Chapter 27

108K 5K 1.3K
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasih emot dulu buat chapter ini

Maaf, ya, lama update-nya. Tiap mau ngetik, ada aja halangannya. Dari sebelum hari kemerdekaan tuh banyak kegiatan di lingkungan yang harus diikuti dan bikin capek banget. Kalau capek, nggak bisa mikir akutuh. Kek penginnya ya langsung tidur.

Semoga setelah kelarnya semua kegiatan, bisa kembali update kayak sebelumnya mwhehehe

Btw, chapter ini super duper panjang buat obat kangen 👉👈

Happy reading yaaa :))

Dari banyaknya kemungkinan tentang perempuan dengan balutan floral dress merah muda, Viola paling yakin dengan kemungkinan kalau perempuan itu adalah mantan istri Manggala.

Keyakinan ini didapat dari bagaimana reaksi pria itu ketika melihatnya. Dimana di detik pertama tertangkap netra, perempuan itu berhasil mengambil seluruh atensi Manggala. Memang tak mengatakan apa-apa, tapi dari cara pria itu menatap dengan jenis tatapan berbeda, air muka yang mendadak berubah sendu, serta bagaimana usahanya mengalihkan perhatian agar Askara tak melihat sosok itu, sudah cukup menjelaskan.

Kalau pun bukan mantan istri seperti dugaannya, paling tidak perempuan itu bukanlah perempuan biasa dalam hidup Manggala. Pertemuan singkat dengan orang yang tak berarti apa-apa, tak mungkin beri efek samping sebesar ini. Mengabaikan Askara sampai nyaris saja dikendalikan emosi ketika bocah itu bertingkah keterlaluan demi menarik perhatian dan bersikeras menolak meski Askara sudah merengek berkali-kali.

Pria di sampingnya seperti bukan Manggala yang ia kenal.
Viola memang belum lama mengenalnya, namun setidaknya ia paham kalau sosok Nawasena Manggala adalah papi terbaik untuk Askara dan Kala. Sangat lemah kalau menyangkut mereka. Terlebih ketika sudah melibatkan sorot memelas, suara rengekan, dan air mata. Tapi kali ini pertahanan Manggala benar-benar kokoh.

"Papi bad, Tante Pio. Bad sekali," adu Askara begitu melesakkan kepala ke perpotongan leher Viola sampai empunya menggeliat kegelian sewaktu embusan napas hangatnya menerpa kulit. Bocah itu memang paling tidak bisa kalau ada yang meninggikan suara sewaktu menegur. Siapapun yang melakukan itu padanya akan mendapat cap buruk, tidak terkecuali papinya sendiri.

"Duduknya yang bener dulu, baru bicara sama Tante."

Dengan gerakan lamban, Askara jatuhkan pantat ke pangkuan Viola, lantas mendongak menatap perempuan itu. Ia ingin pengasuhnya melihat dengan jelas raut menyedihkan yang tengah dipasang.
"Tante Pio ...."

"Iya, kenapa hmm?"

"Hari ini aku tidak suka Papi. Papi bad. Bicara keras, marah-marah besar seperti orang jahat. Aku takut, Tante Pio."

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang