PRINCESS DIARY [SIBAP] NEW VER

By sweetmarshmallow27

393K 21.2K 7.1K

ATHY X LUCAS Athanasia de Alger Obelia. Putri mahkota dan satu satunya di Kaisaran Obelia yang kini telah me... More

Prologue
1. Start line
2. Sneak Out
3. Storm
4. Can't I?
5. Order
6. Mission
7. bOom
8. Scarlet
9. Spotlight
10. Desire
11. Trust me!
12. Little bird
13. Night Talk, Night Thought
14. The Seed
15. Festa!
16. The Best Oath
17. ... by my side
18. Want to know you
20. Bond
21. Doubt
22. I hate it
23. Encounter
24. Dandelion
25. Moon, Sea, and Spark
26. (Business) Proposal
27. The Reason
28. My world
29. Coming back (+Illustrastion)
30. It's coming
31. I want ..
32. Wishper
33. Hidden String
34. Moon Confession
35. Mark
36. Distance
37. Choice
Gallery

19. Drizzle (not really)

4.9K 479 167
By sweetmarshmallow27

.

.

.

Author POV

Hujan mulai turun ketika Athanasia memasuki ruang tamu di Istana Emerald. Cuaca sangat gelap, seperti sudah senja. Di luar jendela, Athanasia nyaris tidak bisa melihat apa-apa ketika hujan semakin lebat menjatuhi bumi. Padahal masih jam 10 pagi, tapi udara terasa begitu dingin. Mengabaikan hujan, kini perhatiannya tertuju kepada tamunya yang berkunjung hari ini.

Menyadari kedatanganya, pria dengan rambut putih layaknya salju itu memberikan hormat pada Athanasia diikuti senyuman ramah yang biasa ia tunjukan.

"Maaf karena membuatmu menunggu, tuan muda Ijekiel." Sapa ku menuju meja the kecil yang ada tepat di samping jendela.

"Tidak, Tuan Putri. Saya sudah cukup berterima kasih karena anda sudah mau meluangkaan waktu anda."

"Aku tidak punya alasan untuk menolak bukan?" Athanasia terkekeh kecil membiarkan Ijekiel menarik kursi untuknya.

"Anda bisa membuatnya kalau anda ingin."

"Kau benar."

Tapi disinilah ia sekarang, menjamu kedatangan sang pemeran utama laki-ladi yang kini telah tumbuh menjadi pria muda yang mengagumkan di usianya yang memasuki angka 20. Seperti yang ia katakan tadi, Athanasia tidak memiliki alasan khusus untuk menolak kunjungan Ijekiel ke istananya. Dia tidak berharap banyak karena hubungan ia dan Ijekiel sendiri hanyalah teman yang sudah saling mengenal sejak mereka belia. Menjalin hubungan baik dan tidak perlu menjadi musuh, itulah yang diinginkan Athanasia tentang dirinya dan Ijekiel Alpheus.

"bagaimana kabar Jennete?" Tanya Athanasia membuka obrolan setelah para pelayan selesai menghidangkan makanan ringan untuk mereka berdua.

"Jennete baik, akhir-akhir ini terlihat sibuk di perpustakaan dan sesekali mencoba resep baru bersama para pelayan. Sepertinya ia begitu menantikan pesta teh bersama Tuan Putri."

"Ah, benar. Kami ada rencana pesta teh di istanaku 4 hari lagi. Aku jadi tidak sabar menantikannya." Athanasia mengangguk pelan, mau bagaimana pun kue buatan Jennete itu cukup enak. Berbeda sekali dengan kue-kue yang pernah ia buat.

"Saya merasa sedikit iri pada Jennete." Ujar Ijekiel tiba-tiba.

"Eh?"

"Setiap saya menemui Tuan Putri, hal pertama yang anda tanyakan adalah tentang Jennete. Saya merasa sedikit iri."

Athanasia hanya bisa tertawa hambar menganggapinya. Mau bagaimana lagi? Ia sendiri bingung harus memulai pembicaraan dengan apa. Itu karena Ijekiel sendiri memiliki terlalu banyak kesamaan dengan dirinya.

Mereka berdua merupakan calon pewaris, banyak berkecimpung di dunia akademik, dan hidup di dunia sosial yang setara. Buku-buku yang mereka baca, hingga perhatian tentang isu sosial, semuanya terasa sangat dekat. Sangat dekat hingga Athanasia merasa tidak nyaman. Mengobrol dengan Ijekiel terasa seperti berbicara dengan dirinya sendiri. Pria ini dapat mengimbangi obrolan Athanasia dengan terlalu baik, sampai membuatnya ingin pergi dari topik-topik itu secepat mungkin.

Karena itulah Athanasia mencoba membicarakan hal yang sama sekali tidak berkaitan dengan dirinya. Seperti Jennete yang mereka berdua kenal, cuaca hari ini, atau berita tentang hiburan seperti opera yang sedang ramai.

"Aku tidak menyangka kalau Tuan muda Ijekiel akan cemburu pada sepupunya sendiri. Kalau begitu kau bisa menentukan topik yang anda inginkan, aku tidak keberatan."

"Benarkah?"

"Tentu saja."

"Tapi saya lebih tertarik untuk mengobrol tentang diri anda,Tuan Putri."

Athanasia terdiam menatap iris mata yang begitu manis layaknya madu. Dia melakukannya lagi. Bukan sekali dua kali Ijekiel mengucapkan kata-kata yang seakan memperlihatkan ketertarikannya pada Athanasia, dan sang putri pun menyadari hal itu sejak lama.

Tapi apa yang bisa dia lakukan? Sejak awal mereka bertemu, sebuah pemikiran telah tertanam di hati dan kepalanya dengan akar yang begitu dalam. Bahwa ia tidak boleh merebut apa yang merupakan milik Jennete, dan dirinya pun tidak akan bisa. Pada akhirnya Ijekiel akan memilih Jennete daripada dirinya. Jadi buat apa memulai sesuatu yang sudah pasti akan berakhir?

Walaupun ia sendiri masih tidak tahu apakah yang ia lakukan ini adalah hal yang benar. Mengubah isi novel demi kebahagiaannya sendiri memberikan rasa bersalah di sudut hatinya, perasaan yang perlahan terus bertumpuk seperti salju di musim dingin. Tapi disinilah ia hidup, Athanasia membiarkan itu mengalir dengan sendirinya. Yang bisa ia lakukan di arus yang deras ini hanyalah menjaga dirinya agar tidak tenggelam.

"Kalau begitu apa yang ingin kau tanyakan?" Mengikuti arus, Athanasia mempersilahkan Ijekiel melanjutkan.

Hujan deras di luar terasa semakin pekat ketika cahaya kilat sesekali terlihat diikuti dengan suara guntur yang samar.

Ada begitu banyak pertanyaan yang ada di benak Ijekiel saat ini. Tidak banyak kesempatan dimana sang putri membuka hati nya seperti hari ini.

'Apa ada yang menarik perhatian anda akhir-akhir ini? Apakah anda makan dengan baik? Anda tertarik untuk jalan-jalan di kota? Apa yang anda pikirkan ketika anda pergi tidur? Apakah sekali saja, anda pernah memikirkan tentang saya?'

Banyak, terlalu banyak yang ingin Ijekiel tanyakan hingga ia tidak tahu harus memilih yang mana. Tapi ia sendiri tahu, jika ia ia mendekat terlalu cepat, gadis di hadapannya akan menjauh dari jangkauannya.

Setelah mengambil keputusan, ia pun bertanya, "Apa pendapat anda tentang buku keluaran vintesk terbaru?" Lidah Ijekiel terasa pahit setelah mengatakannya. Sekali lagi ... ia membuang kesempatan yang ada di depan matanya.

Sambil menyeruput teh hangat, iris kristal biru yang indah itu mengarah ke langit-langit seolah berusaha mengingat sesuatu."Buku terbaru vinteks? Kalau tidak salah bukunya baru sampai di perpustakaan istana dua minggu lalu, jadi aku belum sempat membacanya. Kalau kau tidak keberatan, kau bisa menceritakannya padaku. Aku tidak keberatan dengan spoiler."

Ijekiel tersenyum kecil, kemudian mulai membahas buku yang sengaja ia baca semalam suntuk demi membuat obrolan yang dapat menghibur sang putri. Athanasia mengikuti obrolan dengan cukup antusias. Seperti teman kelas yang mengobrol mereka mendiskusikan hal-hal yang menarik dari buku yang mereka baca dan sesekali mengeluhkan hal yang sulit mereka mengerti.

Bagi Ijekiel, hal seperti ini mungkin sudah cukup. Dia menginginkan lebih, tapi ia harus menunggu untuk itu.

Waktu yang ditunjukkan oleh jam di dinding terasa begitu lambat berjalan. Athanasia terus memperhatikan jam yang telah berlalu 2 jam lebih.

Sungguh, Athanasia mulai berdoa dalam hati agar pertemuan ini cepat selesai.

Bukan karena apa, tapi siang ini Athanasia sudah terlanjur punya janji makan siang dengan Lucas yang tadi pagi dipanggil ke menara sihir obelia.

Gawat gawat gawat!!

Ia kira kedatangan Ijekiel tidak akan lama, mungkin hanya satu setengah jam. Namun cuaca benar-benar menjadi alasan sempurna bagi Ijekiel untuk tetap di istana emerald sambil menunggu hujan reda. Tapi kalau terus begini, pertemuan dua orang yang menjadi musuh bebuyutan ini tidak dapat dihindari.

Cuaca yang jelek sudah cukup membuat moodnya buruk, jangan sampai perdebatan yang tidak ada habisnya antara Lucas dan Ijekiel membuat moodnya semakin hancur.

Sekarang, bagaimana cara mengirim Ijekiel pulang sebelum—

PATS!!

Ruangan seketika menjadi gelap. Walaupun ini masih siang hari, tanpa pencahyaan tambahan ruangan akan terasa sedikit gelap. Satu-satunya sumber cahaya hanyalah melalui jendela yang kini menampilkan kilatan petir yang berkejaran.

"Astaga, apa yang terjadi?" Athanasia mengedarkan pandagannya kebingungan. Mati listrik?? Tunggu, di dunia ini belum ada penyedia listrik!!

"Sepertinya cahaya dari batu mana nya bermasalah, haruskah saya mengeceknya?" Tanya Ijekiel bangun dari duduknya.

"Tidak perlu, harusnya penyihir istana akan mengeceknya sebentar lagi." Athanasia merasa sedikit tidak enak karena hal seperti ini terjadi ketika dirinya kedatangan tamu. "Kita tunggu saja sebentar lagi," ujarnya mempersilahkan Ijekiel untuk kembali duduk.

"Apakah hal seperti ini sering terjadi, Tuan Putri?"

"Tidak, ini pertama kalinya. Sepertinya aliran mana hari ini tidak stabil."

"Kalau begitu—"

DUAARR!!

Suara gemuruh petir yang begitu kuat menyambar bersamaan dengan cahaya perak berkilatan.

Dan saat itulah, perhatian mereka berdua tertuju pada sosok hitam bermata merah yang berdiri tegap di jendela tempat mereka berdua duduk.

"Kyaaa!!" Reflek karena terkejut, Athanasia terjatuh dari kursinya.

"Tuan Putri!!" Ijekiel bergegas membantu sang putri yang kini membeku menatap mata merah menyala layaknya hewan buas.

Di tengah hujan yang berhembus kencang berserta kilat dan petir yang bersahutan, sosok hitam itu menatap mereka berdua dengan tajam. Ijekiel segera maju dan menyembunyikan Tuan Putri dengan tubuhnya. Bagaimana bisa ada penyusup masuk ke istana emerald??

"Siapa disana!?" Teriak Ijekiel dengan tegas. Bersamaan dengan itu, cahaya ruangan yang tadi padam telah kembali.

Sosok hitam itu kini dapat lebih mudah dilihat. Menampilkan pria dengan jubah hitam nya yang basah kuyup diterbangkan angin, rambut hitam yang sudah tidak karuan dan mata semerah ruby yang manatap mereka berdua tidak suka.

"Lu..Lucas!!?" Pekik Athanasia tidak percaya.

"Luca--?" Barulah Ijekiel menyadari kalau sosok di hadapan mereka itu adalah penyihir menara Lucas.

Dengan cepat, Athanasia berlari membuka jendela yang terkunci. Membuat ruang tamu seketika basah bersamaan dengan hujan angin yang menerobos masuk.

"ASTAGA! KAU GILA YA!? APA YANG KALUKAN DISINI!?" Dengan panik, Athanasia menarik tangan Lucas untuk masuk keruangan dan kembali menutup jendela. Lucas yang di tarik layaknya anak anjing yang terjebur ke danau hanya diam membiarkan sang putri kelabakan sendiri.

Kemudian pintu ruang tamu terbuka menampakkan Lilian York yang meringsek masuk akibat keributan di dalam.

"Astaga... apa yang—?"

"LILY! AMBILKAN HANDUK!"

"Baik, Tuan Putri mohon tunggu sebentar."

Para pelayan, penjaga ruangan, bahkan penyihir istana yang datang untuk memperbaiki lampu mana ikut heboh melihat bagaimana kacaunya Lucas saat ini. Berhelai helai handuk kering diantarkan dan dengan sigap Athanasia menggosokkannya pada rambuh hitam pekat milik Lucas dengan kasar.

"Kau ini benar-benar! Apa yang sebenarnya kau lakukan di luar??"Athanasia menggerutu kesal. Dia benar benar tidak habis pikir dengan tingkah aneh Lucas kali ini.

"hei pelan sedikit! Memangnya kau sedang memandikan kuda?"

"kuda saja tidak akan semenyedihkan dirimu saat ini!"

"Dimana Tuan Putri satu ini belajar sopan santun?"

"Berhenti bicara kau manusia bar-bar!"

Mereka berdua asik bertengkar, namun tangan kecil Athanasia tidak berhenti membantu mengeringkan tubuh Lucas yang sudah sedikit lebih baik.

Dalam hati Lucas tertawa karena Tuan Putrinya saat ini seakan melupakan kalau dirinya bahkan bisa mengerinkan dirinya sendiri dalam sekejap menggunakan sihir.

Mata ruby itu melirik Ijekiel Alpheus yang terdiam memperhatikan mereka berdua dalam diam. Rasa kemenangan sekali lagi terasa begitu manis.

"Ah, maaf karena sudah mengganggu waktu pertemuan anda berdua. Saya kira waktu Tuan Putri sudah luang karena sudah memasuki jam yang kami sepakati." Ujar Lucas dengan pura-pura ramah.

Menyadari kalau dirinya sudah mengabaikan tamu nya saat ini, Athanasia gelagapan sendiri.

"Uh.. Mohon maaf, Tuan Muda Ijekiel. Keadaannya menjadi seperti ini, sepertinya pertemuan kali ini sampai sini dulu. Pengawal akan segera mengantarkanmu."

"Tidak apa-apa saya mengerti, Tuan Putri. Kalau begitu saya permisi undur diri."

Ijekiel memberikan salam dengan mencium punggung tangan Athanasia yang sedkit lembab. "Semoga hari anda menyenangkan." Ujarnya.

Seperti biasa, Lucas yang merasa kesal langsung menarik tangan Athanasia kembali, "Tentu .. Terima kasih kunjugan anda, Tuan Muda. Jangan kembali. Sampai jumpa" ketusnya memberikan kode kepada pengawal agar segera membawa Ijekiel pergi dari ruangan ini.

Mengabaikan 'keramahan' yang Lucas berikan, Ijekiel pun beranjak pergi. Sekali lagi, ruangan pun diselimuti keheningan.

"DAN KAU!" Teriak Athanasia setelah kesadarannya kembali.

"Apa?"

"Kau belum menjelaskan kenapa bisa kehujanan di badai seperti ini."

"Bukan aku yang datang ke hujan, tapi hujan yang datang padaku."

"Ha?"

"Pagi tadi Menara Obelia memanggilku karena mereka mau mencoba sihir baru mereka terkait cuaca. Aku sudah bilang kalau rumus sihir itu masih belum stabil dan meninggalkan mereka sendiri. Siapa yang akan mengira kalau ada orang bodoh yang tetap mencobanya dan lihatlah hasilnya sekarang."

"Jadi badai hari ini ulah penyihir menara?"

"Tepat."

"Dan apa hubungannya dengan kau yang basah kuyup?"

"Mau tak mau, aku harus memperbaiki lingkaran sihirnya di tanah lapang itu. Menghentikan hujan secara tiba-tiba akan berbahaya bagi pergerakan alam, jadi aku arus menjaga volume airnya selama bertahap. Lihat? Hujannya sudah lebih baik kan?"

Melirik keluar, harus Athanasia akui kalau hujannya sudah jauh mereda dibandingkan sejam yang lalu.

"Sekarang aku bertanya, kau mengajakku makan siang hari ini kenapa malah berduaan dengan bocah Alpheus itu?"

"Berdu— sebelum kita membuat janji makan siang, dia sudah menghubungiku sejak minggu lalu. Kebetulan saja jadwalnya bersebelahan, kalau begitu salahkan para penyihir itu yang membuat Ijekiel tertahan di istana ini dan menjadikan pertemuan kami lebih lama dari seharusnya."

Lucas benci mengakuinya, tapi alasan Athanasia memang masuk akal.

Tetap saja, dia tidak suka. Lucas tidak suka waktu Athanasia terbagi antara dirinya dengan orang lain. Ia membuang muka berusaha menahan segala umpana yang hendak keluar dari bibirnya.

Melihat tingkah Lucas, Athanasia menghela napas pelan. Dirinya memang kesal, tapi lebih dari itu ia mengkhawatirkan Lucas yang datang dengan basah kuyup seperti ini. Walau samar, dapat ia lihat kalau tangan dan bibir lucas yang membiru sedikit bergetar karena kedinginan. Mata ruby yang membara itu berhasil menyembunyikan kulit pucatnya yang sedingin es dengan baik.

"Keringkan dirimu terlebih dulu setelah itu kita makan siang, oke? Aku akan panggilkan Lily dan pelayan untuk membantumu kalau kau membutuhkan sesuatu." Athanasia menangkup pipi dingin Lucas dengan lembut

Menyadari suara Athanasia yang mengkhawatirkan dirinya saat ini, Lucas merasa suasana hatinya sedikit lebih baik. "tidak perlu." Ujarnya seraya perlahan mendekat dan memeluk Athanasia dengan tubuh basahnya.

"'HEI!!"

Shiiinngg..

Lingkaran sihir berwarna kemerahan yang hangat menyelimuti mereka berdua dan disaat yang sama mengeringkan pakaian Lucas dalam sekejap. Athanasia terbenam dalam dekapan hangat Lucas hanya bisa mengumpat dalam hati.

"Aku kedinginan, jadi seperti ini sebentar tidak apa-apa kan?" suara Lucas yang menggoda terdengar lebih menyebalkan dari biasanya.

Hangat. Panas.

Wajah sang putri terasa sangat panas sekarang. Kalau ada yang bertanya kenapa pipinya begitu memerah, Athanasia akan menyalahkan cahaya sihir yang Lucas gunakan sekarang.

"Curang."

***

Athanasia POV

4 hari setelah insiden hujan lebat, disinilah aku sekarang, menjadi tuan rumah untuk pesta teh kecil di taman istana saphire. 

"Eh? Tuan Putri akan ke Siodona?"

Aku mengangguk bangga.

Para gadis di pesta teh ini terlihat begitu terkejut ketika aku mengatakan jadwalku minggu depan.

"Dalam rangka apa Tuan Putri pergi kesana?"

"Apakah ini masalah batu mana yang ramai belakangan ini?"

Seperti yang diharapkan dari Helena si ratu gosip, dia ini cepat sekali mendapatkan berita yang terjadi di Obelia.

"Benar, aku akan melakukan peninjauan secara langsung tentang masalah itu, tapi karena keberangkatan kami belum diumumkan jadi tolong rahasiakan ini ya?" Aku tersenyum manis ketika mengatakannya.

Sebenarnya ini semua dapat terjadi setelah perdebatanku dengan Claude minggu lalu.

.

"Tidak boleh."

Yah, aku sudah siap mendengar jawaban itu sih.

"Kumohon Papa, kali ini saja izinkan aku melakukan peninjauan secara langsung."

"Tidak, untuk apa putriku bekerja kotor seperti itu? Suruh saja peliharaanmu itu yang menyelidikinya."

"Hanya saja .. Aku kan ingin merasakan bagaimana bekerja secara langsung. Aku ini penerus Papa loh, aku butuh banyak pengalaman. Dan umm ... bisakah Papa tidak memanggil Lucas peliharaanku?"

"Kau membela bocah itu?" Tatapan tajam Claude ditujukan padaku.

Aku menggeleng kuat. "Tidak, Lucas peliharaan yang baik kok. Dia langsung tidur begitu ku beri makan."

Memangnya Lucas itu blackie? Warnanya mirip sih tapi mari kita cari aman saja.

"Aku bahkan sudah berusaha dengan keras membuatkan proposal perjalanan untuk Papa. Aku juga janji akan memberikan laporan hasil perjalannya. Jadi kumohon izinkan aku untuk pergi kesana."

Claude membolak balik dokumen proposal yang ku tulis untuknya. Seharusnya aku tidak perlu membuatnya, hanya bangsawan yang perlu membuat proposal jika membutuhkan emblem kerajaan sebagai surat perjalanan mereka. Tapi kali ini, aku yang merupakan putri kesayangannya ini sudah repot-repot membuat dokumen proposal  hanya agar Claude mau mempertimbangkan keinginanku.

Ayo! Baca baik-baik tekad membaraku yang tertuang di kertas itu!

"Kau membuat ini dengan baik."

Tentu saja! Aku membuatnya dengan penuh darah keringat dan air mata. Usahaku sampai kurang tidur tidak sia-sia.

"Hehe.. Terima kasih Papa. Jadi bagaimana? Boleh kah?"

Claude meletakkan kertas kertas itu dan meminum teh yang sudah mendingin.

"Padahal aku ingin beristirahat sambil menikmati teh dengan putriku, tapi ternyata kau malah membawakan pekerjaan lagi."

"Maaf, karena tidak menemukan saat yang tepat jadi aku menyerahkannya di sini."

"Haruskah aku membuat jadwal terpisah khusus untuk membahas pekerjaanmu ini? Lain kali aku tidak ingin waktu minum teh terganggu oleh hal bodoh seperti ini lagi."

Bukan sekali dua kali aku berdiskusi masalah pekerjaan dengan Claude. Sejak diskusi masalah Lucas dua tahun lalu, Claude semakin sering bertanya ataupun mendengarkan ide ide dan pemikiranku mengenai masalah politik, ekonomi atau hubungan internasional. Dan kuakui hal seperti itu biasanya kami bahas ketika minum teh seperti ini.

"Kalau Papa tidak keberatan tentu saja aku sangat senang dengan hal itu. Bukankah waktuku bersama Papa akan bertambah?"

"Kurasa itu bagus. Dengan begitu waktumu dengan si bocah hitam itu juga akan berkurang."

Haha dia masih cemburu pada Lucas.

"Jadi bagaimana? Apakah proposalku diterima?" Aku berharap harap cemas.

"Akan kupertimbangkan."

Apakah ini rasanya digantungkan?

"Um! Pertimbangkan baik-baikl loh ya!"

.

Setelah hari itu, aku tidak mendapat jawaban apapun selama seminggu. Berapa kalipun aku membujuknya setiap kami makan berdua ataupun minum teh, jawaban yang sama selalu Claude lontarkan padaku.

'masih kupertimbangkan.' atau 'masih ditinjau lebih lanjut.'

Yang benar saja!!

Pada akhirnya setelah tidak kuat lagi menunggu, dua hari lalu aku menerobos kantor Claude, mengusir bangsawan yang sedang rapat itu secara halus, dan setelah itu aku ... merengek habis habisan.

Aku bahkan sudah mempersiapkan air mata buatan agar Claude mau memberi izin. Dan setelah 3 jam aku merajuk di kantornya, dengan berat hati bagaikan membawa beban satu ton, Claude pun berkata,

"Baiklah, kuizinkan."

.

BANZAI!

Claude bilang akan mempersiapkan rombongan untuk mendampingiku dan semuanya akan siap dalam waktu seminggu. Akhirnya aku bisa bernapas lega.

"Saya tidak menyangka pekerjaan seorang putri seberat ini. Saya sih tidak akan kuat kalau harus berpergian jauh." Ucap salah seorang gadis di sini.

"Pasti perjalanan anda akan sangat menyenangkan. Laut pasti sangat indah sekarang."

"Terakhir kali saya ke Siodona, udaranya begitu panas dan angin bertiup dengan kencang. Sebaiknya Tuan Putri menyanggul rambut indah anda agar dapat bekerja dengan nyaman."

"Juga bawa gaun yang ringan. Warna putih dan oranye pasti akan terlihat sangat cocok untuk anda selama disana."

Mereka malah bersemangat memikirkan penampilanku.

"Jangan seperti itu, aku kesana untuk bekerja loh." Ucapku. Walaupun itu termasuk kedalam tujuan terselubungku, aku kan tidak boleh terlihat berleha-leha di depan mereka.

"Tetap saja, bukankah bisa dibilang anda sedang berlibur? Saya rasa pekerjaan disana tidak akan seberat itu." Ucapan Jennette mengundang tanya dari kami berlima.

Ah, aku sempat melupakan kehadiran Jennette di sini.

"Nona Margaritta, Tuan Putri kan sudah bilang kalau ia berangkat untuk mengurus masalah penurunan nilai batu mana, bukankah ucapan anda barusan terdengar seakan perekonomian kota Siodonna hanyalah masalah sepele sehingga Tuan Putri bisa bersantai." Kata Aira, putri kedua dari duchess oberstain. Sejak dulu ia adalah orang yang ramah tapi terkadang ia bisa bersikap tegas seperti ini.

"Ah, bukan itu maksud saya. Maafkan saya Tuan Putri, saya tidak bermaksud .."

"Sudahlah tidak apa. Aku akan anggap ucapan Nona Margaritta sebagai doa agar aku bisa menikmati waktu di sana." Kataku berusaha menengahi mereka. Bisa gawat kalau pesta kecil ini terasa canggung.

Kami saling tersenyum menganggap hal tadi tidak pernah terjadi.

"Oh iya, apakah Tuan Lucas akan ikut bersama anda?" Tanya Helena memecah keheningan.

 Topik tentang Lucas kan memang selalu bisa membuat suasana lebih ceria bagi gadis gadis ini.

"Benar. Walaupun akhir-akhir ini dia sibuk tapi kalau aku harus pergi jauh dia tentu harus ikut." Jawabku.

"Kalau Tuan Lucas ikut mendampingi anda saya rasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Apa saja kesibukan Tuan Lucas akhir-akhir ini, Tuan Putri?" Tanya Jennette. Kurasa ia berusaha mengikuti arus pembicaraan.

"Umm.. Akhir-akhir ini Lucas sibuk mengembangkan sihir yang baru di menara. Sepertinya pekerjaannya tidak berjalan terlalu baik. Dia jadi sering mengeluh padaku." Kali ini aku tidak bohong karena beberapa kali aku berdiskusi tentang itu dengannya. Apalagi insiden badai 4 hari yang lalu masih begitu segar dikepalaku. 

"Saya juga dengar barier di istana merupakan pengembangan terbaru buatan Tuan Lucas. Istana sangatlah beruntung dapat bertemu Tuan Lucas." Ucap Jennette lagi.

"Yah itu benar. Aku tidak menyangka Nona Margaritta juga tertarik pada sihir." Tanyaku.

"Ah, tidak. Saya tidak begitu mengerti tentang sihir. Saya hanya beberapa kali bertanya tentang Tuan Lucas dari paman saya."

Tapi mau bagaimanapun ini aneh. Walupun Lucas adalah topik pembahasan wajib bagi gadis gadis ini, baru kali ini Jennette menunjukan ketertarikannya.

"Sayang sekali kita tidak dapat bertemu dengannya hari ini. Padahal saya ingin sekali dapat berteman dengan Tuan Lucas."

Tunggu, apa?

Aku tahu Jennette adalah gadis yang naif dan ingin berteman dengan siapa saja. Tapi dengan Lucas? Bukankah tokoh utama wanita hanya akan terikat dengan pasangannya -dalam hal ini Ijekiel-  Tapi kenapa dia kini juga ingin mendekati Lucas? Dan kalau diingat lagi, dia bilang Lucas dimiliki oleh istana.. Ada sesuatu yang tidak beres. 

"Apakah Jennete sangat ingin bertemu dengan Lucas sekarang?" Tanyaku berusaha mengimbangi obrolan.

"Iya, sebenarnya saya sudah berpikir ingin berteman dengan Tuan penyihir sejak beberapa tahun lalu tapi saya tidak pernah memiliki kesempatan."

"Sepertinya bulan lalu ketika Tuan Putri mengadakan piknik di dekat danau kita sempat bertemu dengan Tuan Lucas, bukan begitu?" Tanya Aira.

"Benar. Saat itu Tuan Lucas juga memberikan salam. Sepertinya saat itu Nona Margaritta tidak datang karena sakit."

"Ah benarkah? Sepertinya saya memang kurang beruntung."

Bukan bermaksud jahat, tapi kurasa itu karena dia menghindari mu.

Bagaimana ya? Aku sih ingin orang orang di dekatku dapat akrab satu sama lain. Aku juga mulai lelah mendengar Lucas menyebut Jennette sebagai chimera. Tapi mengingat sebenci apa Lucas pada Jennette, aku berpikir mempertemukan mereka berdua bukan ide yang bagus.

"Aku akan mencoba berbicara pada Lucas nanti." Ucapku. Maafkan aku karena memberikan harapan palsu Jennete, tapi percayalah aku juga sedang mencoba melindungimu sekarang.

"Terima kasih Tuan Putri." Ia tersenyum senang.

Sepertinya topik ini berhasil ku hentikan dengan baik. Setelahnya mereka hanya membahas trend gaun yang beredar di ibukota ataupun hal-hal remeh lainnya sedangkan aku hanya mendengarkan sambil tetap berusaha tersenyum semanis mungkin.

Ugh.. Lidahku terasa pahit. 

.

.

.

mashimaroo

Continue Reading

You'll Also Like

65.6K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
164K 15.6K 38
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
195K 9.6K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
53.6K 8.4K 52
Rahasia dibalik semuanya