Kisah Dewata🏐

525 33 0
                                    

"Heroiknya ombak pantai pagi itu, menunjukkan bahwa meski tak bergelombangpun aku tetap mencintaimu"

🏐🏐🏐🏐🏐

Kemarin sore, Aku dan Mas Awi menghabiskan waktu di pantai Kuta. Menikmati indahnya senja selayaknya pasangan halal lainnya. Menghabiskan waktu bersama untuk saling menyalurkan rasa.

Pagi setelah sholat subuh, aku sudah bersiap menunggu Mas Awi di teras Villa. Langitpun masih menggelap, belum menampakkan cahaya matahari. Kali ini kami berdua akan menuju pulau dewata. Pulau yang mana menyimpan banyak keindahan bak surga. Perjalanan yang hanya memakan waktu singkat, bersepeda menjadi pilihan kami sekalian berolahraga dan mersakan udara segarnya suasana pagi.

Dewata itu mengajariku banyak pengetahuan. Dimana pastinya Bali adalah negara dengan mayoritas penduduk Hindu, saling mengeratkan sikap toleran antar beragama bisa aku praktekkan disini. Dewata yang indah dengan segala isinya.

Perlahan saat aku dan Mas Awi sudah sampai di pulau Dewata, sepercik cahaya matahari sudah mulai terlihat. Mas Awi menggenggam tanganku berjalan masuk menatap indahnya gulungan ombak pagi.

"Indah ya, mas. Suasananya enak banget" ujarku seraya memejamkan mata.

Mas Awi mengajakku duduk lesehan di pasir yang jauh dari ombak. Memakaikan kaca mata hitam yang ia keluarkan dari tas selempang kecil yang melekat ditubuhnya.

"Pakai ini" kata Mas Awi memasangkan kaca mata itu padaku. Ia juga memakainya. Mempererat genggaman tangan kami berdua. Entah Mas Awi memejamkan mata atau tidak, hanya terlihat bahwa Mas Awi menikmati munculnya cahaya pagi ini. Sedangkan aku tersenyum tipis. Berharap bahwa pernikahanku akan selamanya seperti ini.

"Beli es kelapa muda, boleh?" tanyaku sedikit berbisik didekat telinga Mas Awi.

"Boleh, tapi beli sarapan dulu"

Aku mengangguk dengan senyum yang semakin lebar. Bahkan honeymoon kali ini berasa seperti liburan kenaikan kelas. Isinya jalan-jalan dan menikmati makanan. Tak jarang orang yang bertemu dengan kami berdua menganggap bahwa Mas Awi adalah kakakku dan aku adiknya. Orang-orang memang seperti itu, hanya melihat dari satu sisi.

🏐🏐🏐🏐🏐

Sebelum membeli es kelapa muda, Mas Awi sudah membelikanku nasi bungkus. Kami berdua memakan sarapan itu dengan duduk di kursi penjual es kelapa muda sambil menunggu es yang dipesan jadi.

"Kakak cantik!" sapa anak kecil umur dua tahunan yang berdiri disampingku. Aku segera menelan makananku dan tersenyum ke anak itu.

"Hai, gemes banget sih dek!" kataku dengan mencubit pipi tembemnya. Anak itu tersenyum sehingga kedua matanya terpejam. Mas Awi yang masih menghabiskan sarapannya hanya melihat keakrabanku dengan anak kecil ini.

"Shiren! Ya allah sayang, kasihan kakaknya nggak jadi makan kan" ucap perempuan dengan hijab panjang saat menghampiri anak kecil tadi yang bernama Shiren.

"Maaf ya, dek. Anak saya malah ganggu sarapannya kalian" ucapnya dengan menangkupkan kedua tangan didepan dada.

"Nggak apapa kok mbak. Shiren nggak ganggu kami, ya kan Mas?"

Mas Awi mengangguk sebagai jawaban. Shiren, anak itu menghampiri Mas Awi dengan menampilkan wajah lucunya.

"Pasti anti kalau Om dan kakak ini unya dedek bayi, cantik banget kayak kakaknya" ujar Shiren dengan kalimat yang masih berantakan.

Mas Awi (On Going) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang