Update nih, ada yang masih nungguin dan kawal cerita ini sampai tamat? Thankyou yaa!
Selamat membaca.
•••
“Aletta?” ujar Keysa tiba-tiba. Membuat Vano bingung. Cowok itu menautkan alisnya.
“Kenapa?”
Keysa mengacungkan jarinya ke arah seseorang. Vano yang melihat itu menyipitkan matanya. Cowok itu melihat arah pandang Keysa.
“Itu Aletta kan?” ujar Keysa kedua kalinya. Vano menautkan alisnya.
“Emangnya kenapa sama Aletta?”
“Kayaknya Aletta ada masalah deh?” ujar Keysa serius. Vano menghela napasnya tak suka. Benar-benar Keysa terlalu memikirkan orang lain. Menyebalkan.
“Biarin aja.” Cuek nan dingin. Lagipula Vano tidak ingin berurusan dengan cewek bernama Aletta itu. Sebelumnya Keysa tahu kan sikapnya bagaimana? Bisa-bisanya Keysa masih menerimanya. Meskipun beberapa kali dia ketahui perilaku Aletta memang telah berubah. Namun, bagi dirinya semua itu hanya omong kosong. Tidak ada kepercayaan sedikitpun bagi cewek itu. Lagipula memang dirinya tidak pernah menyukai cewek itu.
“Udah sore, ayo balik!” ujar Vano datar. Seolah tuli dengan ucapan Vano, Keysa keluar dari dalam mobil. Hal yang mampu membuat Vano mendesahkan napas panjang.
“Disa ...,” ujar Vano lirih.
“Vano, sebentar aja.” Keysa meyakinkan. Membuat Vano kembali terdiam. Kali ini terserah! Terserah Keysa akan melakukan apa saja.
Tanpa menunggu balasan dari Vano, Keysa bergegas pergi ke arah mobil Aletta. Entah apa yang dilakukan Aletta. Yang dapat didengar Keysa, cewek itu mengumpat tak jelas dengan menendang ban mobilnya sendiri.
“Al, Mobil lo kenapa?” ujar Keysa membuat Aletta mendongak. Cewek itu menghela napas panjang.
“Mogok! Ah, padahal gue cepet-cepet mau ada acara keluarga!” ujarnya seolah emosi.
Aletta mendesahkan napasnya panjang.
“Bengkel di sini dimana?” ujar Aletta bingung. Keysa tersenyum bingung.
“Gue nggak tahu, tapi sebentar yaa? Kayaknya Vano bisa deh benerin mobilnya.”
“Vano?” ujar Aletta tertaut.
“Iya ...,” ujar Keysa tersenyum lebar. Aletta terkekeh getir.
“Kayaknya enggak deh, Key ..., Lo tahu kan Vano itu gimana sama gue?” ujar Aletta datar. Keysa yang mendengar itu bungkam. Bingung harus membantu dengan cara yang bagaimana.
“Tapi kali aja dia mau, sebentar yaa ...,” ujar Keysa ingin memanggil Vano di dalam mobil. Namun, tangan Aletta menghalangi dirinya.
“Gak usah, Keysa.”
“Gakpapa yaa?”
“G—gak usah.” Aletta kembali bersuara. Namun, Keysa tetaplah Keysa. Cewek itu tetap berkepala batu.
“Gakpapa, lo tenang aja!” ujar Keysa tersenyum.
“Eum, biar nanti gue cari bengkel sendiri aja,” ujar Aletta.
“G—”
“Disa!” teriak seseorang. Membuat Keysa lantas mendongak. Vano berteriak ke arahnya. Tatapannya datar. Cowok itu mengkode dirinya untuk segera pulang. Ah, menyebalkan.
“Ayo pulang!” lanjutnya. Cowok itu berjalan mendekat ke arah keduanya.
“Tapi, Aletta—”
“Gak usah urusin dia!” ujar Vano dengan tatapan tajam. Sudah beberapa kali dirinya berbicara jika Keysa tidak usah berurusan dengan cewek itu. Vano itu tidak suka dibantah! Mengapa Keysa selalu saja menyangkal?
“Vano!” Mendengar kekesalan Keysa, Vano menghela napasnya panjang. Sementara Aletta, cewek itu tersenyum getir. Memang, orang yang pernah melakukan kesalahan selalu saja terlihat salah sampai kapanpun. Meskipun dia pernah berbuat baik sekalipun. Hahaha.
“Kenapa lagi? Ayo, pulang!” ujar Vano kesal. Cowok itu melirik ke arah Aletta tak suka sembari berdecak.
“Mau hujan Disa! Kamu gak tahu ini udah sore?” bentak Vano. Membuat Keysa terdiam lagi.
“Bisa gak, kamu bantu sedikit aja Aletta. Aku cuma mau itu aja!” ujar Keysa lirih. Benar-benar hanya masalah sepele seperti ini, keduanya bertengkar hebat.
“Bisa nggak sih dia nggak usah ngebebanin kita?” ujar Vano berdecih.
“Ya udah kalo kamu gak mau bantu Aletta, pulang duluan aja! Aku juga bisa pulang sendiri nanti.”
Mendengar itu Vano tak bisa berkata lagi. Cowok itu bingung sendiri dengan tingkah Keysa.
“Dis! Dengerin aku sekali aja ...,”
Keysa tak mendengar ucapan Vano. Cewek itu terdiam seraya menatap Vano tak suka. Vano yang melihat tatapan Keysa mendesahkan napasnya panjang.
“Kamu maunya apa?" ucap Vano datar. Keysa tersenyum.
“Bantuin Aletta.”
“Nanti gue telpon anak buah gue buat bawa mobil lo ke bengkel. Sekarang pulang, udah sore mau hujan. Pulang sendiri bisa kan?” ujar Vano risih. Aletta yang mendengar itu tersenyum.
“Iya ...,” lirih Aletta.
“Loh gak sekalian sama kita? Lagipula kita kan searah?” ujar Keysa.
Keterlaluan. Kenapa cewek gue baik banget?
“Gak!” ujar Vano cuek. Membuat Keysa cemberut.
“Maafin gue kalo gue ngebebanin kalian. Gue juga bisa pulang sendiri kok, Key? Gue naik ojek online aja nanti.” Aletta terkekeh tak enak.
“Gak usah, bareng kita aja ya? Mau nggak? Please mau? Lagipula kita searah tahu!” ujar Keysa mengelus bahu Aletta. Cewek itu hanya terdiam menatap Keysa dan Vano.
“Maaf, Key ... Gue—”
“Kata Vano ; Gak ada penolakan!” ujar Keysa tertawa. Vano diam datar mendengar itu. Cowok itu bungkam membisu. Tak berkata apa apa lagi. Keysa bahkan masih memahami ucapan-ucapan yang pernah diucapkannya dulu.
Awan mulai kelabu. Mungkin hujan sebentar lagi akan turun membasahi bumi.
“Mau ya, Van?” ujar Keysa terkekeh. Vano mematung. Tatapannya sedikit kosong.
“VAN!?” ujar Keysa kesal karena Vano tidak membalas ucapannya.
“Tapi—”
“Gak ada penolakan!” ujar Keysa tertawa. Aletta, cewek itu membisu. Melihat wajah Vano yang muram.
“Terserah!” ujar Vano cuek. Cowok itu berjalan ke arah mobil. Sementara Keysa yang mendengar itu kembali terdiam. Apakah Vano marah kepadanya? Kenapa? Harusnya kita membantu orang-orang yang kesusahan kan? Cowok itu memang menyebalkan! Huh, sialan!
“Pulang bareng gue sama Vano aja Al, sebentar lagi hujan.”
“I—iya ...,” ujar Aletta terbata. Keysa yang mendengar itu tersenyum. Cewek itu berjalan ke arah mobil. Diikuti Aletta di belakangnya.
“Lo mau duduk di depan? Biar gue di belakang?” ujar Keysa. Vano menyangkal omongan Keysa.
“Gak! Aletta di belakang!” ujar Vano keras. Melihat tatapan tajam Vano membuat Keysa terdiam.
“Kalo Aletta di belakang. Aku juga di belakang aja,” ujar Keysa sama-sama ikut menyangkal. Benar-benar Vano tidak habis pikir dengan hal yang dilakukan Keysa kali ini. Kenapa Keysa seperti ini? Menjadi kekanak-kanakan seolah memiliki teman baru?
“Disa!” ujar Vano. Melihat hal yang dilakukan Keysa kali ini membuat dia jengah.
“Oke! Terserah! Terserah kamu!” ujar Vano kesal. Cewek itu tak mengikuti perintahnya. Keysa mengikuti keinginannya sendiri.
Vano dengan tatapan muaknya kini mengendarai mobilnya dengan santai. Cowok itu sedikit mengerlingkan pandangan ke arah kaca depan. Melihat keduanya dari kaca.
Air dari angkasa kini telah turun. Gemericik air sedikit menelisik ke telinga ketiganya. Pertanda hujan memang turun dengan derasnya.
Hawa dingin sedikit menelisik ke kulit Keysa. Namun, cewek itu tetap tersenyum. Menatap pinggiran jalan raya lewat kaca mobil.
“Makasih ya, Key. Lo udah bantuin gue. Lo temen gue yang paling baik!” ujar Aletta tersenyum kecil.
“Iya, kalem aja!” ujar Keysa tersenyum. Aletta menganggukkan kepalanya. Dan setelahnya tak ada pembicaraan yang dilakukan keduanya.
Ponsel Keysa kini berdering cukup lama. Membuat Vano sedikit menautkan alisnya.
“Siapa yang nelpon? Gak diangkat? Kali aja penting,” ujar Vano datar. Cowok itu menatap raut wajah Keysa dari kaca depan mobil.
Keysa tanpa membalas ucapan Vano membuka layar ponselnya. Terdapat beberapa panggilan tak terjawab dari Ayahnya—Deon. Menyebalkan memang. Selalu saja Deon mengkhawatirkan dirinya. Padahal, Keysa sudah besar!
Panggilan itu kembali berbunyi. Membuat Keysa berdecak kesal.
“Dari siapa?”
“Kayak biasa.”
“Ayah kamu?”
“Iya ...,” ujar Keysa datar. Cewek itu menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan dari Ayahnya.
Halo
“Kenapa, Yah?” ujar Keysa.
Kamu di—di mana?
“Keysa mau pulang kok, Yah. Sama Vano, Kayak biasa.”
“ ... ”
Keysa menautkan alisnya.
“Ayah ...,” ujar Keysa. Cewek itu bingung dengan Deon. Mengapa Ayahnya itu tidak membalas perkataannya?
Iya—ini Ayah. Ayah mau ngomong ....
Lirih nan sendu. Mendengar itu Keysa menajamkan matanya. Bingung dengan sikap Ayahnya yang seperti ini.
“Ayah kenapa? Jangan prank ya yah! Awas aja! Nanti kalo Ayah ngeprank lagi uang sama kunci mobil Keysa balikin!” ujar Keysa kesal. Deon memang selalu saja membuat prank-prank tak jelas jika dirinya belum pulang dari sekolah. Contohnya saja, Ayahnya itu menangis tanpa alasan dengan menelponnya seperti ini. Huh!
Ayah lagi serius
Keysa sedikit bungkam setelah mendengar itu. Cewek itu sedikit mengatupkan bibirnya lagi.
“Kenapa?”
Mama sakit ...
Keysa terkekeh. “Ayah gak usah prank kayak gitu deh, Yah! Gak mempan tahu gak!”
“ ... ”
“Ayah ...,” ujar Keysa menautkan alisnya.
Maafin Ayah.
Bergetar. Bibirnya kali ini kaku. Tak bisa berkata apapun lagi.
“Ayah! Gak usah becanda! Beneran gak lucu tahu nggak!” ujar Keysa.
“ ... ”
“Ayah! Ayah nggak denger omongan Keysa?”
Maafin Ayah ...
“Ayah kenapa sih, Yah!?” ujar Keysa kesal. Cewek itu menghela napasnya dalam-dalam.
Mama sakit
“Mama sakit? Ayah ih jangan becanda!” ujar Keysa tak suka.
Mama sa–sakit meningitis. Mama gak sadarkan diri di rumah sakit. Maafin Ayah ...
Tut
Keysa yang mendengar itu mematung dengan bibir bergetar. Cewek itu menghela napasnya. Lalu menunduk untuk menetralisir sesuatu. Matanya ingin menangis. Namun, dia tidak boleh menangis.
“Van ...,” ujar Keysa lirih.
“Kenapa?”
“Berhenti di sini ...,” pelan Keysa. Cewek itu berbicara dengan nada bergetar. Membuat Aletta menautkan alisnya.
“Key? Lo kenapa?” ujar Aletta bingung. Vano memberhentikan mobilnya. Cowok itu terdiam.
“Aku keluar dari mobil yaa ..., Tolong anterin Aletta pulang.”
“Kamu kenapa?”
Keysa menghela napasnya. “Anterin Aletta pulang yaa ..., Ak—aku mau ke rumah Natha ..., Buku Natha ketinggalan ...,” ujar Keysa lirih. Cewek itu berusaha berbohong. Tidak ingin Vano ikut campur dengan masalahnya. Lagipula ada Aletta juga, cewek itu harus segera pulang ke rumah kan? Cewek itu juga ada acara keluarga.
“Aku anterin ya?” ujar Vano. Keysa yang mendengar itu menggelengkan kepalanya sekilas. Vano yang mendengar itu menautkan alisnya.
“Aku sendiri aja, rumah Natha kan nggak searah. Kasihan Aletta, Aletta harus cepet-cepet pulang karena ada acara keluarganya.”
“Pokoknya aku anterin ya?” Bukannya menggubris, Vano malah berbalik tanya.
“Vano, please ... , Anterin Aletta yaa? A—aku bisa sendiri kok nyari taksi. Itu ada halte jadi aku naik taksi aja ...,” ujar Keysa semakin pelan. Dadanya sedikit naik turun.
“Lo turun!” ujar Vano datar tapi menusuk. Mendengar itu Keysa terdiam kesal.
“Van! Aku cuma minta kamu buat anterin Aletta sampe rumah! Aku gak papa sendiri aja! Kamu paham gak sih?! Please! Bisa nggak kamu nurutin apa yang aku mau?!” Keysa menatap Vano dengan tatapan menggebu.
Vano kembali mematung. Sementara Keysa, cewek itu turun dari mobil. Namun, tangan seseorang menghalanginya.
“Gue aja ...,” ujar Aletta tersenyum.
“Enggak, Lo di sini.” Keysa bergegas turun dari mobil. Cewek itu tak takut hujan. Meskipun air itu sedikit menghalangi penglihatannya.
Tak ada ucapan perpisahan dari Vano. Bahkan kaca mobil tertutup rapat. Vano membisu di dalam sana. Dan setelahnya mobil itu melaju dengan kecepatan sedang. Keysa menghela napasnya. Cewek itu mungkin merasa bersalah kali ini. Terlalu banyak memprotes omongan Vano yang pada dasarnya Vano tidak suka jika Keysa seperti itu. Vano marah. Iya, terlihat jelas dari ekspresinya yang sangat dingin.
Maaf aku emang salah, tapi benerkan dia lebih butuh kamu?
Keysa tak dapat berkata apapun lagi kali ini. Membisu. Melihat angkasa yang kini kelabu. Hujan deras tak ada henti hentinya untuk bungkam. Benar, Mungkin hujan memang tahu jika dirimu sedang bersedih. Dia juga ikut menangis kali ini. Seolah mengetahui semua yang dirasakan manusia.
Cewek itu mengeluarkan liquid beningnya. Tak kuat, dia benar-benar tak kuat menahan ini. Keysa bukan cewek yang tegar dalam menghadapi masalah. Dan kali ini, Keysa harus segera pergi ke rumah sakit.
•••