Gavin untuk Givea (Tahap revi...

By Loudstarr

252K 16.4K 2.4K

"Pilihan lo cuman dua pergi atau mundur?" "Sampai kapanpun pilihan aku cuman satu kak, tetep mencintai kamu s... More

Part 1 : Bekal (Sudah revisi)
Part 2 : Tak menyerah (Sudah revisi)
Part 3 : Nebeng (Sudah revisi)
Part 4 : Keluarga kepo (Sudah revisi)
Part 5 : Rizal Chandra Mahardika (Sudah revisi)
Part 6 : Merasa bersalah (Sudah revisi)
Part 7 : Sorry (Sudah revisi)
Part 8 : Chatting (Sudah revisi)
Part 9 : Sebuah pilihan (Sudah revisi)
Part 10 : Salahkah mencintai? (Sudah revisi)
Part 11 : Gosip netizen (Sudah revisi)
Part 12 : Givea marah? (Sudah revisi)
Part 13 : Berhenti? (Sudah revisi)
Part 14 : Rasa sakit (Sudah revisi)
Part 15 : Serpihan masalalu (Sudah revisi)
Part 16 : Tentang rasa (Sudah revisi)
Part 17 : Siska Audreylia (Sudah revisi)
Part 18 : Cemburu (Sudah revisi)
Part 19 : Pasar malam (Sudah revisi)
Part 20 : Titik terendah (Sudah revisi)
Part 21 : Ada apa dengan hati? (Sudah revisi)
Part 22 : Jatuh (Sudah revisi)
Part 23 : Menjauh (Sudah revisi)
Part 24 : Jangan pergi! (Sudah revisi)
Part 25 : Kehadiran Lina (Sudah revisi)
Part 26 : Tawaran
Part 27 : Gombalan Givea
Part 28 : Sebuah keputusan
Part 29 : Rumah sakit
Part 30 : Rumah sakit (2)
Cast🖤
Part 31 : Mulai membaik
Part 32 : Kejadian di kantin
Part 33 : Ungkapan Rizal
Part 34 : Gavin pergi jauh
Part 35 : Pelukan
Part 36 : Siska berulah lagi
Part 37 : Gagal move on
Part 38 : Kebohongan
Part 39 : Gavin emosi
Part 40 : Menghilang
Part 41 : Disekap?
Part 42 : Kembali bertemu
Part 43 : Ancaman
Part 45 : Pamit
Part 46 : Ujian sekolah
Part 47 : Rahasia Dinda
Part 48 : Teror
Part 49 : Teror kedua
Pengumuman

Part 44 : Kobaran dendam

3.2K 156 20
By Loudstarr

Happy Reading😊

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Sepatu Ando⛸️
Pulang sekolah latihan sama gue!
Read.

Givea mendengus sebal ketika membaca isi pesan itu. Tanpa berniat membalasnya, Givea kembali mengantongi ponselnya.

Masih pagi loh ini padahal?

Givea melemparkan tas dan buku yang sempat ia pegang di atas mejanya dengan asal, Givea duduk di kursi menggerutu, beruntung kedua sahabatnya itu sedang tidak ada di kelas. Entah kemana perginya, namun Givea menebaknya di toilet.

"Kenapa harus nanti coba? kenapa nggak besok ajasih, mager banget gue," gumam Givea berkomentar tak suka sembari mendelosorkan kepalanya di atas meja.

"HAI GOOD MORNING!"

Givea menutup telinganya refleks, selalu ada saja syaiton yang mengganggu ketenangannya, tidak bisakah sahabatnya itu membiarkan jiwa kemagerannya beristirahat sebentar?

"Suara lo cempreng plus fals, gausah di kenceng-kencengin, budeg kuping gue!" omel Givea melirik sekilas Farah yang masih berdiri.

"Nah bener tuh," timpal Dinda menyetujui.

"Jahat banget heran, ngatain sahabat sendiri gitu amat," balas Farah menggerutu.

Givea memutar bola matanya malas "Dari mana aja lo berdua? Kenapa baru berangkat?" tanyanya dengan mata memicing.

"Dari akhirat," balas Farah sebal.

"Amin." Givea meraup wajahnya mengaminkan ucapan Farah barusan.

Farah langsung mencubit lengan Givea lumayan keras "Anjir lo emang bener-bener ya! mulut lo lucknut banget deh, jadi pengen gue uleg,"

"Sebelum lo nguleg mulut gue, palingan gue duluan yang motong tangan lo!" balas Givea santai namun mampu membuat Farah bergidik ngeri.

"Ck, Ck, bener-bener sweet but psycho." Rizal berdecak sembari berjalan melewati mereka bertiga.

"Ngikut aja lo upil unta!" balas Farah mendengus sebal.

Rizal menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Farah mendelik "Bilang apa lo barusan?"

"Upil unta, kenapa emang?"

Hidung Rizal kembang kempis tanda cowok itu menahan kesal "Oke upil unta masih mending," gumamnya menarik napas pelan "Daripada kuntilanak, yekan?"

Farah langsung melotot tak terima ketika Rizal mengatainya 'kuntilanak' barusan. Memangnya Rizal pikir, ia mirip dengan makhluk bermuka pucat itu apa? Sungguh kesabarannya benar-benar diuji.

"LO--"

"Udah stop! Gausah ribut disini! Gue capek denger keributan kalian terus tiap hari!" bentak Givea memotong ucapan Farah dengan napas memburu.

Givea langsung bangkit berdiri dari kursi dan berjalan keluar kelas. Sedangkan ketiga orang itu menatap punggung Givea dengan tatapan tak percaya.

"Kenapa dia?" tanya Rizal dengan tatapan sulit diartikan.

Farah mengedik acuh "PMS mungkin!"

"Gue yakin ini pasti ada apa-apa," gumam Dinda pelan namun masih bisa di dengar oleh mereka berdua.

*****

Givea duduk termenung di taman belakang sekolah, ia memikirkan dirinya sendiri, Givea bingung mengapa akhir-akhir ini ia jadi emosian? moodnya juga lebih sering menurun, sebenarnya ia kenapa?

Givea mendesis, meraup kasar wajahnya dan bergerak gelisah. Givea bingung harus bagaimana menyikapi dirinya, bahkan Givea sendiri pun tidak tau apa yang sebenarnya hatinya inginkan.

Hingga kursi panjang yang ia duduki berdecit, bersamaan dengan seseorang yang mendarat duduk di sampingnya. Givea menoleh terkejut ketika mendapati Rizal yang tengah tersenyum manis ke arahnya.

Givea memalingkan muka, untuk apa Rizal datang menemuinya? padahal niatnya Givea sedang ingin sendiri.

"Ngapain?" tanya Givea akhirnya, sedikit tak sabar oleh rasa penasarannya.

Rizal tersenyum tipis dan berucap "Gue tau lo lagi ada masalah."

Gotcha! tebakan Rizal tepat sasaran.

Helaan napas berat terdengar di telinga Rizal. Cowok itu masih belum mengalihkan pandangannya dari wajah Givea. Menelusuri setiap inci sudut wajah Givea, yang tetap saja teramat cantik meski sedikit lesu.

"Nggak ada," balas Givea santai, pandangannya masih setia menatap ke arah depan dengan kosong.

"Cerita aja gausah di pendam sendirian," Rizal menjeda kalimatnya "Takutnya ntar lo depresot kan bahaya!" lanjutnya sembari terkekeh pelan.

Givea menolehkan kepalanya dan mendelik tajam, walaupun diam-diam ia juga ingin tertawa. Rizal itu sangatlah-- aneh.

Cowok itu seakan memiliki dua kepribadian. Apalagi ketika sedang bersama dengan Givea, terlihat jelas perbedaan sikapnya.

Kadang nyebelin, ngeselin, kadang bijak dan kadang juga dewasa. Entahlah Givea jadi pusing jika memikirkan sikap cowok itu.

Menurutnya orang-orang yang berada di sekeliling Givea itu memang memiliki sikap serba-- random. Bukan hanya Rizal saja namun Dinda juga contohnya.

Kembali pada topik. Givea masih tetap kukuh menggeleng dan meyakinkan orang-orang terdekatnya bahwa dirinya baik-baik saja.

Bukannya Givea tidak mau bercerita, hanya saja rasanya untuk mendefinisikan perasaannya sendiri saja sekarang sangatlah sulit. Apalagi ketika harus bercerita dari awal sampai akhir, Givea benar-benar tidak bisa. Kecuali pas ia refleks dan lelah menghadapi keadaan, maka mulutnya itu seolah akan bergerak sendiri dan mengoceh tanpa diminta. Seperti waktu lalu.

"Yaudah kalo gamau cerita gapapa Giv, gue gak akan maksa," Rizal pun akhirnya mengalah, membuat Givea sedikit merasa bersalah.

"Tapi kalo lo butuh apa-apa, bilang aja ya ke gue. Gue siap kok jadi sandaran Ibu ratu, bahkan jadi babu sekalipun gue siap," lanjut Rizal membuat Givea sontak tertawa.

Sial! Rizal ini menyebalkan!

Givea menampol lengan Rizal lumayan keras hingga membuat sang empu meringis "Bisa aja lo, Zal!" dengusnya sembari terkekeh.

"Apasih yang nggak bisa buat Givea."

Givea mendadak menghentikan tawanya, menatap Rizal penuh arti "Lo udah move on kan dari gue?" tanyanya spontan.

Rizal langsung terdiam, kemudian tersenyum samar.

"Tenang aja, meskipun gue gabisa lupain lo! Tapi gue bakal buang jauh-jauh rasa cinta ini Giv dan gue ganti sebagai perasaan sayang."

Kini giliran Givea yang bungkam.

Mengapa Givea mendadak merasa speechless. Eh tunggu-tunggu-- otak Givea masih ngelag. Ia masih sulit mengartikan maksud dari ucapan Rizal barusan. Maklum, otak gak pernah diasah ya gini!

"Yaudah yuk ke kelas, bentar lagi bel masuk," ajak Rizal bangkit lalu menarik lengan Givea. Givea yang tiba-tiba ditarik pun hanya menurut.

*****

Mereka sudah berjalan di pinggiran lapangan, Givea masih asik tertawa karena Rizal bercerita tentang masa kecilnya di sepanjang jalan menuju ke kelas. Sesekali Givea juga tertawa saat mendengar cerita Rizal yang menurutnya lucu.

Ternyata Rizal suka bermain boneka waktu kecil, bahkan Rizal masih suka ngempeng menggunakan dot sampai SMP. Bayangkan saja seperti apa masa-masa itu? Rizal benar-benar menceritakan aibnya sendiri hingga mampu membuat tawa Givea meledak.

Brukk.

Saking asiknya tertawa, Givea sampai tidak memperhatikan jalan, alhasil kini bokongnya sudah mendarat mulus di tanah.

Rizal membelalakkan matanya, ia langsung berjongkok membantu Givea untuk berdiri.

"Lo gapapa kan Giv?"

Givea menggeleng kuat, namun masih meringis, jatuhnya sangat tidak etis, bahkan bokongnya pun terasa amat nyeri sekarang.

Dasar ceroboh! kenapa sih Givea hobi banget jatuh?

Givea menepuk-nepuk roknya bagian belakang, mungkin warna roknya sekarang ini sudah berbeda akibat mencium tanah tadi.

"Makanya kalo jalan tuh liat-liat," omel Rizal menghela napas berat sedangkan Givea hanya nyengir tanpa dosa.

"Ekhem."

Refleks Givea dan Rizal menolehkan kepalanya saat mendengar seseorang berdehem, mendapati Gavin yang kini sudah berada di depannya dengan tangan yang disilangkan di depan dada, tak lupa tatapan mata yang mengintimidasi.

"Eh kak Gavin," Givea tersenyum setan ke arah Gavin. Sedangkan raut wajah Gavin nampak tak bersahabat, datar seperti biasa.

Rizal tersenyum tipis, ia sangat tau perasaan Gavin. Dari matanya saja Gavin terlihat cemburu namun cowok itu begitu gengsi mengungkapkannya.

"Giv, gue duluan ya," pamit Rizal langsung berlari kecil meninggalkan Givea.

Sedangkan Givea memandangi Rizal dengan cengo "EH ZAL! MAU KEMANA LO?" teriaknya namun tak digubris oleh Rizal.

Gavin menghela napas, tanpa aba-aba cowok itu langsung menarik lengan Givea lumayan kasar. Givea meringis, saat merasakan cengkeraman kuat di tangannya. Gavin ingin membawanya kemana?

"Kak, kita mau kemana?" tanya Givea hati-hati. Gavin masih diam tak merespon membuat Givea menghela napas.

Akhirnya mereka sampai, ternyata Gavin membawanya ke rooftop, sebenarnya apa yang ingin Gavin lakukan? jangan-jangan Gavin ingin-- stop it! Pikiran Givea sepertinya makin gila.

Gavin melepaskan cengkeramannya, menatap Givea dengan dingin "Kenapa sama dia?" tanyanya dengan raut tak suka.

"Hah?"

Jika kalian berpikir Givea itu lola? maka seratus persen pikiran kalian benar. Apalagi ketika sudah berhadapan dengan Gavin, otak Givea mendadak ngeblank.

"Kenapa bisa sama Rizal?" Gavin mengulang pertanyaannya, kali ini nada bicara cowok itu terdengar serius.

Givea menggaruk tengkuknya kemudian menjawab "Iya tadi kebetulan Rizal nyamperin aku di taman belakang, kita ngobrol-ngobrol sebentar."

"Cerita apa aja?" tanya Gavin mendadak kepo.

"Banyak kak. Aku kalo ngobrol sama Rizal itu nggak pernah sampai kehabisan topik, soalnya Rizal orangnya asik banget kalo diajak ngobrol," ujar Givea jujur, bahkan secara langsung Givea memuji Rizal dengan polosnya.

Tanpa sadar Gavin mengepalkan tangannya. Ada rasa tak terima di benaknya, ketika Givea terang-terangan memuji cowok lain di hadapannya. Meskipun yang diucapkan Givea benar adanya, namun tetap saja Gavin tak suka! entah mengapa?

"Jangan sama dia lagi!"

"Hah? gimana, gimana?" Givea memandang wajah Gavin dengan tatapan bingung.

"Ekhem, ma-maksud gue-- jangan ngobrol berduaan di taman belakang! gabaik! apalagi dia itu cowok!" peringat Gavin penuh penekanan.

Sejak kapan Gavin jadi ngurusin hidup orang?

Jelas saja itu bukan alasan tepat, karena secara logisnya Gavin tak suka melihat Givea dekat-dekat dengan Rizal.

Givea mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti "Iya kak, nggak lagi deh hehe," balasnya tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya.

Gavin mematung, terpana akan senyuman Givea. Sial! Mengapa sangat manis?

"Yaudah kita balik ke kelas, bentar lagi bel," ajak Gavin berjalan mendahului ke bawah. Sedangkan Givea memandangi punggung Gavin dengan kening berkerut heran.

Jadi Gavin mengajaknya ke rooftop, hanya untuk mengatakan itu?

Aneh.

*****

Givea menunggu Vando tepat di pintu masuk ruang musik. Bel pulang sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu, namun Vando masih juga belum menampakkan batang hidungnya. Givea menghela napas beberapa kali, kemana sebenarnya cowok itu?

Bukankah katanya tadi, pulang sekolah akan latihan?

"Lo ngapain disini?" pertanyaan dari seseorang membuat Givea terlonjak kaget.

Givea terkejut ketika mendapati Gavin tiba-tiba berdiri di sampingnya, sejak kapan cowok itu muncul?

"Eh i-iya kak, ini mau latihan."

"Latihan? latihan apa?" tanya Gavin mengernyit heran.

Givea menepuk jidatnya, Gavin kan belum tau soal itu. Waktu Vando menawarinya untuk gabung di grup band-nya Gavin masih berada di rumah sakit, wajar saja Gavin bingung.

"Latihan nyanyi, buat tampil di acara perpisahan kelas XII nanti, aku ikut jadi vokalis cewek di band Vando soalnya."

Gavin nampak terkejut, jadi Givea selama ini ikut eskul musik dan bergabung di band Vando? Itu artinya Givea nanti akan tampil bersama Vando di acara perpisahannya? Kenapa rasanya Gavin tidak rela?

Niatnya ingin mengajak Givea pulang bersama pun urung, mendengar Givea akan berlatih bersama Vando. Gavin jelas tau siapa Vando? Vokalis band musik SMA Karya Bakti yang dibentuk dengan nama StarOne.

"Sejak kapan?" tanya Gavin dengan nada dingin.

"Belum lama sih kak, baru kali ini juga aku ikut latihannya."

"Pulang sama siapa nanti?"

Givea terlihat berpikir. Hari ini Givea tidak menggunakan mobilnya, Gilang pun tadi pagi pergi ke sekolah juga di antar Papinya. Karena alasan sebenarnya kemarin Gilang menyerahkan kunci mobilnya, ternyata mobilnya rusak bagian mesin dan kini sedang berada di bengkel. Sialan memang!

"Palingan ntar pesen ojol kak."

"Pulang sama gue! Gue tungguin lo disini sampai selesai latihan!"

Givea mengerjap tak percaya dan juga memastikan pendengarannya apakah masih normal atau tidak?

"H-hah?" beonya.

Gavin mendengus "Masih kurang jelas, hm?"

"Eh a-anu bukan gitu kak, aku cuman--"

"Duh sorry ya Giv gue lama." Vando tiba-tiba datang bersama dengan kelima cowok tampan. Mereka adalah para anggota band StarOne juga.

Givea mendelik sebal menatap Vando "Lo tau? Gue sampai jamuran nungguin lo disini!" gerutunya membuat Vando tertawa.

Namun seketika tawanya berhenti ketika dirinya mendapati Gavin ada disana. Hening sesaat, pandangan mereka bertemu. Gavin menatap tak suka ke arah Vando, sedangkan Vando hanya diam dengan raut yang sulit di jelaskan.

"Jadi latihan nggak nih?" tanya Givea tak sabaran. Bahkan Givea sudah nampak kesal dengan Vando.

"Jadi dong, btw kenalin mereka ini--"

"Kenalannya ntar di dalem aja, gue nggak punya banyak waktu!" potong Givea cepat membuat Vando mendengus sebal.

Givea sudah tau siapa kelima cowok itu tanpa harus kenalan, karena mereka juga termasuk siswa SMA Karya Bakti, jadi bukan lagi asing baginya. Givea mendahului masuk membuat mereka semua menyusul, kecuali Gavin.

Gavin menghela napas panjang, lalu berjalan meninggalkan ruang musik dan memilih menunggu Givea di depan gerbang saja.

"GAVIN!!" langkah Gavin terhenti di depan kelas X saat namanya disebut lantang oleh seseorang.

Gavin berbalik dan memutar bola matanya malas saat mendapati Siska berlari kearahnya.

"Vin, aku pulang bareng kamu ya," pinta Siska merengek dan memegang tangan Gavin dengan tatapan memelas.

Gavin menyentak jijik "Masih punya harga diri juga ya, lo nunjukin muka lo di depan gue?" tanyanya tak habis pikir.

Siska menggeleng kuat "Aku masih cinta sama kamu, aku nggak mau kita putus gitu aja, aku minta maaf."

Gavin terkekeh sinis "Sayangnya nggak semudah itu, Sis! Sampah yang terlanjur gue buang, nggak akan gue pungut ulang!" tegasnya pedas.

"Kamu tega sama aku ngomong gitu..." lirih Siska dibuat-buat sedih.

Gavin mengeraskan rahangnya, menahan amarah yang mendadak mulai muncul.

"Gue tegasin sama lo sekali lagi! Stop ganggu hidup gue! Lo bukan siapa-siapa gue lagi!"

"Gavin aku--"

"Kita udah putus! Apa masih kurang jelas? P U T U S!" eja Gavin dengan geramnya.

Tak ingin berlama-lama berhadapan dengan makhluk halus, Gavin buru-buru melenggang pergi dari sana.

"IIH GAVIN, TUNGGUIN! AKU PULANG SAMA SIAPA DONGG?" Siska menghentak-hentakkan kakinya kesal.

Siska masih setia memandangi tubuh Gavin, hingga perlahan menghilang di balik gerbang. Saat sudah dipastikan Gavin pergi, Siska terkekeh geli.

"Gavin, Gavin. Lo boleh aja menang sekarang. Tapi sayangnya kali ini lo dapet lawan yang salah." gumamnya melipat kedua tangan di depan dada sembari tersenyum smirk.

*****

Satu jam lebih dua puluh menit lamanya Gavin menunggu Givea keluar dari ruang musik. Di ibaratkan roti tawar, Gavin mungkin sudah berjamur sekarang, saking lamanya gadis itu latihan.

Gavin tidak tau, alasan Givea menerima begitu saja permintaan Vando menjadikannya vokalis. Sebenarnya Gavin ingin protes, namun ia sadar diri ia yang bukan siapa-siapa mana mungkin mengekang kesenangan Givea. Lagian Gavin pikir-pikir, Givea juga menyukai dunia musik.

"Harusnya gue seneng dong Givea ikut eskul musik. Dia kan punya bakat," gumam Gavin memaksakan kehendak hatinya untuk tetap senang, meskipun sulit.

Gavin memukul kedua pelipisnya sendiri dan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak jelas "Stop Vin! Bisa gila lo lama-lama."

"KAK GAVINN!" teriakan melengking dari arah belakang mampu mengejutkan Gavin.

Gavin yang sedang numpang duduk di halte bus pun menoleh ke arah gerbang. Melihat Givea yang berdiri di sana seraya melambai ria ke arahnya. Diam-diam Gavin mengukir senyum tipisnya.

"Udah?" tanyanya ketika Givea sudah berdiri di depannya.

Givea mengangguk antusias sembari mengerjapkan matanya lucu, membuat Gavin gemas sendiri melihatnya. Ah sejak kapan Givea jadi menggemaskan seperti ini?

Oke fiks Gavin gila!

"Mau pulang sekarang?" tanya Gavin membuat Givea berpikir.

"Aku laper kak," adunya blak-blakan membuat Gavin tertawa kecil.

"Ish kok malah ketawa sih," hardik Givea cemberut.

Gavin mengacak surai coklat Givea gemas "Yaudah nanti kita mampir makan dulu!"

Givea membulatkan matanya tak percaya, dengan respon Gavin yang mengiyakan ucapannya begitu saja "Hah? Seriusan?"

"Iya cantik, sepuluh rius malahan."

Givea memalingkan wajahnya menahan malu. Apa tadi? Gavin memuji dirinya cantik?

Givea menarik napas dalam-dalam lalu menghembusnya dengan kasar "Pliss jantung bisa diem gak sih lo!" batin Givea menyumpah serapahi jantungnya yang tak berhenti berdetak kencang.

"Eh tapi kalo jantung gue diem berarti gue mati dong, kalo gue mati berarti gue nggak hidup, tapi kalo hidup jantung gue nyebelin juga. Au ah bodo amat!" batinnya bertambah kesal.

"Ayok pulang!" ajak Gavin bangkit lalu menggenggam tangan Givea erat dan menariknya menuju ke arah parkiran.

Lagi-lagi Givea terkejut, seakan dejavu dengan kejadian di kantin kemarin. Sungguh ia bingung harus bersikap bagaimana, perlakuan Gavin sering membuat dirinya melayang dadakan.

Givea diam-diam memperhatikan pahatan wajah Gavin dari arah samping. Masih tampan, sama seperti biasanya.

"Kenapa kak Gavin nggak pernah jelek sih? Kapan coba jeleknya?" batinnya bersorak heran.

Tanpa mereka berdua sadari, ada sepasang mata yang mengamati mereka dengan miris sekaligus benci.

*****

"BODOH! LO BODOH SIALAN! KENAPA LO BISA SUKA SAMA DIA HAH?" bentak seseorang menatap tajam cowok yang berada di depannya.

Cowok itu maju selangkah, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh sang kakak angkatnya, lalu berkata dengan berani "Kalo lo ngatain gue bodoh? Terus lo apa? Bukannya lo juga pernah suka sama dia nona Siska?"

PLAK!

Tamparan keras langsung mendarat mulus di pipi cowok itu. Teramat panas dan nyeri.

"TUTUP MULUT LO SIALAN! GUE NGGAK PERNAH SUKA SAMA DIA! CAMKAN ITU!" bentak Siska geram lantaran tak terima.

"POSISI GUE DISINI SEBAGAI KAKAK LO! HARUSNYA LO HORMATIN GUE! DAN JALANIN RENCANA KITA SESUAI YANG AYAH SUSUN! BUKAN MALAH LO TERJEBAK DALAM DRAMA PERCINTAAN!"

"Ada apa ini?" seorang laki-laki berpawakan tinggi, dengan pakaian serba hitam dan balutan kemeja yang juga berwarna hitam, menghampiri mereka berdua. Ketika mendengar suara gaduh keributan berasal dari dalam rumah.

"Dia Ayah! anak angkat sialanmu itu, telah terjebak dalam drama percintaan yang dia buat sendiri! Tanpa ingat tujuan pertama kita," adu Siska pada Ayahnya dengan senyuman miring.

"Apakah benar begitu saudari, Al?"

Suara bariton bernada berat itu dan panggilan khas keluarganya, selalu membuat cowok yang dipanggil singkat dengan sebutan Al itu merasa menciut.

Al diam. Tak berani menjawab sepatah katapun, karena memang semua itu benar. Al telah terjebak dalam permainannya sendiri.

Pria itu langsung menatap tajam Al. Kini wajahnya sudah merah padam, rahang tegasnya mengeras menahan amarah.

"MAKSUD KAMU APA? KAMU MAU JADI PENGHIANAT?" bentaknya membuat Al terlonjak kaget.

"Tapi dia itu nggak salah! Jangan sakiti dia!" balas Al menatap Ayah angkatnya berani.

"SAMA SAJA! DIA TETAP SALAH! KARENA DIA MENCINTAI TARGET KITA! INGAT! SESEORANG YANG MELINDUNGINYA WAJIB MENERIMA AKIBATNYA!" kobaran penuh dendam menyala di wajah tegas itu.

"AKU AKAN TETAP MELINDUNGINYA! MESKIPUN NYAWAKU SENDIRI YANG JADI TARUHANNYA!" balas Al berteriak dengan lantang. Entah apa yang ada di pikirannya, namun Al sudah lelah dengan hidupnya yang terus disetir demi pembalasan dendam dua orang itu.

Prok Prok Prok!

"Wow rupanya itu balasanmu untuk Ayah angkatmu ini? Setelah dengan susah payah saya membesarkanmu dari kecil, sejak Ibu dan Ayah kandungmu tiada," ujar Pria itu dengan bertepuk tangan.

Al terdiam. Hati Al bagai teremat. Jantungnya seakan berhenti memompa cepat. Dosa apa dirinya harus hidup di dalam kubangan neraka seperti ini?

"HAPUS PERASAAN SIALANMU ITU! ATAU JANGAN PERNAH MENGINJAKKAN KAKI LAGI DI RUMAH INI!" pungkasnya dan berlalu pergi dari sana.

BRAKK!

Bantingan pintu utama yang terdengar amat keras, mampu membuat kedua saudara yang tidak terikat darah itu diam. Ayah mereka sangatlah marah.

"PUAS LO? PUAS BIKIN AYAH MARAH HAH? DASAR ADIK ANGKAT NGGAK BERGUNA!" bentak Siska menatap kecewa pada Al.

"Gue kecewa sama lo, Al!"

Cowok itu memejamkan matanya erat, menerima segala sakit dan nyeri yang menghujami hatinya. Rasa perih langsung menjalar kemana-mana.

Al dihadapan dengan dua pilihan. Membalaskan dendamnya namun menyakiti gadis yang dicintainya? Atau melindungi gadis itu namun mengecewakan Ayah angkatnya?

Al bingung. Ia sudah dapat membayangkan gambaran-gambaran ketika masa itu tiba.

"Maafin gue, harusnya lo nggak kenal sama gue, karena gue nggak sebaik yang lo kira, gue pasti bakal berujung ngecewain lo!" gumamnya melirih sesak, ia merasa bersalah pada gadis yang dicintainya.

****
Yuhuu aku kambekkk🤪🤪

Gimana part yang ini?

Monmaap rada-rada gaje. Dimohon untuk tidak bingung😭

Kalo ada typo tegur aja guys gapapa. Soalnya aku baru belajar, pasti banyak kesalahan hehe.

Ada yang mau nebak-nebak siapa Al?

Begitu banyak rhs yang belum kalian tau.

Tetap stay di ceritanya pokoknya ya, jangan bosen-bosen bacanya☺️

Jangan lupa Voment💛

#Rahayu

Continue Reading

You'll Also Like

118K 10K 23
Sean Antony, satu-satunya pria yang ada dipikiran Nayla. Jadi jangan salahkan judul dari cerita ini, karna yang ada di hati Nayla, benar-benar, Just...
887K 36.7K 38
"Gue ketua OSIS. Jadi gue berhak buat ngelarang lo membully murid di sekolah ini." "Ketua OSIS aja belagu! Suka-suka gue dong mau bully murid di sek...
147K 8.2K 62
Apa jadinya jika seorang cewek galak anti pacaran ditantang untuk nembak seorang playboy? Yang cewek galak dan yang cowoknya playboy serta pelit, bag...
25.8K 1.5K 28
Penulis: Ye Ziyu Jenis: perjalanan waktu dan kelahiran kembali Status: Selesai Pembaruan terakhir: 15-03-2023 Bab Terbaru: Daftar Bab Bab 133 Ekstra:...