Chapter 22

60.1K 5.3K 2K
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kasih emot dulu buat chapter ini

***

Hal yang Manggala lakukan pada Askara ataupun Kala di masa sekarang adalah hal yang sebenarnya ia inginkan di masa lalu dari papa. Hal sepele seperti digendong saja—kalau tidak salah mengingat—belum pernah ia dapatkan. Dulu setiap papa pulang dari luar kota, hanya adik tirinya yang selalu digendong dan mendapat banyak ungkapan sayang. Salah satunya dengan dibelikan banyak mainan tanpa diminta. Sementara Manggala, meminta satu mainan pun belum dikabulkan sampai hari ini. Bahkan pernah suatu waktu, ketika meminjam mainan mobil-mobilan milik adik tirinya, tangan Manggala sengaja diinjak oleh papa. Sampai hari ini, rekaman adegan yang membuatnya menangis kesakitan itu masih tersimpan baik dalam ingatan. Rasa sakitnya pun masih ia ingat baik-baik.

Manggala menyayangi Kala dan Askara. Sangat. Secara singkat, mereka adalah sumber kehidupan Manggala. Karena itulah, ia tidak akan membiarkan mereka mendapat kesakitan apapun. Masa lalu menjadi guru terbaiknya untuk menjadi seorang papa yang baik. Memotivasi agar mengupayakan apa yang terjadi padanya, tidak terjadi pada mereka. Manggala berani memastikan kalau mereka akan tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang darinya.

Dulu, Kala kecil sudah mendapatkannya. Sekarang giliran Askara yang ia gendong dan mendapat banyak kecupan penuh sayang. Walaupun kadang-kadang niat baiknya menjadi hal yang membuat bocah itu jengkel.
Seperti sekarang.
Askara yang dipeluk dan diserang kecupan di pipi, terus saja berontak.

"Buatkan aku nyot-nyot dulu, Papi," erang Askara kesal untuk ketiga kalinya. Sejak berpisah dengan Jiro, papi yang menunggu di lobby langsung membawa ke gendongan dan memeluknya erat. Pun belum dilepas sampai tiba di unit apartemen Viola. Padahal Askara sudah merengek minta dilepas.

"Jangan cium-cium terus! Buatkan aku nyot-nyot dulu!"
Dengan tenaganya yang tidak seberapa dibanding sang papi, Askara dorong wajah Manggala agar menjauh dan berhenti menciumi pipinya. Lalu, sippy cup kosong ia pukulkan pelan-pelan ke kepala sang papi yang begitu bebal. Rasakan! Minta baik-baik tidak dikabulkan, ya, jangan salahkan Askara kalau menggunakan kekerasan fisik yang tidak keras.

Baru setelah dipukul, Manggala berhenti mencium pipi gembil yang sudah Askara lindungi dengan telapak tangan. "Cium Papi dulu seratus kali, baru Papi buatkan nyot-nyot."

"Papi!" omel Askara. Mencengkeram kerah kemeja sang papi, bocah itu pun menegakkan punggung, lantas mengulurkan tangan, dan menjewer telinga Manggala. "Aku belum bisa berhitung sampai dengan seratus! Sepuluh saja mau tidak?"

"Boleh deh," putus Manggala lantas menyodorkan pipi kiri. Dengan jari jari telunjuk, ia memberi tanda dimana si bungsu harus menciumnya. "Kalau salah hitung, harus diulangi dari satu lagi."

"Ish!" Askara bersungut-sungut menatap papinya dengan mata menyipit. Setelah memeluk kepala Manggala, ia pun konsentrasi penuh dan mulai berhitung mencium pipi pria itu sampai banjir salivanya. Yang dicium, diam-diam tersenyum, dan berusaha mengacau konsentrasi bocah itu. 

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang