Bermalam di Sanur🏐

506 34 3
                                    

"Tatkala matahari  tenggelam, saat itu juga aku memutuskan bahwa aku adalah milikmu"

🏐🏐🏐🏐🏐

Rencana awal, Shafira dan Mas Awi tidak akan berpindah Villa. Tapi diluar dugaan jika salah satu teman Mas Awi yang asa dibali menawarkan Villa gratis di dekat Sanur. Sebagai bentuk hadiah pernikahan kami berdua.

"Sudah dikemas semua, dek?"

"Sudah, mas. Kita naik apa kesana?" ujarku setelah mengeluarkan koper yang berisi pakaian itu dari kamar.

"Dijemput sama temennya Mas yang kemarin itu"

Selang beberapa menit, mobil honda jazz hitam datang didepan Villa. Mas Awi menyeret koper yang aku keluarkan tadi. Sedangkan aku membawa tas ransel dan tas selempang kecil. Ternyata teman Mas Awi menjemput kami berdua bersama istri dan anaknya yang berumur empat tahun.

"Ini istrimu, Wi?" tanya istri teman Mas Awi saat kami berdua sudah duduk dikursi belakang.

"Iya, Shafira namanya" jawab Mas Awi dengan tersenyum.

"Mas, si Awi nggak pedofil kan? Istrinya cocok banget jadi adikku tahu, imut banget masih gemes tau lihatnya"

Dasar sifatku yang suka melihat orang tanpa tahu apa yang dibicarakan memang sering terjadi. Aku kira istri teman Mas Awi akan mengejekku, nyatanya malah menganggap bahwa aku terlihat seperti menjadi adik Mas Awi.

Aku memang sadar diri jika posturku lebih kayak anak yang masih sekolah. Tapi ayolah, meski kebanyakan orang pingen wajah yang baby face dan tubuh kecil, menurutku lebih baik bersyukur dengan apa yang kita punya. Karena berwajah baby face pun nggak semua orang suka, kadang juga nggak mau kalau dianggap masih anak kecil.

"Masih sekolah atau gimana, Shaf?" tanya istri teman Mas Awi sambil menatapku.

"Baru lulus sekolah, mbak" jawabku sedikit malu.

"Wah....bakal ada ibu muda nih, Mas. Awi nggak buru-buru punya anak kan?"

"Doain aja lah Nam, semoga biar ada Awi junior"

Gelak tawa memenuhi mobil saat itu. Menjadikan perjalanan semakin seru meski aku hanya bisa tersenyum dan menunduk malu. Tangan Mas Awi menggenggam erat telapak tanganku ketika ada ucapan yang melewati batas wajar. Genggaman yang disembunyikan dibalik punggung agar nantinya aku tidak terlalu terbawa suasana.

Jika berbicara terkait anak, sebenarnya aku juga merasa tidak bisa menjadi istri yang seutuhnya. Tapi aku sendiri juga belum siap jika menjadi ibu diusia muda. Pikiran itu terus berkelana diotakku sampai mobil yang ditumpangi berhenti di sebuah Villa yang lumayan besar.

🏐🏐🏐🏐🏐

"Serius banget dek, nonton apa?"

Aku yang menyender pada tembok kamar mendongak, menatap Mas Awi yang juga ikut duduk dilantai dengan alas karpet bulu.

"Ini lhoh...pemain timnas viral semua. Ganteng-ganteng lagi yang main!" jawabku antusias seraya menunjukkan video-video yang hampir menampilkan orang yang sama.

Kening Mas Awi berkerut saat aku menunjukkan video itu.

"Itu kan videonya sudah lama, dek. Dua tahun lalu"

Seperti ada yang janggal ketika Asnawi mengucapkan jika itu video lama yang viral kembali.

"Kok Mas Awi tahu? Atau jangan-jangan Mas Awi timnas ini juga?"

Jiwa kepo Shafira semakin mendalam. Memang ia tadi juga memperhatikan setiap wajah para pemain, hanya sekilas saja ia merasa ada yang mirip dengan suaminya.

Mas Awi (On Going) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang