NETTA [END]

By inna_adr

251K 16.9K 1.7K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Apa yang ada di benak kalian apabila mendengar atau melihat seorang gadis yang selal... More

01. Luka Masa Lalu
02. Kecewa
03. Telepati Rasa
04. Makasih, Lang!
05. Aku Takut, Lang.
06. Cemburu
08. Sesak dan Sesal
09. Malaikat Penolong
10. Titik Nadir
11. Titik Nadir (2)
12. Jadian?
13. Ujian
14. Sahabat atau Pacar Posesif?
15. Netta dan Traumanya
16. Rena dan Lintang
17. Si Cowok Emosional
18. Kamu Hanya Milikku!
19. Hot News
20. Si Brengsek, Kesayangan Netta!
21. Di Bawah Pohon Flamboyan
22. Pray For Netta
23. Isi Hati Reandra
24. Labirin Ciptaan Amel
25. Jam Tangan Reandra
26. Kesalahan Yang Sama
27. Sampah Daur Ulang
28. Paket Misterius
29. Mati Untuk Tenang
30. Perjuangan Gilang
31. Mental Illness
32. Psychiatric Hospital
33. Surat Panggilan
34. Amel dan Lelaki Misterius
35. Netta Gila?
36. Harus Pisah!
37. Minta Maaf
38. Pisah
39. Datang Menemui Netta
40. Gilang dan Jessica
41. Putus Sekolah?
42. Akhir Perjuangan Netta
Sweet Regard
INFO [New Story]
Announcement
Vote Cover
PO NOVEL

07. Garis Kehidupan

6.4K 476 23
By inna_adr

Tiba-tiba laki-laki itu membuka kaca jendela di belakangnya, membuat rambut panjang Netta tertiup angin. Hingga secara tidak sengaja rambutnya menyapu lembut wajah laki-laki itu. Yang membuat Netta kaget, dengan beraninya laki-laki itu mengendus mencium aroma rambutnya.


Netta berusaha berpikir positif. Ia tak ingin berpikir lebih jauh lagi, hingga akhirnya Netta memilih memainkan ponselnya.

Jemari lentik Netta terulur untuk membuka story chat-nya dengan Gilang. Sebenarnya ia tidak ingin membaca atau mengirim pesan pada cowok itu, hanya sekedar menyibukkan diri. Daripada sibuk berprasangka aneh.

Saat Netta tengah sibuk memainkan ponsel, laki-laki misterius itu kembali menunjukkan gelagat aneh. Laki-laki itu membawa tangan kirinya bertumpu di jok penumpang, mengisi jarak antaranya dan Netta. Otomatis di antara mereka nyaris tidak ada jarak lagi. Gadis itu kembali dikagetkan saat lelaki itu berusaha mencium rambutnya, mengendus tanpa rasa risih dan malu. Padahal kondisi dalam angkot itu hampir penuh.

Kini gadis itu gelisah dengan asumsinya sendiri, karena itu Netta memilih membuang muka ke arah kaca besar di bagian belakang mobil—hampir membelakangi laki-laki misterius di sebelahnya. Sesekali gadis itu melirik ponsel, harap-harap cemas.

Yang paling mengejutkan dan membuat Netta hampir menangis, dengan beraninya laki-laki itu memegang pahanya lantas beralih meraba punggungnya.

"Anjing!" umpat Netta spontan membuat laki-laki itu menarik tangannya. Netta tak habis pikir, masih ada saja lelaki brengsek yang berani melecehkan seorang perempuan di tempat umum seperti itu.

Tidak ada seorangpun penumpang yang mencoba bertanya pada Netta. Semuanya cuek seperti tidak terjadi apa-apa. Karena itu Netta memilih turun dari angkot itu.

"Kiri, Bang!!" ucap Netta gemetar, suaranya nyaris tak kedengaran. Gadis itu sudah ketakutan setengah mati, matanya sudah memerah menahan tangis, ingin rasanya ia loncat dari angkot itu sekarang juga.

"Berhenti, Bang!!!" teriak Netta lebih lantang, membuat sang sopir mengerem mendadak.

Netta segera berlari setelah membayar biaya tumpangannya, tanpa peduli uangnya lebih atau kurang. Yang ada di pikirannya sekarang, ia harus berlari mencari tempat aman. Setelah berlari cukup jauh, Netta memilih untuk duduk dan beristirahat di sebuah kursi halte. Kakinya sudah keram, badannya gemetar hebat. Kejadian di angkot tadi kembali berkelana di pikirannya, air mata yang sedari tadi ia tahan, kini tumpah.

Dengan tangan gemetar, Netta men-slide layar ponselnya dan menghubungi sebuah nomor di sana. Sialnya, pemilik nomor itu tidak mengangkat teleponnya. Apa mungkin dia sudah tidur? Mungkin benar. Ini memang sudah waktunya tidur untuk sebagian orang, jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sedangkan gadis itu masih di luar sendirian, dengan rasa takut yang sudah berkecamuk di rongga dadanya.

"Angkat, please," lirih Netta sembari menggigit ujung jari telunjuknya. Namun tetap saja, orang itu enggan mengangkat teleponnya.

Netta kembali menghubungi nomor yang sama hingga beberapa kali, namun tetap saja tidak ada jawaban. Malam semakin larut, jalanan juga sudah sangat sepi, tak ada angkot ataupun taksi yang lewat. Saat ini, tak ada yang bisa Netta lakukan selain menangis.

***

"Si gila itu ke mana lagi?! Ke toilet aja lama bener," ujar Samuel sembari mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Gilang. "Apa jangan-jangan dia diculik om-om lagi, atau enggak, dia nge-lahirin di dalem toilet. Hem, enggak bener, nih." Samuel mulai berbicara sendiri dengan opini-opini gilanya, lalu kembali menyesap soft drink pesanannya tadi.

Cowok itu hendak berdiri, namun tanpa sengaja Samuel menemukan ponsel dan kunci mobil milik Gilang di sofa tempat ia duduk tadi. Dia meninggalkan barang-barang pentingnya sembarangan, untung saja Samuel melihatnya.

Samuel meraih kedua benda itu. "Dasar ceroboh!" gumamnya.

(12) missed call, Netta Jelek.

Samuel membelalak kaget. Yang benar saja, Gilang melewatkan dua belas panggilan dari Netta. Apa Gilang marah pada gadis itu? Tapi kenapa? Samuel hanya bisa geleng-geleng kepala, ini bukan pertama kalinya kedua sahabatnya itu marahan. Paling besok sudah baikan lagi, pikir Samuel.

Sebuah ide brilian muncul di kepala Samuel, dengan cepat laki-laki itu menghubungi nomor Netta.

"Lang, kamu di mana? Tolong aku!"

Alis Samuel terangkat setelah mendengar sahutan di seberang telepon. Didengar dari intonasi suaranya, sepertinya gadis itu sedang menangis, dan ....

"Tolong aku, Gilang. Tolong aku!"

Gadis itu butuh pertolongan? Dia kenapa dan di mana?

"Ha-halo, Netta! Kamu ken—"

Tut-tut-tuuuttt ....

Sambungan teleponnya terputus begitu saja. Samuel segera menelponnya kembali, namun nihil, sudah tidak bisa tersambung. Mungkin karena gangguan sinyal atau enggak baterai ponselnya habis. Jemari Samuel terarah untuk membuka chat story Netta dan Gilang, berharap ada petunjuk di sana.

Benar. Netta sempat share location, sudah setengah jam yang lalu. Samuel kelabakan setengah mati, ia tidak tahu harus berbuat apa. Cowok itu segera berlari menyusul Gilang ke toilet, namun Gilang tidak di sana.

"Sial! Ke mana dia?"

Samuel kembali ke ruangan itu, berjalan menerobos lautan manusia yang tengah berpesta-ria di depan panggung. Lagi-lagi Gilang tidak di sana.

"Ke mana si brengsek itu?!" geram Samuel, pacu jantungnya sudah tak karuan. Samuel takut jika gadis itu kenapa-napa, namun ia juga tidak mungkin meninggalkan Gilang sendirian di sana. Bagaimana pun Gilang juga harus tahu jika Netta sedang butuh pertolongan.

Samuel kembali mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan, hinga sorot matanya mengarah pada punggung seseorang yang tengah terduduk lemas di depan bartender.

"Anjing!" umpat Samuel tak kira-kira.

Dengan langkah cepat Samuel berjalan menghampiri cowok itu lantas menarik kerah bajunya kasar. Membuatnya berdiri dengan paksa. Terlihat beberapa botol alkohol tengah berjejer di meja itu. Sialan! Gilang pasti sudah mabuk.

Samuel menyeret Gilang keluar dari tempat itu lantas menuju mobilnya yang tengah parkir di depan Denilson Hotel. "Sialan lo, Lang! Lo udah gilaaa?!" teriak Samuel penuh tekanan. Cowok itu mendorong sahabatnya kasar hingga tubuh jangkungnya menubruk mobilnya sendiri.

Gilang terkekeh pelan. "Heh, apaan lo? Siapa yang gila, hah?" Gilang berbicara dengan mata yang sudah memerah dan enggan terbuka.

Samuel mengangkat dagu sahabatnya itu agar menatapnya. "Lo yang gila! Udah sinting tahu, nggak! Ngapain minum sebanyak itu bodoh?!" kesal Samuel emosi. Bisa-bisanya ia kecolongan, Gilang minum alkohol sebanyak itu tanpa sepengetahuannya.

Gilang menepis tangan Samuel sembari tersenyum kecut, "Gue ... gue memang gila, gue gilaaa!! Tapi ... tapi, orang itu yang buat gue jadi gila, Sam. Gue sayang sama dia, Sam. Tapi kenapa dia nggak mau ngebales perasaan gue? Gue udah berusaha nunggu, gue nunggu lama. Dan dia malah nungguin ...." Wajah Gilang memerah sempurna, sepertinya ia mual dan sebentar lagi akan memuntahkan isi perutnya.

Benar. Detik berikutnya Gilang memuntahkan hampir seluruh isi perutnya, sepertinya Gilang sedang mabuk berat.

Gilang mengepalkan kedua tangannya. "DIA MALAH NUNGGUIN COWOK BRENGSEK ITU!! BANGSAATTT!!" teriak Gilang hingga rahangnya mengeras. Kedua manik matanya merah menyala, emosinya memuncak.

Bugh!

Sebuah pukulan mendarat tepat di rahang kiri Gilang, membuat cowok itu jatuh tersungkur ke tanah. "LO YANG BRENGSEK!" teriak Samuel tepat di telinga Gilang.

Gilang tersenyum sinis seraya mengusap rahangnya. "Gue cowok brengsek! Gue cowok brengsek! Gue cowok brengsek, iyaa gue brengsek, Sam!" Gilang terus merapalkan kalimat itu disertai senyum hambar.

"Hahahaha." Tawa Gilang pecah, namun juga diselingi tangisan perih. Cowok itu tidak bisa mengontrol perasaannya. Ia marah, kesal, sedih, kecewa, dan ingin menertawakan dirinya sendiri.

Gilang berangsur duduk dan bersandar di bagian pintu mobilnya, pikirannya kalut, dia benar-benar frustasi sekarang. Gilang meremas rambutnya lantas memejamkan kedua matanya, cowok itu tidak lagi menganggap kehadiran Samuel di sana.

"Lo tinggal di mana Netta?"

Degh!

Pertanyaan Samuel membuat dada Gilang bergemuruh hebat, seperti ada ribuan pisau belati menghantam ulu hatinya. Kenapa saat mendengar nama itu dadanya terasa sakit?

"Lo ninggalin Netta di mana, Lang?" ulang Samuel.

Gilang tersenyum hambar. "Netta? Gue ... gue sayang sama
dia, Sam," ucapnya lantas kembali meringkuk di samping mobilnya.

Samuel berdecak. "Bodoh!"

Samuel memapah Gilang memasuki mobilnya. Ia duduk di jok kemudi, sedangkan Gilang tertidur di jok belakang sembari terus meracau menyebut nama 'Netta'.

***

Netta masih duduk di bangku halte dengan kedua betis yang sengaja ia selimuti menggunakan cardigan-nya, gadis itu bersidekap memeluk lutut sembari menenggelamkan wajahnya di sana. Masih sama, gadis itu masih menangis ketakutan. Hingga tak lama kemudian, Netta merasakan tangan hangat seseorang tengah memegang bahunya.

"Gilang," lirihnya pelan, di sela isak tangisnya.

Begitu antusias, Netta berangsur menoleh ke arah pemilik tangan. Netta sangat berharap orang itu benar Gilang, laki-laki yang akan mendekapnya hangat, membawanya pulang, melindunginya, dan membuatnya kembali merasa aman.

Netta terkesiap setelah menemukan sosok yang dia pikir adalah Gilang. Gadis itu menggeleng cepat, tubuhnya kembali gemetar dengan rona wajah yang sudah pucat pasih. Air matanya kembali lolos tanpa permisi. Orang itu lagi.

Sontak Netta berdiri. "Ka-kamu siapa? Kamu mau apa dari aku?" pekik Netta dengan suara gemetar, ia memundurkan tubuhnya berusaha membentuk jarak.

Alih-alih menjawab, orang itu malah maju mendekati Netta membuat gadis itu berjalan mundur.

"Berhenti!!! Tetap di sana atau aku teriak?!" teriak Netta saat kakinya sudah menapaki trotoar jalan.

Netta hendak berlari, tetapi dengan gerakan cepat orang itu menarik lengannya kasar hingga Netta tersentak kaget.

"LEPASINNN!!!" teriak Netta berontak. Meski gadis itu mengerahkan segenap kekuatannya, tetap saja tenaga orang itu tak sebanding dengannya. Dia laki-laki, sedangkan Netta hanya gadis kecil nan lemah. Setelah berusaha menyelidiki wajah orang itu, Netta yakin, dia masih muda. Mungkin mereka seumuran, atau satu-dua tahun lebih tua darinya.

Laki-laki itu membawa Netta bersandar pada tembok besar yang menjulang di sisi halte, laki-laki itu mengunci pergerakan Netta dengan kedua tangannya. Dari sorot matanya, Netta bisa melihat laki-laki itu tengah tersenyum sinis dan penuh hasrat. Laki-laki itu menatapnya seolah Netta adalah mangsa yang siap diterkam.

Tangannya terulur untuk mengusap pipi Netta yang sudah memetakan air mata, namun Netta segera menepisnya kasar dan spontan menendang bagian betisnya hingga laki-laki itu bertekuk lutut di hadapannya.

Netta hendak berlari. Dan lagi, orang itu berhasil meraih pergelangan kakinya hingga gadis itu jatuh meringkuk di atas trotoar jalan. Terdengar ada bunyi 'kruk' pada bagian sendi kakinya. Netta berusaha bangun, tapi pada akhirnya ia tetap ambruk. Mungkinkah gadis itu sudah keseleo atau ada hal serius di bagian persendiannya? Netta kembali menangis.

"Kamu mau apa, hah?" bentak Netta pada laki-laki itu. "Aku sama sekali nggak kenal sama kamu, tapi kamu terus menggangguku."

"Aku mau kamu," bisiknya di telinga Netta.

Netta berdecih. "Aku pikir saat di angkot tadi kamu hanya orang brengsek yang lagi iseng. Tapi ternyata kamu ngikutin aku sampai di sini, aku yakin kamu bukan laki-laki brengsek. TAPI LAKI-LAKI BEJAT!"

"Diam! Nggak usah galak gitu, cantik." Laki-laki itu duduk berjongkok di hadapan Netta. Ia menatap gadis itu penuh ambisi.

Netta mendorong tubuh bongsor lelaki di hadapannya, membuatnya nyaris jatuh terjengkang ke belakang. "Tolong!!" teriak Netta sekerasnya, namun percuma. Keadaan tempat itu memang benar-benar sepi.

"Nakal juga ternyata." Laki-laki itu mencekal kedua tangan Netta hanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya membelai lembut rambut gadis itu. Dia menatap Netta dengan tatapan menyeringai.

"Tolong lepasin," lirihnya sembari menjauhkan posisi kepalanya dari jangkauan laki-laki itu. "Jangan sakiti aku, aku mohon ...," lirih Netta memohon. Tatapannya sendu, terlihat kantung matanya sudah hitam, bibirnya gemetar menahan rasa sakit dan ketakutan luar biasa.

"Berhenti menangis, cantik! Aku nggak akan nyakitin kamu, kita akan bersenang-senang malam ini." Laki-laki itu tersenyum sinis seraya mengusap air mata Netta yang terus merembes tanpa henti.

Netta menggeleng pelan, "Jangan! Jangan sentuh aku, aku mohon ... lepasin aku!"

Berkali-kali lelaki itu berusaha menyerangnya dan berulang kali juga Netta terus mencoba berontak dan meronta, membuat lelaki itu geram hingga memukulnya.

Plak!!

Satu kali tamparan yang cukup keras. Detik berikutnya, tubuh gadis itu luluh lunglai hingga akhirnya ia tak sadarkan diri. Terlihat banyak luka lebam di garis wajahnya, mulai di ujung mata kirinya, pelipis kanan, pipi hingga sudut bibirnya. Itu karena gadis itu berusaha keras melakukan perlawanan, hingga pada akhirnya ia tetap kalah.

Kembali ke garis kehidupan, meski Netta terus bersikap seolah dia adalah manusia kuat yang tak ingin gentar melawan siapapun, tetap ia hanya gadis kecil yang lemah dan butuh perlindungan.

Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan. Melihat gadis di hadapannya sudah tak berdaya, dengan begitu ia tidak perlu lagi repot-repot membuang tenaga. Gadis itu tidak akan melawan lagi.

Laki-laki itu memperhatikan setiap inci wajah Netta. Mulai dari kulit wajahnya yang putih bersih, beralih ke mata, alis, hidung, dagu, dan terakhir di bibirnya. Benar-benar sempurna.

***

"Netta, Netta ... Nettaaaaa," Gilang terus meracau merapalkan nama itu. Saat ini, ia tengah tertidur di kamarnya, setelah semalaman mabuk berat. Jam sudah menunjukkan pukul delapan, untungnya ini adalah hari minggu. Kalau tidak, sudah dipastikan ia akan terlambat ke sekolah.

Sebuah isak tangis terdengar jelas hingga menusuk gendang telinga Gilang. Membuat cowok itu berusaha membuka mata sembari memijat pelan kepalanya, terasa berat dan sedikit nyeri di bagian rahangnya. Gilang mengerjap pelan, gradasi cahaya yang semula blur kini terlihat jelas. Apa yang terjadi semalam?

Gilang berangsur bangun dan memilih duduk di tepi ranjang king size miliknya. Cowok itu meraih segelas air putih di atas nakas lalu meminumnya hingga tandas. Tangannya terulur untuk meraih sebuah benda pipih berwarna hitam di atas nakas, tak ada notifikasi chat maupun panggilan masuk. Gilang melempar benda itu asal, ke tempat tidur serba putih miliknya.

Gilang berjalan menuju jendela kaca berukuran besar di kamarnya. Menghirup udara segar sembari menyaksikan panorama indah kota Jakarta di pagi hari, mengintip sang mentari yang muncul di ufuk timur dengan malu-malunya.

"Argghhhh!!"

Meski samar, suara teriakan perempuan kembali membuat Gilang berjengit kaget. Asal suaranya dari kamar sebelah, tepat di samping kamar Gilang. Apa suara tangisan tadi juga berasal dari sana? Gilang pikir itu hanya mimpi, tapi sepertinya ia harus segera memastikan.

"Siapa di dalam?" teriak Gilang sembari mengetuk pintu. Tak ada sahutan, hanya suara isakan. Membuat Gilang menggedor pintu lebih keras. "Siapa di sana?" tanyanya lagi.

"Pergiii! Jangan ganggu akuuu!!!"

Degh!

Suara itu. Netta?

Dada Gilang mencelos hebat, sulit dipercaya. Kenapa gadis itu di dalam sana? Apa yang terjadi? Ada apa? Gadis itu kenapa? Apa dia baik-baik saja? Gilang sama sekali tidak tahu apa-apa. Beberapa pertanyaan itu mulai bermunculan di kepalanya.

Dengan napas memburu, Gilang kembali menggedor-gedor pintu kamar itu. "Netta, buka pintunya!" teriak Gilang mulai panik.

"Pergi!! Jangan sakiti aku! Aku mohon ...."

Gilang mendesah berat. "Nggak akan ada yang nyakitin kamu. Buka pintunya, Netta!"

"PERGI!" teriak Netta lebih keras. Detik berikutnya terdengar suara barang-barang berjatuhan, mungkin sengaja ia banting ke arah pintu.

Tanpa berpikir panjang, Gilang segera mendobrak pintu yang tengah terkunci dari dalam. Betapa terkejutnya Gilang saat menemukan Netta yang hampir melemparnya dengan vas bunga. Untungnya, ia masih bisa mengelak. Kalau tidak, mungkin saja kepalanya dan vas bunga itu akan pecah di waktu yang bersamaan.

Bukan cuma itu, setelahnya, Gilang mendapat hujaman beberapa bantal dan guling yang di lempar gadis itu.

"Enggak, enggak! Berhenti di sana! Jangan sakiti aku!" teriak Netta lagi.

Gilang melangkah mendekati gadis itu. Memperhatikan setiap inci garis wajahnya. Terlihat memprihatinkan. Terdapat banyak luka lebam yang sudah membiru. Wajahnya terlihat kusam, rambutnya berantakan, satu lagi... badannya masih terbungkus seragam sekolah. Ada apa sebenarnya?

_________________

To be continued!


HAI SEMUA, APA KABAR?

MAAFKAN AUTHOR YANG TELAT UPDATE!

GIMANA CHAPTER INI?

PESAN BUAT :

NETTA

GILANG

SAMUEL

SPAM NEXT DI SINI!!

SAMPAI JUMPA LAGI!

[Follow instagram @inna_adr]

Continue Reading

You'll Also Like

2.4K 1.4K 44
Dengan senyumnya yang selalu ia perlihatkan kepada semua orang diluar sana, tak memungkiri bahwa Ara juga memiliki luka yang masih membekas dihatinya...
889K 87.3K 49
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ALEA By vita liana

Teen Fiction

55.4K 2.8K 40
"Ternyata benar,orang yang aku cintai lebih paham membuat aku sakit hati" "Dan orang yang aku benci malah ia yang mencintai aku" "Dan itulah yang aku...
846K 57.1K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...