didapatkan mengingat pendakian mereka belum mencapai puncak.

Melihat satu garis sinyal di ponselnya, gadis itu segera menghubungi ibunya. Mendengar nada sambung membuat ia harap-harap cemas. Hanya ada peluang kecil baginya mendapat respon dari seberang, sejak dulu mereka tidak pernah dekat bahkan terlihat seperti orang asing saat bersama.

Saat telepon berakhir, Nara tau bahwa yang selanjutnya terjadi adalah hal terburuk yang pernah ia bayangkan. Ia kembali memasuki bilik, berharap dunianya bisa kembali ke beberapa jam yang lalu.

"Nggak ada yang bisa gue hubungi" Nara mengerang frustasi di hadapan semua orang, "lo ngapain kek, jangan diem aja nasib kita gimana ini?!" Amarahnya memuncak saat Rakan hanya duduk diam tidak melakukan apapun.

Rakan mendecak dan bangkit, merebut ponsel Nara dan mencoba menelepon orang rumahnya. Namun dewi keberuntungan sedang tidak berpihak pada mereka, satu sinyal yang menjadi harapan mendadak hilang. Sialnya beberapa menit menunggu, garis-garis sinyal itu tak kunjung muncul. Rakan dan Nara terdiam dengan amarah masing-masing. Saling menatap mencoba menarik diri dari kenyataan.

"Kalau nggak ada keluarga yang bisa datang, saya dan Pak Zainal bisa menjadi wali. Biar masalah ini cepat selesai."

Mau membantah apa pun tidak akan berguna, warga setempat mulai menata meja kecil di bilik, dan mempersilahkan mereka berdua untuk duduk di posisi.

"Mereka bercanda." Kata Nara masih tidak mempercayai apa yang sedang terjadi. "Lo lakuin sesuatu, gue mohon!" Tuntutnya pada Rakan.

"Gue nggak ngerti harus ngapain. Gaakan ada yang bisa nyelametin kita gue rasa."

3600 Seconds from MerapiWhere stories live. Discover now