31. Aku Disini

85.5K 5.7K 781
                                    

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Rama suka padamu Lahya."

"Kak Rama saja baru putus, Gus. Mana mungkin bisa suka sama orang lain secepat itu? Mana mereka sempet pacaran lama. Gak mungkinlah bisa move on secepat itu. Kalau memang iya, pasti cari pelaraian, cari temen, atau cari penghibur," jawab Lahya serealistis mungkin.

"Jika kamu tidak percaya, kenapa kamu tidak tanyakan saja langsung. Apa maksud dari semua sikap perhatian yang dia berikan untuk kamu?"

Wah, benar-benar kalimat Gus polisi melekat bak lem di kepalanya sekarang. Itu obrolan mereka sebelum pulang dari ponpes. Lahya hanya bisa mencoret-coret kertas kosong dengan tanda tangan abal-abalnya. Perpustakaan di jam istirahat sangat sepi. Ya, memang siapa yang mau ke perpus kalau bukan karena tugas dan hukuman menyusun buku-buku ke rak?

Gus polisi tidak masuk kelas, teman-teman menjauhinya. Entahlah siapa yang bisa Lahya temani mengobrol sekarang? Lahya sedih. Semudah itu mereka mempercayai berita fitnah yang osis publish.

Mana kemarin Gian memarahinya habis-habisan karena berita fitnah itu. Padahal ia sudah menjelaskan siapa Malik sebenarnya. Mereka juga bertemu di rumah, namun hanya sebentar karena katanya Gus polisi ada panggilan dari anggotanya. Untung saja ada Rama yang membelanya.

Bapaknya yang mendengar pertengkaran kecil mereka jadi ikut penasaran. Lagi-lagi ada Rama yang mengalihkan pembahasan, sehingga bapak tidak lagi memperdulikan mereka. Jika dilihat dengan seksama memang ada yang aneh dari sikap Rama. Sikap peduli Rama yang sekarang, berbanding terbalik dengan sikap bodoamatan Rama dulu. Tidak, Rama tidak cuek. Perlu digaris bawahi, antara cuek dan bodoamatan itu berbeda.

Antara peduli dan perhatian pun berbeda. Tapi untuk sekarang Lahya tidak bisa membedakan keduanya. Ada apa dengan Rama sekarang? Apa jangan-jangan yang Gus polisi katakan, benar?

"Allahu Akbar!" gumam Lahya menaruh dengan kasar pulpennya. Ia beralih mengambil jaket biru tua yang tersampir di sandaran kursi perpus.

Lahya memeluk dengan erat jaket milik Gus polisi di atas meja perpustakaan. Jaket yang ia bawa sepuluh tahun lamanya tanpa izin pemiliknya langsung. Lahya malu jika ingin meminta jaket jaket ini pada Alif. Padahal itu niat pertama yang ia akan lakukan saat bertemu Mas Ganteng. Bisakah mas Ganteng yang ia temui dulu, tetap jadi mas Ganteng saja? Tidak usah jadi Gus polisi yang sukanya 'halo dek'?

Lahya mulai mengantuk. Berat rasanya ia mempertahankan matanya tetap terbuka. Sepertinya sebentar lagi ia akan masuk ke alam mimpi. Sialnya, mimpi Lahya dimulai setelah ia melihat ada Gus polisi baru saja datang dari ujung rak buku dekat pintu sana.

Matanya belum sepenuhnya tertutup, tapi semua nampak gelap setelah almamater Rama jatuh menutup seluruh kepalanya. Apa? Rama? Kesadaran Lahya kembali penuh, ia membuka kain yang menutup setengah badannya.

ALIFWhere stories live. Discover now