39. Diusir atau Diterima?

78K 8.5K 1.2K
                                    

Mari melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Sebaiknya vote sebelum membaca dikarenakan setelah membaca banyak yang lupa ingatan.

"Lahya, mboten pareng nggih Nduk? Bukan hanya kamu yang sakit jika seperti ini, tapi saya dan bapak juga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lahya, mboten pareng nggih Nduk? Bukan hanya kamu yang sakit jika seperti ini, tapi saya dan bapak juga. Sampun nggih?" kata Alif pelan menahan kedua tangan Lahya secara paksa.

"Lihat bapak. Lahya lihat bapak sudah menangis melihat kamu seperti ini," kata Alif menyadarkan Lahya agar mau melihat pak Yasin yang menangisi keadaan anaknya.

Lahya begitu kuat memberontak sampai jarum infus lepas. Darah segar mengalir dari bekas jarum infus yang tercabut. Darah Lahya pun ikut mengotori tangan Alif.

"Astagfirullah Lahya." Cepat-cepat Alif menekan bekas jarum infus di tangan Lahya.

"Lahya capek. Kepala Lahya sakit!" teriak Lahya sebelum menjatuhkan kepalanya di dada Alif. Tenaga melemah. Ia lelah memberontak saat semua orang menahan tubuhnya.

Lahya menangis sejadi-jadinya. Ia menangis, wajahnya bersembunyi di dada Alif. Perlahan ia merasa tangan-tangan mulai lepas dari tubuhnya yang berhenti memberontak.

"Lahya?" panggil Alif tidak bisa dalam posisi seperti sekarang. Semua mata menatap ke arah mereka berdua sekarang.

"Infusnya lepas, saya panggil suster dulu, ya?" alibi Alif masih menekan bekas jarum infus di tangan Lahya.

Lahya menggeleng. Ia sesegukan. Air matanya sudah habis keluar. Kepalanya kembali berdenyut kuat. Ia tidak bisa berfikir apa pun sekarang. Otaknya buntu. Dunianya hancur. Mentalnya rusak. Isi kepalanya dipenuhi bayang-bayang masa lalu.

Alif sendiri tak henti-henti beristigfar. Ini salah. Penyesalan terbesar sudah hinggap di hatinya. Ia takut Tuhannya cemburu. Ia tidak mau berpisah dengan Lahya. Ia takut saat Tuhannya cemburu dan malah akan memisahkannya dari Lahya, sebab cara mereka salah. Mereka belum sah, tapi sudah melewati batas.

"Lahya sama aku aja. Biar Gus Alif panggil suster dulu," ucap Nadine melihat Alif tidak nyaman.

Lahya menggeleng. "Gus, jangan tingalin Lahya."

"Kalian belum mahram. Jangan seperti ini, ya, Nduk?" Pak Yasin mengingatkan anaknya.

Alif menatap pak Yasin dan Giandra tidak enak hati. Dengan terpaksa Alif menjauh. Sementara Lahya, menatap tidak percaya ke arah Alif. Alif bahkan menaruh tangan Lahya perlahan menyadari darah sudah berhenti keluar dari bekas jarum infusnya. Air matanya kembali mengalir, sebuah ketakutan besar menyerang dadanya. Ia begitu takut polisi muda ini akan meninggalkannya setelah semua ini.

Pasti Alif sudah tidak mau dengan gadis tidak waras sepertinya. Alif pasti merasa jijik dengan kejadian sepuluh tahun lalu. Memangnya siapa juga yang mau dengan bekas pedofil seperti dirinya. Lahya benci. Ia benci dengan isi pikirannya sendiri.

ALIFWhere stories live. Discover now