Wedding Dream

9.7K 956 82
                                    

Surprise update!
Enjoy reading <3

Special sound 🔊
Nadine Amizah - Semua Aku Dirayakan

***

Benar katanya kalau kita meluangkan waktu untuk refreshing dan melepas penat, justru beban akan terasa berkali lipat lebih berat setelahnya. Itulah yang dilalui Rakan sekembalinya dari Indramayu hingga saat ini. Hampir seminggu penuh ia berkutat pada skripsinya yang tak tersentuh belasan hari sebelumnya. Meninggalkan hasil uji coba eco desain display interiornya pada showroom Hyundai Pegangsaan, Jakarta Utara. Sedikit lagi, tinggal analisis dan evaluasi. Kesan pesan selama mengerjakan skripsi, desainnya sih nggak ada masalah bagi Rakan, tapi programming untuk simulasi berkendara yang diusungnya cukup menguras otak. Karena mengharuskan ia belajar materi yang bukan ranah desain dalam waktu kurang dari empat bulan. Meskipun mendapat bantuan dari Galang, kakak kelas masa SMA-nya, tetap saja Rakan merasa mengkis-mengkis dalam menggarap. Seperti saat ini, punggungnya tampak meluruh setelah melimpahkan seluruh beban tubuhnya pada sandaran kasur. Bebannya berat, belum lagi mengurus bisnisnya di DWS yang terus jalan tanpa peduli tanggungan skripsinya bagaimana. Tapi yang paling menyedihkan, ia mendapat dosen pembimbing super sibuk yang keberadaannya tidak kasat mata dan sulit ditemui. Membuatnya semakin hari semakin sering mengeluh.

"Nih, minum."

Menyodorkan segelas teh hangat, Nara berharap bisa meringankan pusing yang dirasakan Rakan. Dua minggu menjelang pendaftaran sidang skripsi memang menjadi masa terberat, selain mengejar kekurangan yang ada, mahasiswa juga harus rajin menyiapkan berkas lain secara paralel. Beruntung Rakan punya Nara yang sukarela membantunya mengumpulkan persyaratan yang dibutuhkan. Sudah begitu, segala keperluan harian juga dipersiapkan sebaik mungkin. Rakan mah terima beres.

"Bangga deh aku nikahin kamu, Ra." Cengiran khasnya keluar, membuat pemilik panggilan 'Ra' iu memutar bola matanya. Males.

"Jadi, lusa bisa ikut aku ke nikahan Bang Darda atau enggak? Kalau enggak aku minta temenin Anya."

Rakan menepuk-nepuk kasur sebagai kode agar Nara beringsut mendekat. Sambil berpikir keras tentang undangan pernikahan sepupu jauh Nara, Bang Darda tadi.

"Bisa, kok." Jawabnya pelan, amat pelan.

Seolah paham akan keraguan Rakan, Nara menghela napas panjang, "kalau kepepet sidang aku nggak apa-apa dateng sana Anya, toh cuma sebagai tamu undangan pasti nggak lama."

Rakan berdehem singkat, tangannya sedikit demi sedikit bergerak. Entah kemana. Padahal matanya sekarang setengah tertutup, tapi motoriknya sedang bagus untuk menjamah yang sedari tadi sebenarnya ia perhatikan.

Plak.

Satu pukulan melayang ke tangan Rakan ketika tahu-tahu sudah nangkring di kaki Nara. Nggak tahu deh kaki sebelah mana. "Ditanyain serius tuh jawab, diem dulu tangannya."

"Iya, iya, maaf."

Memperbaiki posisi duduknya, Rakan menunjukkan room chat  dengan Pak Djoko — dosen pembimbing skripsinya, yang menampilkan diskusi jadwal bimbingan terakhir sebelum resmi mendaftar sidang.

"Besok bimbingannya?"

Rakan mengangguk, "kalau besok udah acc aku tinggal daftar sidang Senin, jadi bisa temenin kamu lusa."

"Kalau belum acc?"

Entengnya nanya begitu, batin Rakan menahan sabar. Mungkin memang Nara tidak tahu, maklum kan baru tahun pertama kuliah.

"Ya.. harus revisi terus bimbingan ulang Senin, jadinya nggak bisa temenin kamu."

Nara mengangguk, masih setia menatap ponsel yang disodorkan Rakan kepadanya. Padahal sebenarnya sedih kalau ia harus berangkat bersama Anya, takut malu karena berisik dan ribut nyari cogan terus kerjaannya.

3600 Seconds from MerapiWhere stories live. Discover now