Epilog 🏐

365 14 0
                                    

Aku bahagiamu, kamu bahagiaku. Bahkan dulu, tidak ada yang menyangka akan sebahagia ini_

🏐🏐🏐🏐🏐

Satu tahun kemudian

Satu bulan yang lalu adalah acara tasyakuran satu tahunan sang buah hati Shafira dan Asnawi. Tidak menyangka jika bayi kecilnya sudah satu tahun membersamai kehidupan menjadi pelengkap rumah tangga keduanya. Bahkan sang putra sudah bisa memanggil Shafira dengan sebutan 'bu' dan Asnawi dengan sebutan 'yah'. Meski hanya sepenggal dan bukan ucapan kata yang utuh, sebagai orangtua muda, Shafira dan Asnawi cukup bersyukur atas segala yang Allah berikan.

"Dek Rasya, besok kita ke rumah mbah uti, di Makasar" ujar Shafira mengajak ngobrol sang putra yang asik bermain mobil-mobil an.

Walaupun masih belum bisa menanggapi, sang putra menampilkan senyumnya yang sangat manis seperti sang ayah.

Untuk acara setahunan Rasya, orangtua Asnawi memang berhalangan hadir ke Jawa. Sebagai gantinya dan untuk tetap bersilaturrahmi dengan saudara yang ada disana, Shafira dan Asnawi akan ke Makasar dengan sang putra.

"Dek, jangan lupa di cek nanti barang yang akan dibawa. Terutama kebutuhan milik Rasya!" Kata Asnawi.

"Besok jadi dapat tiket keberangkatan jam berapa, Mas?"

"Jam delapan pagi. Kan barang udah di kemas dari kemarin, di cek lagi, takutnya ada yang ketinggalan"

"Sudah, Mas. Tadi waktu Dek Rasya tidur, Shafira cek lagi barang yang akan di bawa"

Asnawi menatap lembut wajah cantik istrinya. Berjalan pelan ke arah Shafira dan memeluk erat. 

"Terimakasih ya, Dek" ujar Asnawi di sela memeluk erat tubuh Shafira.

"Aku juga mau ucapin banyak terimakasih buat Mas Awi. Udah bimbing Shafira sampai saat ini. Udah bantuin Shafira ngurus Dek Rasya dan semuanya"

Tidak terbayangkan sejak dulu. Apalagi Shafira yang masih muda dan baru lulus SMA harus dijodohkan dan menikah. Meski ia masih diperbolehkan melanjutkan pendidikan kuliahnya, tentu dulu Shafira berpikir semua akan menjadi beban. Namun, Allah maha baik untuk semua hambaNya.

Dengan menikah pun Shafira bisa tahu tentang bagaimana tanggungjawab perempuan yang sudah bersuami. Bangun pagi dan menyiapkan keperluan suami serta menyiapkan sarapan. Dibantu dengan art yang memang Shafira pekerjakan untuk membantunya mengurus rumah.

🏐🏐🏐🏐🏐

Pukul tujuh pagi Shafira dan Asnawi sudah berada di bandara Juanda diantar oleh ayah. Shafira yang nampak terlihat seperti anak kecil terlihat lucu karena ia menggendong Rasya. Barang yang dibawa tidak terlalu banyak, hanya tas ransel berisi perlengkapan Rasya selama perjalanan yang tetap dibawa Asnawi. Koper sudah masuk ke dalam bagasi karena sudah lolos pengecekan.

"Hati hati di jalan, ayah titip Shafira dan cucu ayah. Sampaikan salam ke ibu dan ayahmu disana, Wi" ujar Ayah, memeluk Mas Awi dan menepuk bahu kokohnya.

"Baik, Yah. Awi sampaikan sampai disana. Kalau ayah punya banyak waktu senggang juga kita nanti bisa main ke Makasar bersama"

Pekerjaan ayah Shafira memang tidak bisa ditinggalkan. Banyak sekali pertemuan-pertemuan dengan orang-orang penting yang menjalin kerja sama dengan perusahaan sang ayah.

"Jaga kesehatan selama di Makasar, Nduk"

"Iya, Ayah"

Shafira memeluk sang ayah. Rasya pun dicium berkali kali oleh sang kakek yang sangat menyayanginya. Menunggu keberangkatan, ayah shafira pamit untuk pulang dahulu karena ada jadwal penting jam sembilan.

🏐🏐🏐🏐🏐

Tepat pukul delapan, pesawat lepas landas dari bandara Juanda ke Makasar. Perjalanan ditempuh kurang lebih satu jam setengah. Rasya sudah tidur di pangkuan Asnawi saat sudah duduk di kursi penumpang. Shafira yang duduk di dekat jendela pesawat pun mengabadikan momen tersebut dengan memotret awan.

"Kalau mau di makan sarapannya dimakan dulu aja, Dek" kata Asnawi

"Shafira suapin sekalian ya, Mas. Biar Mas Awi juga makan"

Shafira mulai membuka makanan yang tadi diberikan oleh pramugari. Ia menyuapkan makanan terlebih dahulu ke suaminya. Bergantian dengan menyuapkan makanan ke dirinya sendiri.

"Kalau masih lapar, dibuka semuanya aja, Dek"

"Kenyang banget, Mas. Kan tadi juga kita udah makan sebelum berangkat"

Shafira membereskan wadah makanan yang isinya sudah habis ia makan berdua dengan Asnawi. Membuangnya ke tempat sampah yang ada didekatnya.

Putranya, Rasya terbangun karena memang menuju jam sembilan siang terbiasa meminum asi. Shafira mengekuarkan botol susu milik Rasya yang sudah terisi penuh asi.

Sebegitu hausnya melihat Rasya yang menyedot kuat dot susu nya. Membuat Asnawi yang menatap sang anak tersenyum lembut. Memang, Rasya sejak kecil tidak dapat meminum susu formula. Mengetahui hal itu membuat Shafira harus rajin mengonsumsi makanan yang dapat memperlancar air asinya keluar. Apalagi dalam rekam dokter, bayi diberi asi hingga umur dua tahun.

Asnawi masih terjaga dengan memangku anaknya. Shafira sudah bersender tertidur. Pesawat akan sampai dua puluh menit lagi.

"Bangun, Dek. Sudah sampai di Makasar"

Shafira mengerjapkan pelan kedua matanya. Beberapa penumpang sudah bersiap untuk keluar dari dalam pesawat. Menunggu aba aba dari pramugari.

Turun dari pesawat, bergantian Shafira yang menggendong Rasya. Asnawi membawa koper dan tas ransel. Kedua orangtuanya sudah mengabari menunggu di ruang tunggu.

"Assalamualaikum, bunda!" Ucap Shafira saat bertemu sang mertua.

Bunda Asnawi menatap dan tersenyum melihat sang menantu yang sangat disayangi oleh keluarga besarnya. Mengambil sang cucu yang sangat ia rindukan.

"Ayo langsung ke mobil. Istirahat di rumah. Bunda sudah masakin makanan kesukaan kalian tadi"

Asnawi mengikuti jalan sang ayah menuju ke tempat parkir mobil. Shafira dan bunda Asnawi menunggu di luar tempat parkir.

"Kok udah besar cucu uti yang ini" ucap bunda Asnawi gemas dengan Rasya.

"Sudah satu tahun Rasya Mbah Uti" jawab Shafira menirukan suara seperti anak kecil.

Perjalanan menuju ke rumah disambut hangat oleh beberapa keluarga yang memang ingin sekali melihat langsung wajah bayi kecil Asnawi. Rumah yang biasanya hanya ada orangtua Asnawi dan adiknya, kini nampak sangat ramai. Bahkan beberapa saudara muda Asnawi berebut untuk menggendong sang putra yang tertawa lucu saat dijahili.

"Mbak Shaf, buat lagi ya Asnawi juniornya!"

"Iya nih, biar kita nggak rebutan gini kalau lagi main ke Makasar!"

Celotehan aneh sangat membuat Shafira tersipu. Masih belum ada gambaran ia akan menambah anak. Semua sudah diatur oleh Asnawi jika Shafira kalau bisa menyelesaikan dahulu kuliahnya. Nanti akan bebarengan dengan umur sang anak pertama yang cukup jika akan memiliki adik.

Pernikahan memang kadang menjadi hal yang ditakutkan oleh banyak wanita akan beberapa berita yang viral di media. Namun, semua tergantung bagaimana manusianya. Karena pastinya semua manusia tidak dapat di sama ratakan. Kurangnya pasangan memang sudah menjadi hal yang lumrah dengan belajar untuk bisa lebih saling melengkapi tanpa membeda-bedakan.

Tentang menikah harus setara? Ya itu memang benar. Namun bukan perihal setara segi harta, gelar, atau yang sejenisnya. Dimaksudkan setara mengarah ke daya pikiran bagaimana menyikapi apapun hal dengan baik dan benar agar tidak terjadi perpecahan di sebuah keluarga yang dibina.

Selesai

Bwi, 26 September 2023

Alhamdulillah akhirnya cerita yang saya buat sudah selesai. Terimakasih untuk para pembaca yang sudah setia memberikan vote dan komen agar cerita ini tetap berlanjut
☺️

Ketemu lagi di cerita selanjutnya ya
😊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mas Awi (On Going) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang