10. Maaf

101K 8K 177
                                    

Lahya mengangguk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lahya mengangguk. "Pasti pulpen ini Gus polisi gunakan untuk kerja jadi  ditunggu hingga berhari-hari. Maaf, ya, Gus."

Anggap saja seperti itu Lahya. Batin Alif mengangguk mengiyakan prasangka Lahya.

"Seperti yang sudah Gus polisi tau. Lahya datang bukan hanya untuk mengembalikan pulpen milik Gus polisi. Melainkan ada hal yang ingin Lahya tanyakan soal pulpen milik Gus polisi," jelas Lahya dengan ragu-ragu.

Ayasya kesal sedari tadi memperhatikan kakaknya yang tidak bisa menjaga pendangan pada gadis berseragam SMA ini. Ia menarik ujung jari kelingking kakaknya, hingga menoleh padanya.

"Mata!" kata Ayasya mengingatkan tanpa suara.

"Gus polisi?" panggil Lahya.

Alif menoleh dengan senyum. "Tanyakan saja, silahkan." 

Ayasya menghela nafas merasa diabaikan. Baru kali ini ia melihat sang kakak tidak biasanya menatap seorang gadis seperti sekarang. Tatapan mata kakaknya yang terlihat teduh, tidak pernah ia lihat sekali pun pada Ning Farah.

"Inisial huruf di pulpen milik Gus polisi sama seperti inisial jaket punya anak laki-laki yang pernah menolong Lahya. Apa karena itu Gus polisi menanyakan soal jaket biru tua yang ada pada Lahya?"

"Kamu benar-benar tidak tau siapa nama pemilik jaket biru tua yang selama ini jaketnya menjadi penawar trauma kamu Lahya?" tanya Alif lemah.

Lahya menggeleng dengan sedih. "Gus polisi pasti kenalkan dengan mas ganteng, kan? Pulpen itu pasti punya mas ganteng, kan, Gus polisi?"

Ayasya melihat pulpen yang masih di tangan Lahya. "Ini bukannya pulpen kesayangan Mas Alif?" tanya Ayasya bingung kenapa kakaknya tidak langsung menerima saja pengembalian pulpennya.

"Inikan inisial nama Mas Alif. HAF. Haafiz Alif Faezan," ungkap Ayasya tanpa berlama-lama.

Lahya diam menunggu polisi muda ini membenarkan pernyataan perempuan berjilbab biru muda di sampingnya. Kenapa hati Lahya terenyuh sakit saat tatapannya dengan polisi ini beradu? Seperti ada perasaan kecewa yang mendalam tersalur melalui tatapan mereka.

"Saya Haafiz Alif Faezan, pemilik jaket yang bertahun-tahun kamu cari dan pulpen yang sekarang ingin kamu kembalikan. Bagaimana kabar kamu Lahya?"

Air mata Lahya membuyarkan penglihatannya. Tangannya melemah membuat pulpen milik pemuda itu jatuh begitu saja. Buliran air jatuh membasahi pipi. Suaranya tercekat di kerongkongan. Sekarang ia tahu alasan polisi muda itu menangis saat kedua kalinya mereka bertemu di gedung tempat lomba lalu.

Alif sekuat tenaga mengepalkan tangannya, ia tidak ingin menangis. Ia akan malu jika ada polisi lain yang melihatnya, apalagi Hana duduk tidak jauh dari mereka.

"Apa kabar?" tanya Alif lagi dan malah mendapat gelengan kepala dari Lahya.

"Kenapa Gus polisi tidak jujur sejak awal?"

ALIFWhere stories live. Discover now