19. Yang Terbaik

1K 259 19
                                    




Xinlaire kembali ke tempat istirahatnya.  Kemarahannya masih belum berkurang sedikitpun. Xinlaire melampiaskan  amarahnya terhadap barang-barang yang ada di kamarnya.

Dia masih  tidak menyangka bahwa Raylene akan begitu kejam. Calon anak mereka tidak  memiliki kesalahan sama sekali, seharusnya Raylene tidak membunuhnya.

Usai melampiaskan kemarahannya dengan menghancurkan sekelilingnya, Xinlaire meraih botol arak dan meminumnya dengan marah.

Apa yang dilakukan oleh Raylene benar-benar tidak termaafkan olehnya. Raylene harus merasakan hukuman dari tindakan sepihaknya.

Xinlaire  tidak akan pernah memedulikan Raylene lagi. Semakin menderita Raylene  di istana dingin maka itu akan semakin baik. Itu adalah harga yang  pantas Raylene bayar karena telah membunuh anak mereka.

**

Dua  pelayan mengantarkan Melissa yang telah dicambuk ke istana dingin.  Raylene segera mendekati Melissa  yang tergeletak di lantai dengan susah  payah.

"Melissa." Hati Raylene tersayat ketika melihat kondisi  Melissa yang mengenaskan. Air mata wanita itu jatuh, ia tidak berada di  posisi Melissa, tapi ia merasa lebih kesakitan dari Melissa.

"Yang  Mulia, saya bisa menanggungnya. Jangan menangis untuk saya." Melissa  bersuara pelan. Ia hanyalah seorang pelayan, ia merasa tidak pantas  ditangisi seperti ini oleh majikannya.

"Melissa, maafkan aku. Ini semua karenaku sehingga kau harus menderita seperti ini." Raylene merasa amat bersalah.

"Yang  Mulia, ini bukan salah Anda jangan meminta maaf kepada saya." Melissa  tidak menyalahkan Raylene, apa yang terjadi padanya saat ini adalah ulah  dari orang yang mencoba menjebaknya. Ia masih cukup beruntung karena  masih hidup.

Air mata Raylene jatuh semakin deras. Ia tidak tahu  harus mengatakan apa lagi. Hidupnya benar-benar menjadi kutukan bagi  orang-orang yang peduli padanya.

Rasa sakit membuat Melissa menjadi sangat lemah, wanita itu tidak bisa menanggungnya lebih lama. Ia kehilangan kesadarannya.

"Melissa! Melissa!" Raylene bersuara panik.

"Siapa saja tolong panggilkan tabib!" Raylene berteriak histeris. Namun, tidak ada yang datang ke sana.

Tempat  itu adalah istana dingin yang sama buruknya dengan penjara. Raylene  tidak memiliki pelayan di sana. Itulah kenapa para wanita akan lebih  memilih mati daripada ditempatkan di tempat itu.

"Melissa, bertahanlah. Kau harus bertahan." Raylene bersuara pilu.

Wanita  itu segera bangkit, ia mengambil obat-obatan yang tersimpan di kotak  pribadi miliknya. Kondisinya saat ini tidak terlalu baik, tapi karena  kepeduliannya terhadap Melissa membuatnya memiliki tenaga yang datang  entah dari mana.

Raylene membantu Melissa meminum obat, wanita itu  memeriksa denyut nadi Melissa. Untungnya denyut nadi pelayannya masih  terasa dan tidak menunjukan kondisi yang berbahaya.

Sulit bagi  Raylene untuk membawa Melissa ke ranjang, jadi yang bisa ia lakukan  hanyalah meletakan kain di bawah tubuh Melissa agar tidak kedinginan.

Hati  Raylene semakin teriris ketika ia membersihkan luka di punggung Melissa  yang disebabkan oleh cambukan. Tidak hanya dipunggung, kaki Melissa  juga dicambuk. Raylene tidak bisa membayangkan betapa sakitnya semua  luka itu. Melissa mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk  pulih.

Setelah mengobati luka-luka Melissa, Raylene memutuskan  untuk beristirahat. Tubuhnya terasa sangat lemah. Ia tidak bisa memaksa  untuk terus bergerak karena jika ia tidak sadarkan diri maka tidak akan  ada yang menjaga Melissa.

Tawanan Hati Sang RajaWhere stories live. Discover now