NETTA [END]

Av inna_adr

251K 16.9K 1.7K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Apa yang ada di benak kalian apabila mendengar atau melihat seorang gadis yang selal... Mer

01. Luka Masa Lalu
02. Kecewa
03. Telepati Rasa
04. Makasih, Lang!
05. Aku Takut, Lang.
06. Cemburu
07. Garis Kehidupan
08. Sesak dan Sesal
09. Malaikat Penolong
10. Titik Nadir
11. Titik Nadir (2)
12. Jadian?
13. Ujian
14. Sahabat atau Pacar Posesif?
15. Netta dan Traumanya
17. Si Cowok Emosional
18. Kamu Hanya Milikku!
19. Hot News
20. Si Brengsek, Kesayangan Netta!
21. Di Bawah Pohon Flamboyan
22. Pray For Netta
23. Isi Hati Reandra
24. Labirin Ciptaan Amel
25. Jam Tangan Reandra
26. Kesalahan Yang Sama
27. Sampah Daur Ulang
28. Paket Misterius
29. Mati Untuk Tenang
30. Perjuangan Gilang
31. Mental Illness
32. Psychiatric Hospital
33. Surat Panggilan
34. Amel dan Lelaki Misterius
35. Netta Gila?
36. Harus Pisah!
37. Minta Maaf
38. Pisah
39. Datang Menemui Netta
40. Gilang dan Jessica
41. Putus Sekolah?
42. Akhir Perjuangan Netta
Sweet Regard
INFO [New Story]
Announcement
Vote Cover
PO NOVEL

16. Rena dan Lintang

4.8K 345 16
Av inna_adr

"Menuruti emosi dan hawa nafsu hanya akan merugikan, dan penyesalan adalah hadiah yang pasti akan diterima. Lantas setelah aku menyesal, apa kamu bisa menerima kata maaf dariku?" —Rena

***

Gilang duduk di kursi tunggu dengan kepala yang terus menunduk. Sepertinya cowok itu sedang memikirkan kondisi kekasihnya itu, yang kata dokter, Netta kembali drop selepas kejadian tadi.

Gilang mengingat lagi bagaimana keadaan Netta tadi pagi, kondisinya sudah sangat membaik. Gilang sudah sempat mengurus biaya administrasi rumah sakit dan mengkonsultasikan kepada dokter yang bersangkutan agar Netta bisa dipulangkan hari ini. Gilang tak mau gadisnya itu terus merengek meminta pulang. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya dokter mengangguk setuju. Netta diperbolehkan untuk pulang, dengan catatan harus rawat jalan sampai kondisi kesehatannya benar-benar pulih.

Namun, karena kondisinya kesehatannya yang kembali memburuk, sudah dipastikan Netta akan lebih lama lagi berada di tempat ini. Bahkan dokter menyarankan agar gadis itu dibawa ke psikiater setelah pulih nanti. Akibat kejadian malam itu, Netta mengalami depresi dan trauma psikis.

Itu yang membuat Gilang frustasi setengah mati. Gilang ingat betul, bagaimana Netta berusaha menghilangkan nyawanya secara paksa. Gadis itu nekat menyakiti dirinya sendiri hingga harus berada di rumah sakit sampai sekarang. Masih tergambar dengan jelas di ingatannya bagaimana Netta histeris karena ketakutan, mengamuk dan berontak. Dan yang terakhir, Netta melukai Lintang.

Tak pernah terlintas di pikirannya kalau Netta bisa se-brutal tadi. Melihat benda-benda yang berserakan di lantai dan pisau tajam di genggamannya, itu sudah sangat meyakinkan bahwa gadis itu memang sedang di luar kendali. Gilang menyesal sudah meninggalkannya tadi.

Gilang mengacak rambutnya frustasi. "Argh!" Salah satu tangannya yang terkepal meninju tembok.

Cowok itu bangkit dari kursi dan hendak pergi. Namun langkahnya tertahan saat matanya menyorot dua orang laki-laki yang berjalan menghampirinya. Salah satu di antaranya, terdapat perban di pelipis kirinya. Mereka adalah Samuel dan Lintang.

"Lo baik-baik aja, Nta?" tanya Gilang rada cemas.

"Tenang aja! Gue baik, Lang. Ini cuma luka ringan, lagian udah diobatin juga."

"Gue minta maaf atas kejadian tadi, Netta pasti di luar kendali."

Lintang menepuk bahu kiri Gilang. "Gua ngerti, lo nggak usah kayak gitu. Gimana keadaan Netta?"

Gilang menggeleng. "Dia belum sadarkan diri," jawab Gilang tak bersemangat.

"Lang, gue minta maaf. Gue nggak sengaja bikin Netta kayak gini, mulut gue cuman kelepasan tadi. Gue nyesel, Lang." Samuel menatap Gilang sendu, tentu di dalam hatinya dia amat merasa bersalah dan menyesal. Dia tidak bermaksud mengingatkan Netta soal kejadian itu.

"Nggak, Sam. Lo nggak usah merasa bersalah kayak gitu. Gua cuman mau ngingetin sekali lagi, untuk ke depannya tolong jangan sampai lo ngungkit-ngungkit kejadian itu lagi. Ini berlaku buat kalian semua, termasuk gue juga. Gue cuman nggak mau Netta terus-terusan terpuruk kayak gini." Gilang menarik napas panjang lantas menghembuskannya pelan.

"Dia mengalami depresi berat dan trauma psikis, dia jadi sangat sensitif. Tolong bantu gue buat kesembuhannya, gue nggak mau mentalnya sampe ikut terganggu."

Samuel mengangguk pasti. "Pasti, Lang. Kita semua juga menginginkan kesembuhan dia," ujar Samuel.

"Tadi gue liat lo mau pergi, lo mau ke mana?" tanya Lintang.

"Gue mau cek lokasi yang di kirim Netta malam itu, gue mau mastiin siapa tau ada jejak yang ditinggalkan laki-laki bejat itu," ujar Gilang dengan amarah yang tertahan.

"Aldo sama Farrel udah ke sana dari sejam yang lalu. Sebaiknya lo tetap di sini," ucap Samuel memberi saran.

"Iya, Lang. Mereka pasti ngabarin kita kalo ada apa-apa." Lintang memilih duduk di kursi besi panjang yang ada di depan ruangan itu.

Gilang hanya mengangguk pasrah. Lantas ia kembali duduk di sebelah Lintang.

"Lang, gue izin ke dalam bentar. Nggak papa, kan?" ucap Samuel kemudian.

Gilang mengangguk sebagai bentuk jawaban. "Masuk aja."

Setelah mendapat persetujuan dari sahabatnya itu, Samuel masuk ke ruangan Netta. Dia hanya ingin memastikan bagaimana kondisi gadis itu. Samuel merasa bersalah pada Netta, dia berharap kejadian ini benar-benar membuat mulutnya bungkam mengenai kejadian yang menimpa Netta malam itu. Jika perlu, Samuel harus melakukan les private pada Lintang. Dia ingin belajar untuk irit bicara.

Tangan kanan Samuel meraih salah satu gagang pintu ruangan Netta dirawat, terasa dingin. Dengan langkah pelan, Samuel berjalan mendekati brangkar tempat gadis itu terlelap. Dia masih tak sadarkan diri.

"Netta, bangun dong, Nett! Kayaknya belakangan ini, lu doyan banget tidur kayak gini. Awas badan lo bisa tambah lebar, kan jelek," ucap Samuel setelah berdiri di sisi kanan brangkar.

"Maafin gue, ya. Gue nggak ada maksud buat bikin lo jadi kayak gini. Pokoknya setelah lo bangun, kalo sampai mulut gue salah ngomong lagi, lo bebas deh mau apain nih mulut. Mau lo timpuk pake sendal kek atau mau lo bejek-bejek, gue ikhlas aja."

Tangan kanan Samuel terulur untuk mengusap lembut puncak kepala Netta. "Lo cepat sembuh! Baru juga beberapa jam lo nggak ngomelin gue, gue udah kangen aja." Samuel mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu. "Gue sayang sama lo," bisik Samuel sembari tersenyum tipis.

Samuel memundurkan tubuhnya seraya tersenyum hambar. Gadis itu tak juga membuka mata, bahkan merespon sekalipun tidak. Kenapa dia begitu senang terlelap seperti ini?

***

Tak lama setelah Samuel keluar, tiba-tiba ponsel milik Gilang berdering dengan nyaring. Pertanda ada sebuah pesan masuk. Gilang segera merogoh saku celananya kemudian mengeluarkan benda pipih itu.

Aldo
Temuin gue di tempat biasa, sekarang!
Ada hal penting, dan gue nggak bisa ke sana dulu.

Salah satu alis Gilang terangkat. Ada hal penting? Emang sepenting apa, Aldugong? Bukankah sekarang satu-satu hal terpenting bagi Gilang adalah kesembuhan gadisnya? Seharusnya dia bisa berpikir, apa mungkin Gilang bisa meninggalkan Netta dalam keadaan seperti itu? Tidak mungkin.

Gilang segera melakukan panggilan telepon ke nomor Aldo. Sialnya tak ada jawaban. Tak hanya sekali Gilang menghubungi Aldo, tapi berkali-kali. Namun, tetap saja tak ada jawaban.

"Dia ngapain, sih?" gerutu Gilang, lantas berdiri.

Samuel mendongak ke arah Gilang, disusul Lintang. "Kenapa, Lang?" tanya Samuel.

"Aldo minta gue buat temuin dia."

"Terus lo mau pergi?" tanya Lintang.

Gilang mengangguk. "Dia bilang, ada hal penting. Gue udah coba hubungin dia, tapi nggak diangkat."

"Yaudah, gue ikut lo." Samuel menawarkan diri.

Lagi, Gilang mengangguk setuju. "Nta! Lo nggak papa kalo gue titip Netta bentar?"

"Santai aja, man! Lo pergi aja, biar gue yang jagain dia."

"Kalo ada apa-apa, secepatnya lo kabarin gue," pinta Gilang. "Satu lagi, kalau ibu datang, bilang kalo gue ada urusan sebentar. Secepatnya gue balik lagi ke sini," sambungnya.

"Siap!" Lintang hormat aye-aye kapten.

***

Saat Lintang hendak masuk menemui Netta, tak sengaja matanya menangkap sesosok gadis yang tak asing baginya. Sepertinya gadis itu sedang terburu-buru. Dengan langkah tergesa, kepalanya terus saja celingak-celinguk menoleh ke segala arah. Sudah seperti sedang memastikan situasi rumah sakit itu aman atau tidak untuknya.

Lintang yang merasa penasaran dengan gerak-gerik gadis itu, tanpa pikir panjang langsung saja membuntutinya. Yang membuat Lintang bingung dan merasa bertanya-tanya, gadis itu berjalan beriringan dengan seorang dokter wanita menuju ruang konsultasi.

Sebenarnya dia sakit apa? Apa dia menderita sakit yang serius? Tapi kenapa dia menutupinya?

Lintang semakin bingung. Di kepalanya terus saja muncul tanda tanya besar. Karena itu Lintang memutuskan untuk menunggu Rena keluar dari ruangan itu. Lintang akan berusaha membuat gadis itu buka mulut, dengan begitu dia tidak lagi dihantui pertanyaan-pertanyaan aneh.

Hanya butuh dua puluh menit untuk Rena keluar. Kehadiran Lintang di depan pintu secara tiba-tiba, sontak saja membuat gadis itu berjengit kaget.

"Li–Lintang?!" pekik Rena kaget. "Lo ngapain di sini?"

"Nungguin lo," jawab Lintang sekenanya.

"Lo tau dari mana kalo gue di sini? Lo ngikutin gue?" tanya Rena penuh selidik. Gadis itu merasa aneh saja, sudah dua hari ini dia bertemu dengan Lintang di rumah sakit.

Apa dia sengaja mengikuti Rena atau karena memang ada urusan lain, tetapi mengapa waktunya selalu bertepatan saat Rena juga ke rumah sakit?

"Ya, gue nggak sengaja liat lo. Gue heran aja, sih, lo kok sering banget ke rumah sakit. Lo sakit?" tanya Lintang.

"Ya, lo sama aja. Lo juga sering di rumah sakit, lo sakit?"

Bukannya menjawab, Rena malah membalikkan ucapan Lintang. Perkataannya tadi sudah seperti boomerang untuknya. Huh, dasar. Rena memang sangat pandai mengalihkan pembicaraan.

"Gue di sini karena Netta. Puas lo?!" ujar Lintang cepat. "Sekarang gue tanya, lo ngapain di sini?"

"Hah, Netta sakit?" sanggah Rena. "Sakit apa, Nta?"

"Harus banget lo tau? Bukannya sekarang lo nggak berhak tahu apa-apa lagi mengenai Netta? Lo lupa apa gimana, sih?"

"Bukan gitu, Nta. Gue tahu, gue nggak berhak nyari tahu tentang dia. Gue nggak ada niat kok buat ngusik ketenangannya dia. Gue cuman pengen tau dia sakit apa?" Rena menarik napas pelan. "Lo perlu tahu, selama ini gue nggak pernah benci sama Netta. Dia yang benci sama gue, dia yang jauhin gue, Lintang." Wajah Rena tiba-tiba terlihat memerah, seperti menahan tangis.

"Dan seharusnya lo sadar kenapa Netta ngelakuin itu ke lo! Sadar diri, Ren. Lo udah nyakitin dia, lo udah khianatin dia. Lo bales kebaikan Netta dengan sikap busuk lo itu," ujar Lintang penuh penekanan.

Perkataan laki-laki itu sangat terkesan menohok. Kalimat itu seolah menampar keras kedua pipinya, akan tetapi Rena bisa apa, memang begitu kenyataannya. Dia tak lain adalah seorang penghianat. PENGHIANAT!

Tanpa diminta, air mata Rena kini lolos membasahi kedua pipinya. "Gue tahu dan gue ngerti, Lintang. Gue nyesel udah ngelakuin hal bodoh itu. Gu–gue salah, dan gue benar-benar menyesal."

"Nggak ada yang perlu lo sesali, Ren. Itu pilihan lo, lo sendiri yang minta dibenci. Gue kira lo udah bahagia sama pacar brengsek lo itu, jadi lo nggak perlu nyesel. Nikmatin aja hidup kalian. Netta juga nggak pernah kan ngusik kehidupan kalian, malahan Netta udah ikhlas. Kenyataannya, dia udah bisa move on dari cowok kesayangan lo itu, malahan dia lebih bahagia sekarang sama Gilang," jelas Lintang panjang lebar. Tentunya amat sangat membuat hati Rena tertusuk.

Sebelumnya, Rena tidak pernah membayangkan Lintang bisa bersikap sedingin ini padanya, bahkan sampai melontarkan kalimat-kalimat menusuk. Tidak seperti kemarin-kemarin, cowok itu begitu hangat dan perhatian padanya.

Sepertinya dia begitu menyayangi Netta. Lintang yang terkesan cuek dan dingin, bisa membela Netta sampai seperti ini. Ah, Netta memang pantas dibela. Tidak seperti dirinya. Siapa juga yang mau membela gadis jahat sepertinya. Tidak ada yang sudi.

Rena tersenyum kecut. "Awalnya gue bahagia, Nta. Tapi belakangan ini gue merasa Rean berubah. Sifat, sikap, dan perlakuannya ke gue berubah drastis. Di saat gue sakit parah seperti ini pun, dia nggak ada di sisi gue. Setiap gue mau ngomong sama dia, selalu kata sibuk yang menjadi alasannya."

Wajah Lintang tiba-tiba berubah serius, juga sendu. "Sakit parah? Lo sakit parah, Ren?" Suaranya sudah melunak, tak seperti tadi.

"Iya, Nta. Gue sakit ...," ucap Rena menggantung.

"Lo sakit apa?"

"Kanker otak stadium tiga."

_________________

To be continue!

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

Roomate [End] Av asta

Tonårsromaner

861K 58.4K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
167K 10.6K 59
PART LENGKAP! Cerita ini bisa membuat Anda kesal sendiri bahkan sampai gigit guling karena gemes. ________ Namanya Arseno Aditya Tristan. Masa lalu...
31.5K 883 49
#707 in Series (Rabu, 24 Juli 2019) #373 in SMK (Sab, 3 August 2019) #116 in SMK (Kamis 8 Agustus 2019) #105 in SMK (Senin 2 September 2019) #455 in...
48.2K 3.5K 62
"Makasih buat kamu yang datang seperti batu dan hilang seperti debu." - Melody Nareswari - ------ Bagaimana jika seseorang yang kau cintai tiba-tiba...