30. Perjuangan

90.8K 6.6K 811
                                    

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Betapa berbinarnya mata Lahya mendapati foto Gus polisi yang masih remaja dalam ruang keluarga di ndalem.

"Anak itu yang menolong kamu dulu, kan?" tanya Intan melihat senyum Lahya.

Lahya mengangguk. "Iya Ummi."

Dalam foto itu Alif mengenakan jaket putih dengan kaos hitam. Sedikit tersenyum menampakkan jajaran giginya yang rapi. Rambutnya yang hitam legam menutup dahi hingga alis. Matanya persis bulan cembung seperti yang ia pelajari dalam 8 fase bulan. Kulit putihnya masih bertahan sampai sekarang. Yang berbeda hanya porsi tubuhnya yang sekarang jauh lebih kekar dari tubuh kurusnya dulu. Bahkan, pipi Alif sekarang juga nampak berisi ketimbang foto yang ia perhatikan sekarang.

"Menurut kamu anak Ummi yang satu itu bagaimana?" tanya Intan menaruh teh hangat di meja yang baru saja dibawa oleh abdi dalam ke ruang keluarga.

"Gus polisi, eh_" Lahya menggelang cepat. "Gus Alif baik, kok, Ummi."

"Kalau dulu?"

Lahya memasang wajah mengingat masa remaja Alif yang sempat ia dapatkan. "Baik juga Umm," jawab Lahya namun dengan wajah tidak begitu yakin melihat senyum Intan.

"Baik. Anak Ummi semuanya baik. Hanya saja untuk Alif sendiri punya sisi nakal dan keras kepala. Bawa sini fotonya," titah Intan menggerakkan tangannya meminta Lahya duduk di sofa bersamanya.

Tanpa berfikir lebih, Lahya mengambil foto Gus Alif dari dinding dan duduk bersama Intan. "Kok bisa nakal, Umm? Setahu Lahya dulu Gus polisi orangnya lucu."

Intan mengambil bingkai foto itu dari tangan Lahya. "Anak yang pernah bawa 1/4 santriwan abahnya keluar pasar malam tanpa izin pesantren, apa masih lucu?"

Lahya menggeleng. "Gak Umm. Lahya tau kok, cerita itu dari bapak," jawab Lahya dengan senyum kikuknya.

Intan menaruh foto putranya itu di meja dengan posisi menghadap ke arah mereka. "Sejak kejadian dimana anak Ummi itu bawa santri abahnya bolos kelas malam dan tidak sengaja bertemu kamu, Alif berubah jadi anak yang lebih bisa menurunkan sifat keras kepalanya dan jadi anak yang penurut."

"Kenapa bisa Umm?" Lahya memiringkan sedikit kepalanya menatap foto masa remaja Alif. Tidak berdosakan jika hanya menatap foto masa remaja Gus polisi? Rasanya Lahya rindu wajah lucu yang dulu sering menghiburnya selama di RS.

Intan mengusap pucuk kepala Lahya yang begitu damai menatap foto putranya. "Karena kalau Alif gak nurut, Alif gak dibolehin abahnya untuk jenguk kamu."

Spontan Lahya menoleh dan hal itu mengundang kekehan ringan dari Intan.

"Dulu, semua santri yang ikut bolos bersama Alif mendapatkan hukuman, termasuk Alif sendiri. Kelas malam yang awalnya selesai jam sembilan malam, dinaikkan menjadi jam sebelas malam. Hafalan-hafalan kitab ditambah. Terkhusus Alif, hafalan Qur'annya ditambah. Yang tadinya hanya menyetor satu lebar perhari, menjadi dua lembar perhari.

ALIFOn viuen les histories. Descobreix ara