36. Manipulatif

78.8K 5.7K 725
                                    

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Mari untuk melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rama mengintip Lahya yang berusaha membalut es batu dengan sapu tangan yang entah milik siapa dipinjam. Sekarang mereka duduk di bawah pohon mangga, mencari tempat berteduh. Kenapa tidak mencari tempat teduh lain? Dikoridor misalnya? Rama sudah malas beranjak pergi dari lapangan, apalagi kepalanya sakit bukan main.

"Sakit banget ya, Kak?" tanya Lahya menyodorkan sapu tangan yang sudah membalut batu es.

Rama hanya diam menerimanya. "Bisa kasih cermin?" minta Rama pada Lahya.

Lahya mengangguk. Ia mengeluarkan ponselnya dan membuka kamera ponsel untuk digunakan seniornya itu. "Maafin Lahya, ya, Kak?"

"Gak capek minta maaf terus?" tanya Rama sibuk mengompres bekas sepatu Lahya yang membuat benjolan di keningnya.

"Kasian Kak Rama pasti sakit," sedih Lahya melihat Rama menahan sakit sedari tadi.

Rama tersenyum hambar. "Kamu kasihan?"

Lahya mengangguk kasihan.

"Lebih sakit semalem, sih, Ya. Masa kasihannya baru sekarang?"

Lahya menarik mundur tubuhnya. Matanya sayu seketika, tatapan mata Rama persis seperti semalam. Rama tidak pernah gagal melemahkan hati kecilnya. Lahya tertunduk tidak berani membalas tatapan itu.

"Memang bener, kan, Ya? Orang sepele kayak aku jadi bahan kalahan terus. Kalah bondo, menang rupo selawase." Rama menertawakan dirinya sendiri.

Lahya menggeleng. "Tidak semua perempuan itu mandang fisik dan harta, Kak. Kebanyakan perempuan lebih memilih laki-laki yang pola pikirnya dewasa, attitudenya baik, yang bisa memperlakukan perempuan dengan baik, dan yang paling utama agama dan akhlaknya. Semua itu ada di diri Kak Rama, kok, cuma sayang-,"

"Sayang kenapa?"

"Mau laki-laki itu sepaham apa pun dengan agama dan sebagus apa pun akhlaknya, tapi jika dia friendly ke semua perempuan. Dia tidak pantas untuk dikagumi."

"Ngennak banget nyindirnya," canda Rama tertawa sumbang menatap Lahya yang tertunduk senyum. "Gini rasanya ternyata ditolak tanpa ada kata penolakan."

"Itu juga nyindir," potong Lahya cepat.

Tak lama Anggi datang membawa air mineral untuk Lahya dan Rama. Anggi datang sendiri, sebab Nadine sudah masuk kembali untuk mengikuti pelajaran di kelas.

"Trima kasih Anggi," kata Lahya menerima botol mineral dari partner lombanya.

Rama yang melihat ada yang kurang dari tangan Lahya berakhir menegurnya, "Kalung yang aku jadikan gelang ditanganmu mana?"

Lahya mengangkat sedikit lengan bajunya. Ia panik seketika. Seingatnya ia tidak pernah melepas kalung dari ibunya sejak Rama yang memakainkan di UKS. Apa kalung dari ibunya putus tanpa ia sadari? Lalu jatuh entah kemana?

ALIFWhere stories live. Discover now