NETTA [END]

By inna_adr

251K 16.9K 1.7K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Apa yang ada di benak kalian apabila mendengar atau melihat seorang gadis yang selal... More

01. Luka Masa Lalu
02. Kecewa
03. Telepati Rasa
04. Makasih, Lang!
05. Aku Takut, Lang.
06. Cemburu
07. Garis Kehidupan
08. Sesak dan Sesal
09. Malaikat Penolong
10. Titik Nadir
11. Titik Nadir (2)
12. Jadian?
13. Ujian
14. Sahabat atau Pacar Posesif?
15. Netta dan Traumanya
16. Rena dan Lintang
17. Si Cowok Emosional
18. Kamu Hanya Milikku!
19. Hot News
20. Si Brengsek, Kesayangan Netta!
21. Di Bawah Pohon Flamboyan
22. Pray For Netta
23. Isi Hati Reandra
25. Jam Tangan Reandra
26. Kesalahan Yang Sama
27. Sampah Daur Ulang
28. Paket Misterius
29. Mati Untuk Tenang
30. Perjuangan Gilang
31. Mental Illness
32. Psychiatric Hospital
33. Surat Panggilan
34. Amel dan Lelaki Misterius
35. Netta Gila?
36. Harus Pisah!
37. Minta Maaf
38. Pisah
39. Datang Menemui Netta
40. Gilang dan Jessica
41. Putus Sekolah?
42. Akhir Perjuangan Netta
Sweet Regard
INFO [New Story]
Announcement
Vote Cover
PO NOVEL

24. Labirin Ciptaan Amel

3.7K 300 78
By inna_adr

"Ya ampun, Ren! Lo kenapa nangis?" Sembur Amel setelah menjatuhkan tubuhnya di kursi tempat duduknya. Tepat di sebelah Rena. Gadis itu menatap sahabatnya dengan tatapan penuh tanya. Kenapa dia menangis sampai sesegukan begini? Apa mungkin seseorang telah membuatnya bersedih? Apa dia habis bertengkar? Ah, iya. Mungkin saja sama Reandra.


"Ren, siapa yang bikin lo nangis? Ada masalah apa? Cerita sama gue." Amel terlihat menuntut jawaban dari Rena. Memang si Amel ini adalah tipe perempuan yang rasa penasarannya lumayan tinggi. Selalu saja ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Kalau kata teman-temannya, sih, kepo.

"Lo abis berantem, ya, sama Rean?" tanya Amel penuh selidik. "Udah. Jangan nangis lagi, dong, Ren! Daripada lo sedih terus, mending kita ke kantin." Amel berusaha menenangkan Rena yang masih saja menangis.

"Mel, Rean jahat sama gue," ujar Rena di sela isak tangisnya. Kedua sikunya bertumpu pada meja di depannya, sementara tangannya dia gunakan untuk menutup wajah yang sudah banjir dengan air mata.

"Kenapa? Rean kenapa? Lo diapain sama Rean?" tanya Amel menggebu-gebu. Tatapannya enggan berpindah ke yang lain. Dia butuh jawaban sekarang.

"Rean itu berengsek tau, nggak. Dia mainin gue, Mel." Rena terus saja menangis dengan kencang. Untungnya ini adalah jam istirahat, semua murid kelas XII AP 4 tengah berhamburan keluar. Hanya tersisa mereka berdua.

"Maksud lo? Berengsek gimana maksud lo, Ren?" Amel menatap Rena lekat. Tentu dia sangat penasaran perihal ucapan sahabatnya barusan.

Rena menyeka air matanya kasar. Lantas menarik napas pelan. "Di-dia masih sayang sama Netta," ungkap Rena dengan perasaan yang sungguh campur aduk. Air mata terus saja merembes. Dia benar-benar merasa sakit hati. "Dia masih peduli sama Netta. Bahkan dia terus muji Netta di depan wajah gue. Gue nggak terima, Mel."

Amel mengehela napas panjang. Lantas ia tersenyum sinis. "Udah gue duga, sih, Ren. Ternyata bener, si cewek nggak tau diri itu menjadi akar permasalahannya." Amel menggeram marah.

"Gue, kan, selalu ngingetin lo, Rena. Dia itu masih berharap sama cowok lo. Dia belum move on dari Rean. Mungkin aja dia masih punya niat buat ngerebut Rean dari lo. Sebaiknya lo hati-hati, Ren!" ujar Amel memberi saran. Sepertinya ia memang peduli dengan nasib sepasang kekasih itu.

Hello! Sadar dikit, woi. Apa-apaan si Amel ini! Maksudnya apa coba, dia mengatakan kalau Netta merebut? Siapa yang merebut duluan? Kalau Rean kembali sama Netta, itu artinya Netta tetap lebih baik dari Rena. Atau mungkin saja Rean tidak menemukan kebahagiaan waktu sama Rena. Semuanya bisa terjadi, bukan?

"Apa sebaiknya gue ngelepas Rean aja, Mel? Gimana menurut lo?" ujar Rena meminta pendapat. Sebenarnya dia sudah merasa putus asa dengan semua ini. Sikap dan omongan Rean yang secara terang-terangan menjadi cambuk untuk mundur dan menyadari posisinya. Mungkin semua orang akan mengira kalau Rena-lah yang terbaik dan nomor satu di hati si tampan, Reandra Atmadja. Namun, tidak dengan Rena. Dia sadar diri.

Amel menggeleng kuat. "Jangan! Lo nggak boleh mundur gitu aja!"

"Gue ngerasa hubungan gue sama Rean itu nggak bisa diperbaiki lagi. Percuma juga gue ngejalin hubungan sama orang yang jelas-jelas hatinya buat orang lain. Gue juga sadar, hubungan ini memang dijalin dengan cara yang nggak baik. Gue menjalin hubungan sama Rean dengan menyakiti hati Netta," tutur Rena. Dia berbicara fakta, kenyataan. Memang tidak seharusnya dia melakukan hal fatal itu. Lihat sekarang! Persahabatan yang telah lama mereka jalin, kini hancur.

"Gue nggak yakin kalau di hati Rean masih ada Netta. Terus buat apa coba Rean sampai berpaling kalau dia nggak cinta sama lo? Dugaan gue, sih, Netta nyimpan dendam kesumat sama lo. Kayaknya dia mau bales dendam dengan ngerusak balik hubungan kalian." Amel mulai beropini. Gadis itu mencoba mengeluarkan apa yang ada di kepalanya.

"Ini bukan sepenuhnya salah Netta, Mel. Gue yang masuk dan ngerusak hubungan mereka."

"Tapi lo juga berhak bahagia, Ren. Sebaiknya lo pertahanin hubungan kalian. Sayang banget, kan. Cinta yang lo perjuangin selama setahun lebih, hancur gitu aja. Itu pun hanya karena Netta, cewek nggak tau diri itu. Udah tahu, Rean udah nggak cinta sama dia. Masih aja dideketin, masih aja digoda."

Amel menggerutu marah. Lantas berdecih, kasar. "Udah gatel, murahan lagi! Pantes aja dia dilecehin sama orang. Suka ngegoda, sih. Kali aja waktu itu dia nawarin diri buat dijamah."

"Udahlah, Mel. Nggak usah ngebahas itu lagi!"

"Lah, kenapa? Toh, itu kenyataan. Dia itu cewek munafik! Diam tapi menghanyutkan," ujar Amel terdengar meremehkan Netta.

"Gue nggak mau bahas itu, Mel. Lo tahu, semua orang nyalahin gue atas berita itu. Temen-temennya Netta, juga Rean. Mereka semua nuduh gue yang nyebarin berita itu."

Amel memutar tubuhnya menghadap Rena. "Gini, Ren! Fine-fine aja, kok, kalau emang lo yang nyebarin." Amel memegang kedua bahu Rena, agar perempuan itu menatapnya. "Bukannya yang ngerusak kebahagiaan kita harus dapetin balasan setimpal? Enggak mungkin juga lo ngebiarin perusak itu hidup bahagia, kan?"

Rena menepis pelan tangan Amel. Dia sama sekali tidak terima tuduhan-tuduhan yang ditujukan padanya. "Gue nggak kayak gitu, Mel. Gue sadar kok, selama ini gue juga merusak. Kalau merasa iri, iya, gue ngaku. Gue iri sama Netta, tapi enggak dengan menjatuhkan harga dirinya. Gue sahabatan lama sama dia."

Amel kembali memutar tubuhnya, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah pintu. "Udahlah, Ren. Nggak usah terlalu merendah gitu, gue tahu kok isi hati lo."

"Tapi memang bu—"

"Udah-udah. Lo nggak perlu ngerasa nggak enak gitu sama gue. Lagian berita yang lo sebar bukan hoax, kan? So, tenang aja! Gue bakalan bantu lo bersihin nama lo di Nirwana." Rena menghempas ucapan Rena begitu saja.

Amel bangkit dari tempat duduknya. Sekilas dia melirik Rena yang kelihatan tengah memijat-mijat keningnya. "Sorry, Rena. Sebenarnya gue dalang di balik ini semua, gue yang nyebar berita itu. Apa boleh buat, gue terlanjur sakit hati sama kalian berdua. Lo tenang aja, gue akan buat permainan ini menjadi menyenangkan, tapi lo perlu tahu satu hal. Di dalam sebuah permainan, yang menang cukup satu orang. Entah itu lo, Netta, atau mungkin gue," ungkap Rena dalam hati. Tanpa Rena sadari, Amel tersenyum picik. Lantas melenggang keluar meninggalkan Rena yang masih bergeming.

"Kenapa semua orang nuduh gue? Bahkan Amel yang notabene sahabat gue sendiri ngira gue juga pelakunya." Rena membatin.

***

Putaran jarum jam yang bertengger di dinding kamar bercat abu-abu terdengar gencar. Benda itu terus menghitung perputaran waktu. Menyaksikan Gilang yang tengah hanyut di dalam lamunannya. Cowok itu tengah duduk termenung menunggu gadisnya membuka mata. Sudah dua jam lamanya. Bahkan sampai tak menyadari kehadiran ibunya Netta di sana.

"Gilang," panggil Andini yang tengah berdiri, tepat di belakang laki-laki itu. Namun, sepertinya Gilang tak mendengarnya. Jangankan menyahut, menoleh pun tidak.

"Nak Gilang," panggilnya sekali lagi. Kali ini sembari menepuk pelan bahu Gilang. Tentu saja membuat cowok itu terkesiap kemudian menoleh.

"Ibu?" Gilang memekik kaget. Lantas ia berdiri. "Ma-maaf, Bu. Gilang nggak tahu kalau Ibu di sini."

Andini tersenyum hangat. "Enggak papa. Ibu cuma mau bilang, sebaiknya kamu pulang aja dulu. Tubuh kamu juga butuh istirahat yang cukup. Enggak papa, biar ibu yang jagain Netta. Lagian ibu juga nggak ada catering, otomatis ibu bisa jagain Netta." Andini mencoba memberi saran. Namun, Gilang menggeleng. Tentu, ia tak ingin meninggalkan sang gadis walau sedetik. Mengingat kondisi kesehatan Netta yang semakin menurun.

Ini menjadi alasan yang kuat untuk Gilang melarang Netta ke sekolah. Ini yang Gilang takutkan. Bahkan sempat terbesit di pikirannya untuk meminta gadis itu home schooling saja. Daripada hal buruk kembali terjadi, bukan? Tentunya Gilang tak akan membiarkannya lagi. Cukup! Ini yang terakhir.

"Yaudah, terserah kamu aja. Tapi ingat, jangan paksain diri kamu, ya. Kalau capek harus istirahat," tutur Andini disusul anggukan patuh dari Gilang. "Oh, iya. Kalau kamu laper langsung ke meja makan aja, ibu udah siapin makanan di sana."

"Terima kasih, Bu."

Andini tersenyum. Lantas mengusap lembut bahu Gilang dan kepala Netta secara bergantian. Tak lama, Andini berlalu meninggalkan kamar itu. Menyisakan Netta yang masih terbaring, tak sadarkan diri. Juga Gilang yang masih setia menunggu gadisnya membuka mata.

Gilang tersenyum getir. "Mau sampai kapan, hem?" Tangan Gilang mengusap lembut kepala gadisnya. Berulang kali. Hatinya terkoyak, melihat gadisnya tak berdaya. Batinnya menangis menyaksikan gadis yang dicintainya hancur. Ini semua karena kebodohannya kala itu. Gilang menyesal.

Gilang menarik napas gusar. Laki-laki itu memantapkan isi hatinya. Gilang bersumpah, setelah Netta bangun, dia akan pergi mencari si pelaku. Halang rintang yang akan dia temui tak lagi menjadi alasan untuk mundur. Pelaku biadab itu harus membayar perbuatannya. Bukan hanya melalui rana hukum, tetapi tangan Gilang sendiri yang akan menjatuhkan balasan yang setimpal.

Cowok itu mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam saku. Dengan cepat, tangannya mengetik dan mengirim pesan yang entah ia tujukan kepada siapa. Hingga akhirnya, gerak refleks jemari Netta berhasil merebut perhatiannya.

Mata laki-laki itu menggerayangi tubuh gadisnya. Disorotnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Berusaha meyakinkan diri, bahwa gadisnya benar-benar bergerak dan ... segera sadarkan diri.

Benar saja. Gadis itu membuka mata. Ia pasti sudah merindukan dunianya. Gilang, laki-laki itu sudah menjadi separuh hidupnya. "Lang," lirihnya pelan.

Gilang tak merespons, tetapi tangannya bergerak menggenggam tangan kekasihnya. Begitu erat. Entah kenapa lidahnya mendadak kelu. Betapa sulitnya mengatakan bahwa dirinya sungguh khawatir pada gadis itu. Namun, Netta tahu tatapan itu.

"Aku nggak papa, Lang." Lihat, dia tersenyum begitu hangat dan manis kepada lelaki itu. Netta memang paling pandai menyembunyikan luka, tapi Gilang bukan laki-laki bodoh. Dia bisa menyaksikan, luka itu sudah bergejolak bahkan sampai tumpah ruah di dalam sana. Ya, sekali lagi melalui tatapannya. Tatapan sendu yang sarat akan makna.

"Aku akan memberinya pelajaran!"

• BERSAMBUNG •


Plis, jangan nuduh Rena lagi, wkwk.

Tetep vote dan spam next, ya!
Akan up lagi sebentar malam atau paling lambat besok, hihi. Tapi nggak janji, eh:v

NETTA




Continue Reading

You'll Also Like

384K 17.4K 106
[COMPLETED] Memiliki kekuasaan dan kekayaan tidak akan menjamin kebahagiaan, seperti itulah yang dirasakan oleh gadis cantik bernama Liara Natala, pr...
145K 8.7K 69
Dia seperti Dandelion... Terlihat rapuh namun tak rampuh Terlihat sederhana namun istimewa. Jangan menghampirinya! Karena dia akan terbang ketika men...
781K 28.6K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
2.4K 1.4K 44
Dengan senyumnya yang selalu ia perlihatkan kepada semua orang diluar sana, tak memungkiri bahwa Ara juga memiliki luka yang masih membekas dihatinya...