Xinlaire telah berhasil masuk ke dalam kamar Raylene setelah menerjang kobaran api, pria itu mengedarkan pandangannya dan menemukan Raylene telah tergeletak di lantai.Kaki Xinlaire bergegas mendekati Raylene. Pria itu meraih tubuh Raylene. "Raylene! Raylene!"
Raylene masih memiliki sedikit kesadaran. Wanita itu membuka matanya dan menatap wajah cemas Xinlaire.
"Jangan tutup matamu! Aku akan membawamu keluar dari sini!" Xinlaire segera berdiri dengan menggendong Raylene.
Tangan Raylene menyentuh wajah Xinlaire dengan lembut. Di masa lalu Xinlaire juga tampak seperti ini ketika ia berada dalam bahaya. Saat itu ia berpikir bahwa Xinlaire sangat takut kehilangannya. Ia sangat bahagia karena merasa begitu dicintai oleh Xinlaire. Namun, ternyata semua itu hanyalah sandiwara Xinlaire.
Dan sekarang kenapa Xinlaire harus terlihat seperti ini lagi? bukankah semua rencananya telah berhasil? dia seharusnya tidak perlu bersandiwara lagi.
"Xinlaire, apakah pernah sedikit saja kau benar-benar mencintaiku?" Raylene tahu jawabannya, tapi ia masih tetap bertanya. Mungkin saja ada di suatu waktu Xinlaire benar-benar membalas perasaannya. Raylene mentertawakan dirinya sendiri, ternyata bahkan sampai sekarat seperti ini pun ia masih berharap bahwa perasaan tulusnya terhadap Xinlaire tidak bertepuk sebelah tangan.
Xinlaire menatap Raylene sejenak. Ia ingin mengatakan bahwa perasaannya terhadap wanita itu bukan hanya sedikit, tapi teramat banyak. Namun, kata-katanya tertahan di kerongkongan. Sulit sekali untuk mengakui perasaannya sendiri pada Raylene.
Senyum getir tampak di wajah pucat Raylene. "Ternyata sampai akhir aku memang hanya berjalan sendirian." Hati Raylene sangat kesakitan. "Sudah selesai, Xinlaire. Perpisahan akhirnya tiba."
"Jangan bicara lagi! Tidak akan ada perpisahan antara kau dan aku!" Xinlaire menatap Raylene tajam, pria itu dipenuhi oleh rasa cemas sekarang, tapi yang bisa ia tunjukan hanyalah raut dingin yang sulit didekati.
Raylene tidak mengerti apa sebenarnya isi hati Xinlaire. Pria itu tidak menginginkan perpisahan dengannya, tapi ia juga tidak pernah mencintainya. Apakah rasa benci dan dendam yang membuatnya seperti ini? Namun, bukankah itu tidak masuk akal? Untuk apa Xinlaire mempertaruhkan nyawanya sendiri demi seseorang yang ia benci?
Lupakan saja, untuk apa ia memikirkan tentang isi hati Xinlaire. Tubuhnya tidak akan bertahan lebih lama lagi.
Mata Raylene terasa semakin berat, ketika Xinlaire berhasil menembus kobaran api, tangan Raylene sudah terkulai lemah.
"Segera panggil tabib!" Xinlaire memberi perintah pada Domenico. Setelahnya pria itu bergegas membawa Raylene ke tempat pribadinya.
Setiap langkah yang Xinlaire lalui diliputi oleh kegelisahan, rasa takut dan kekhawatiran. Wajahnya kini tidak bisa menyembunyikan betapa ia takut kehilangan Raylene.
Sampai di tempat istirahatnya, Xinlaire membaringkan Raylene di ranjangnya dengan perlahan.
"Raylene! Raylene!" Xinlaire memanggil Raylene, tapi tidak ada jawaban. "Buka matamu! Bukankah kau ingin mendengar jawabanku? Aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Apakah itu cukup? Jangan bermain-main, buka matamu!"
Masih tidak ada balasan dari Raylene. Kini Xinlaire mulai merasa tercekik.
"Apakah sekarang kau sedang mencoba membalasku, Raylene? Aku tidak mengizinkanmu meninggalkanku, apakah kau mendengarkanku!" Xinlaire masih bersuara. Dia benar-benar telah kehilangan semua ketenangannya.
Tabib datang dengan cepat dan segera memeriksa kondisi Raylene.
"Selamatkan nyawanya apapun yang terjadi jika tidak kau akan kehilangan nyawamu!" bengis Xinlaire pada tabib.
YOU ARE READING
Tawanan Hati Sang Raja
FantasyMalam pernikahan yang seharusnya berakhir dengan bahagia malah berakhir dengan tragis, Raylene Allegra menemukan ayah, ibu dan keluarganya tewas mengenaskan. Seluruh dunia Raylene hancur, dan menjadi lebih hancur lagi ketika dia tahu siapa yang tel...