Chapter 32

69.9K 3.8K 1K
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasih emot dulu buat chapter ini

*yang teliti, ya, dan inget-inget bab-bab sebelumnya :))

***

Katakanlah Manggala gila.
Sebab hanya karena ingin cepat-cepat menemui Nagita—Gigi—pria itu mengesampingkan keselamatan.  Memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi saat tubuhnya bisa dibilang dalam kondisi kurang fit. Normalnya, jarak rumah ke rumah Jihan ditempuh dalam waktu satu jam, bahkan mungkin lebih dari itu. Kali ini tak lebih dari setengah jam, ia sudah sampai di tempat tujuan.

Tanpa buang-buang waktu, pria dengan kaus hitam belel dipadu celana cargo selutut berwarna senada, dan sandal jepit sebagai alas kaki itu bergegas turun. Melangkah tergesa sembari mengantongi kunci mobil menuju pintu utama dan berakhir mengetuk pintu tak sabaran.

"Mas Gala, kok?"
Jihan yang membukakan pintu dibuat terkejut. Saat pesan tentang Nagita diabaikan begitu saja oleh Manggala, ia pikir pria itu sudah tidak peduli lagi, pun tak mungkin repot-repot datang. Kok bisa secara tiba-tiba sudah sampai di rumahnya secepat ini tanpa memberi tahu?

"Aku nggak minta ke sini loh, Mas. Tadi cuma ngasih tau doang kalau Gita lagi main," sambung Jihan.
Dalam hati, ia mulai mempertanyakan lagi agenda move on yang katanya sudah berhasil itu.
Berhasil menurut Manggala, seperti apa sih? Baru diberi tahu kalau Jihan di rumahnya saja langsung sat-set datang.
"Ngomong-ngomong kamu ke sini sendirian, nggak sama anak-anak? Tumben banget? Biasanya pada ikut. Terus mereka di rumah sama siapa dong? Viola, ya? Kenapa nggak diajak sekalian, sih?"

Alih-alih menjawab serangan pertanyaan beruntun itu, Manggala justru balik bertanya. "Gigi mana?"

"Ada, di dalem. Mas mau ketemu sa—"
Kalimat Jihan terputus saat tiba-tiba saja Manggala menerobos masuk, melewatinya begitu saja.

Sesaat setelah menutup pintu, ia pun ikut mengambil langkah. Mengekori Manggala yang masuk semakin dalam sewaktu tak menemukan siapa-siapa di ruang tamu. Dengan sok tahunya, papi Askara itu terus berjalan. Melewati ruang tengah sampai berakhir di dapur. Di sana, pria itu terus celingukan mencari seseorang.

"Nggak ada," pungkas Manggala usai menyisir sekitar sampai tiga kali.

"Apanya yang nggak ada?"

"Kamu bilang Gigi masih di sini."

"Emang masih di sini kok."

"Dimana?"

"Di kamar tamu, kayaknya belum selesai. Tadi masih beresin ba—"

Tak menunggu Jihan menyelesaikan kalimatnya, Manggala balik badan.
Ia sudah hafal letak setiap ruangan di rumah ini dan hanya ada satu kamar tamu. Jadi Manggala tak ragu sewaktu mengambil langkah, begitu juga saat mendorong pintu berwarna cokelat hingga terbuka sempurna. Di dalam sana ia dapati perempuan berambut panjang tergerai menutupi punggung, tengah sibuk memindahkan pakaian dari koper ke lemari sembari bersenandung lirih. Meski hanya tampak belakang, Manggala 100% yakin kalau sosok itu memang Gigi. Belum ada detail tentangnya yang hilang dari ingatan sekalipun sudah tak bersama.

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang