Sebuah Rasa🏐

696 36 0
                                    

"Banyak hal yang mengatakan bahwa semua karena cinta. Tetapi semua itu bergantung seperti apa kita mengendalikan sebuah rasa yang ada"

Acara resepsi kedua di Makassar berjalan dengan lancar. Jika di Surabaya diramaikan oleh teman-teman Mas Awi yang ada di Jawa Timur dan sekitarnya, maka di Makassar dipenuhi oleh teman-teman Mas Awi yang dulu satu klub dalam dunia sepak bola. Untuk temanku sendiri tidak ada yang menghadiri karena sudah hadir saat resepsi di Surabaya.

"Berat dek hiasan kepalanya?" tanya Mas Awi saat aku menghela nafas pelan selesai menyalami beberapa tamu yang datang.

Dimana acara di mulai setelah dzuhur, alhasil aku merasa sangat capek karena tamu undangan dari keluarga Mas Awi yang sangat banyak. Berdiri untuk menyalami dan duduk kembali. Ditambah memakai baju adat yang hiasan kepalanya terasa berat.

"Nanti ganti gaun dek buat acara yang malam hari. Kemarin aku sudah bilang sama bunda untuk memilih gaun yang modern"

"Iya, mas" jawabku singkat karena harus berdiri lagi menyalami tamu. Apalagi ditambah foto berkali-kali yang menambah rasa ingin duduk dan istirahat tanpa melakukan pemotretan album resepsi.

"Mas ambilin air dulu ya"

Mas Awi turun dari pelaminan mengambil dua gelas air kemasan meninggalkanku duduk sendiri. Cukup lama. Kedua mataku menatap seluruh tamu undangan yang sedang menikmati hidangan. Aku terpaku melihat Mas Awi yang sedang mengobrol dengan perempuan bersama keluarga besarnya juga.

Sedikit rasa gelisah menyelinap masuk, membuat pikiran Shafira berprasangka sangat jauh. Berkali-kali meyakinkan diri sendiri dengan sebuah rasa yang memghadiri hati.

"Mbak Shafira cemburu ya liat Mas Awi ngobrol sama tamu perempuan itu?" celetuk Naura yang tanpa Shafira sadari sudah duduk disampingnya dengan tersenyum mengejek. Tak lupa Shafira melihat sepupunya itu membawa satu gelas air kemasan.

Shafira tak menjawabi pertanyaan itu. Entah mengapa moodnya malas menanggapi. Ia memilih duduk dan memandangi bunga yang dijadikan pegangan saat berfoto.

"Ini minumnya dari Mas Awi. Katanya setelah ngobrol tadi Mas Awi langsung ke belakang dipanggil sama Mbak periasnya. Jadi setelah ini Mbak shafira ganti gaun yang terakhir"

Shafira masih tetap diam. Hatinya benar-benar bimbang dengan munculnya perasaan asing.

" Diminum Mbak Shaf. Aku temani masuk ke dalam rumah kalau airnya sudah dihabiskan"

Benar-benar seperti anak kecil. Hal menyikapi saja Shafira kalah dengan Naura yang notabene lebih tua setahun Shafira. Menghela nafas sedikit berat, Shafira meminum air yang diberi Naura. Sedikit melegakan tenggorokan meski hatinya terasa kalang kabut.

🏐🏐🏐🏐🏐

D

ua jam setelah berganti gaun dan juga membenahi riasan wajah, Shafira bak anak kecil yang merengek meminta makan. Tapi memang perutnya terasa dililit tali karena belum terisi makanan sejak siang tadi. Hanya segelas air kemasan pemberian Naura.

"Ayah suapin Shafira, ya?" Rengek Shafira ketika hijabnya selesai dipasang.

"Makan sendiri dulu, Ayah sama Ibu mau kedepan masih banyak tamu yang datang, Shaf"

" Ayah plis ya? Terakhir deh disuapin ayah, ya?"

Dengan memasang wajah paling melas Shafira memohon agar ayahnya menyuapinya. Dilain hatinya yang lagi gak baik, ia juga tidak mengajak Asnawi bicara yang saat itu sedang mengobrol dengan Naura.

"Ayah suruh Asnawi biar nyuapi kamu"

Kedua mata Shafira terbelalak kaget dengan ucapan ayahnya.

" Nggak usah, ayah. Shafira makan sendiri aja"

Sebelum Shafira benar-benar makan sendiri, Asnawi yang terlihat sangat tampan dengan balutan kemeja navy berjalan menuju ke tempat Shafira duduk. Dibelakang, Naura tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi sepupunya.

"Sini, biar mas suapin. Jangan sampai nanti perut dek Shafira sakit saat acara malam"

Shafira masih diam, merutuki dirinya sendiri. Menatap suaminya itu yang dengan telaten memotong lauk dengan sendok dan memlerkirakan seberapa nasi yang muat saat Shafira makan dikarenakan dalam kondisi dirias sudah pasti makanpun sedikit sulit jika banyak bergerak ketika mengunyah.

"Mas Awi nggak makan juga?" tanya Shafira memulai obrolan terlebih dulu. Asnawi sudah menyuapinya sedari tadi, namun Shafira juga tidak mengetahui suaminya itu sudah makan juga atau belum.

"Iya makan. Bareng dek Shafira aja" jawab Asnawi pelan.

Asnawi mulai memakan nasi yang tadi juga dimakan oleh Shafira. Sepiring berdua sudah membuat Shafira gerogi. Karena dengan santai Asnawi makan tanpa ada rasa jijik jika itu sendok bekas miliknya.

"Mas, nggak jijik pakai sendok bekasnya Shafira?"

"Kenapa? Kamu kan istrinya mas, dek. Sudah halal jadi nggak apapa kalau sekaramg makan aja sepiring berdua"

Wajah Shafira terasa panas mendengar jawaban Asnawi. Lagi-lagi ia dibuat terbang, ditambah perutnya yang terasa digelitiki oleh banyak kupu-kupu.

"Blush on kamu nambah atau emang warnanya se pink itu, Dek?

"A...enggak kok, Mas. Emang mungkin warnanya kayak gini" jawab Shafira sedikit gugup.

Malam ini adalah resepsi terakhir. Shafira dan Asnawi menggunakan setelan berwarna navi. Asnawi dengan hiasan bunga kecil di saku jas, dan Shafira menggunakan mahkota kecil dikepala serta gaun yang dipenuhi pernak pernik yang terlihat mewah.

Tamu undangan kali ini adalah teman-teman Asnawi  yang ada di Makassar. Sedangkan yang di Surabaya hanya beberapa orang yang datang dengan mencocokkan jadwal. Berhubung pernikahannya dengan Asnawi mengadakan dua resepsi, banyak sekali teman-temannya yang datang untuk mengucapkan selamat.

HAPPY WEDDING

ASNAWI MANGKUALAM BAHAR
&
SHAFIRA NABILA RAHMA


Sudah guys....masih bertahap dan resepsi keduanya sudah selesai. Tinggal mengarungi rumah tangga bersama dengan segala rasa.

Jangan lupa vote dan komennya ya😊

Terimakasih sudah setia membaca cerita saya

Bwi, 07 Januari 2022

Untuk cast tokoh nanti aja ya. Aku belum kepikiran soalnya siapa yang cocok🤓

Mas Awi (On Going) SELESAIWhere stories live. Discover now