24. Apakah dia mampu?

1.1K 258 19
                                    




Satu minggu setelah beristirahat total di atas ranjang, kondisi Raylene akhirnya sedikit lebih baik. Sekarang wanita itu sedang berada di taman istana Xinlaire.

Saat ini matahari tengah memancarkan kehangatannya, tapi meski begitu tetap tidak bisa menghangatkan Raylene yang berdiri tanpa penghalang sinar matahari.

Di belakang Raylene ada Xinlaire yang saat ini baru saja kembali dari barak pasukannya. Pria itu telah pergi pagi-pagi sekali untuk melatih pasukannya. Ia kembali saat ini karena hampir waktunya sarapan.

"Siapkan sarapan di sini!" Xinlaire memberi perintah pada Edmund.

"Baik, Yang Mulia."

Beberapa saat kemudian sarapan telah dihidangkan di meja yang terletak di gazebo.

Dua pelayan dan Vivian yang ada di belakang Raylene segera mundur karena Xinlaire yang datang mendekat.

"Sudah waktunya untuk sarapan." Xinlaire berdiri di belakang Raylene.

Raylene membalik tubuhnya, pandangan Xinlaire terkunci pada sosok rapuh Raylene yang bermandikan cahaya matahari. Raylene tampak masih lesu, hal itu membuat hati Xinlaire sakit.

Xinlaire tidak bergerak melangkah mendekati Raylene melainkan menunggu Raylene mendekat ke arahnya.

"Raylene!" Pria itu segera menangkap tubuh Raylene yang terhuyung jatuh.

Wajah Xinlaire kembali terlihat panik. "Raylene! Raylene!" Ia memanggil Raylene tapi tak ada jawaban. Pria itu menggendong tubuh Raylene dan membawanya masuk ke kediamannya.

"Segera panggilkan tabib!" Xinlaire memberi perintah ketika melewati Domenico.

"Baik, Tuan." Domenico segera menjalankan perintah dari rajanya.

Dari arah lain, saat ini Charlotte sedang mengepalkan kedua tangannya. Ia melihat dengan jelas seperti apa wajah khawatir Xinlaire yang membawa Raylene ke bangunan kediamannya.

Pagi ini Charlotte berencana untuk mengunjungi Xinlaire. Ia tidak bisa membiarkan Raylene dan Xinlaire terus berdua lebih lama lagi.

Namun, ia tidak menyangka jika yang akan ia lihat pagi ini sungguh sangat tidak tertahankan. Hanya orang buta yang tidak bisa melihat betapa Xinlaire peduli pada Raylene.

Charlotte mengatur napasnya yang tadi memburu, perlahan-lahan ia menjadi lebih tenang. Wanita itu tidak berbalik pergi melainkan terus melanjutkan langkahnya.

Kedatangannya diumumkan oleh Edmund, lalu ia masuk dan melihat Raylene telah berbaring di ranjang dengan Xinlaire yang berdiri di sebelah ranjang, tampak tidak peduli dengan sekitar dan hanya fokus pada Raylene saja.

"Ratu Charlotte memberi salam pada Yang Mulia Raja." Charlotte membungkukan sedikit tubuhnya. Wanita itu kini berdiri di sebelah Xinlaire.

Xinlaire memiringkan tubuhnya, tatapannya terarah pada Charlotte. "Apa yang membawamu ke sini, Ratu?"

"Saya ingin mengunjungi Yang Mulia dan melihat kondisi Selir Raylene."

Xinlaire merasa bahwa kunjungan Charlotte tidak tepat waktu, tapi sudah beberapa hari ini ia belum berkomunkasi dengan Charlotte. Jika ia meminta Charlotte untuk meninggalkan tempatnya maka itu mungkin akan membuat Charlotte dalam situasi canggung.

Orang-orang mungkin akan membicarakan Charlotte karena tidak memiliki hubungan yang baik dengannya. Ia telah memutuskan untuk menikahi Charlotte, jadi ia harus memperlakukan Charlotte dengan adil. Ia tidak boleh menempatkan Charlotte dalam situasi di mana ia akan dihina oleh orang lain.

"Yang Mulia, apa yang terjadi pada Selir Raylene?" Charlotte segera bersuara sebelum Xinlaire mengusirnya dari sana.

"Selir Raylene tiba-tiba tidak sadarkan diri."

Tawanan Hati Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang