Kating Good Looking vs Maba Upik Abu

7.9K 876 49
                                    

Hola!!

Akhirnya jarak updatenya nggak seabad lagi yaa hahaha.

Terima kasih buat kalian yang masih sabar menunggu kelanjutan cerita ini. Semoga happy dengan notif update chapter baru kali ini.

Jangan lupa komen tentang apapun, karena aku suka baca komen kalian semuaaa <3

By the way, check notes aku di bawah ya!

Enjoy reading <3

***

Gedung Fakultas Seni dan Desain kalau diperhatikan ternyata lebih unik dari jajaran gedung lain. Nara mengamati desain bangunan yang menyerupai tumpukan kotak dengan penerapan konsep smart building yang selangkah lebih maju. Maklum, seiring berjalannya waktu, dunia juga semakin berkembang. Meninggalkan keterbelakangan agar bisa bersaing di tengah keberagaman teknologi yang kian melambung. Sama seperti manusia yang terus berlomba-lomba, menjadi yang terdepan entah dalam hal apa dan diperuntukkan pada siapa. Pusing, membayangkan perubahan-perubahan yang terus terjadi membuat Nara penat dan enggan. Lebih menyenangkan menatap gemericik air kolam dan percikan yang muncul karena gerakan ikan kecil di hadapannya. Bebas, bergerak dalam lika liku tanpa ombak yang siap meluluh lantahkan keadaan kapan saja.

Hari ini jadwal sidang skripsi Rakan, sudah dimulai sejak empat puluh lima menit yang lalu. Nara gelisah tapi cukup pandai menyembunyikan. Di sekitarnya, berlalu-lalang mahasiswa Desain Interior dari berbagai angkatan. Karena selain sidang bersama penguji, rangkaian acara seminar hasil juga turut dihadiri teman seangkatan maupun adik tingkat. Bahkan, bisa dihadiri oleh mahasiswa berbeda jurusan seperti Nara. Tidak tahu tepatnya sejak kapan, momentum seperti ini marak menjadi ajang perayaan yang terkesan berlebihan. Banyak di antara mahasiswa rela membawa buket dengan isi beragam hingga banner bertuliskan nama dan gelarnya yang meriah. Revisi belakangan, eksis dan trendy nomor satu. Sah-sah saja sebenarnya merayakan keberhasilan setelah sekian bulan meronta dalam kesusah payahan. Tapi terkadang, kita juga perlu memerhatikan perasaan segelintir mahasiswa yang kurang beruntung. Iya, mahasiswa tua yang sayangnya harus membetahkan diri lebih lama di kampus untuk menyambangi dosen-dosen yang terlalu cinta kepada mereka.

"Gue cukup kaget sejujurnya sama keputusan lo, Ra." Saat pikiran sudah sampai ke mana-mana, selalu ada saja yang mengagetkan. Tapi dari suaranya yang khas, Nara bisa menebak itu Farras bahkan tanpa perlu menoleh.

"Keputusan yang mana?"

Betul juga, hampir berusia dua puluh tahun, Nara pasti sudah mengambil ratusan bahkan ribuan keputusan. Sesederhana memilih ice cream rasa cokelat atau vanila saat mampir di Indomaret, atau memilih antara mengurai rambut dan mengikatnya kepang agar terlihat cantik di Hari Senin. Semuanya adalah keputusan yang pasti dipertimbangkan matang-matang sebelum dipilih.

"Buat serius sama Rakan." Memang seharusnya Nara berprasangka, memangnya apalagi yang akan dibahas Farras dengannya kalau bukan perihal Rakan?

Dibanding mengutarakan dengan kata, Nara hanya tersenyum canggung. Sangat singkat.

"Lo mau tahu rahasia nggak?"

Lebih menarik! Manusia sejatinya selalu penasaran dengan apa yang menjadi pembicaraan di belakang publik. Dengan embel-embel rahasia, rasanya kita bisa memancing perhatian siapa saja. Seperti yang dilakukan Farras pada Nara saat ini.

"Rahasia apa? Bagi!" Bahkan tanpa perlu kode, Nara peka untuk menurunkan suaranya agar rahasia tadi benar-benar menjadi rahasia baru antara keduanya.

"Rakan emang dari awal tertarik sama lo, dari PKKMB malah. Sayangnya lo nggak notice. Padahal dia udah effort di tengah ribetnya acara segede itu."

3600 Seconds from MerapiWhere stories live. Discover now