US - Beautiful Liar

By TitisariPrabawati

117K 12.3K 2.8K

PENGUMUMAN BUAT PEMBACA Untuk US Series Next Gen ini sebenarnya adalah BONUS BOOK dari ketujuh series sebelum... More

Beautiful Liar
Pengenalan Tokoh
~ Prologue ~
~ Part 1 * Seine ~
~ Part 2 - Esperer ~
~ Part 4 - Enfin ~
~ Part 5 - Fleur ~
~ Part 6 - Eternite ~
~ Part 7 - Folie ~
~ Part 8 - Aimer ~
~ Part 9 - Enemble ~
~ Part 10 - Sacrifier ~
~ Part 11 - Davantage ~
~ Part 12 - Nocturne ~
~ Part 13 - Belle ~
~ Part 14 - Bleues ~
~ Part 15 - Epigram ~
~ Part 16 - L'amour ~
~ Part 17 - Terre ~
~ Part 18 - Heurte ~
~ Part 19 - D'esprit ~
~ Part 20 - Choix ~
~ Part 21 - Sentir ~
~ Part 22 - Traverse ~
~ Part 23 - Sommeille ~
~ Part 24 - Historie ~
~ Part 25 - Noire ~
~ Part 26 - Mystere ~
~ Part 27 - Blanc ~
~ Part 28 - Mourant ~
~ Part 29 - Tienne ~
~ Part 30 - Descente ~
Pengmuman Giveaway US Series
~ Epilogue ~

~ Part 3 - Le Coeur ~

2.7K 323 50
By TitisariPrabawati

Demain, dès l'aube, à l'heure où blanchit la campagne,

Je partirai. Vois-tu, je sais que tu m'attends.

J'irai par la forêt, j'irai par la montagne.

Je ne puis demeurer loin de toi plus longtemps

Besok, ketika fajar memutihkan pedesaan

Kutinggalkan pesan untukmu menungguku

Kan kulewati hutan dan pegunungan

Ku tak bisa jauh darimu lagi

---

Jemari Nayla bergetar meletakkan setangkai Chrysanthemum putih di meja marmer. Dulu, meja itu sengaja diletakkan oleh Aryan di dalam rumah kaca untuk melakukan penghormatan kepada Claire, mantan kekasihnya yang dikiranya telah tiada. Sekarang tempat ini menjadi tujuan Nayla tatkala airmatanya telah habis dialirkan dalam sudut-sudut malam, bertumpu pada shalat dan doa untuk mengharapkan keajaiban.

Ardan belum ditemukan, dan tanpa kabar. Bulan-bulan telah berlalu dan Aryan dengan berat hati mengatakan kepada Nayla untuk mulai mengikhlaskan kepergian putra mereka.

Hari demi hari, bunga krisan yang telah layu selalu disingkirkan oleh para pelayan dan Nayla mengganti dengan krisan putih yang baru, sambil berdoa, dimanapun Ardan sekarang, Tuhan menjaga sang putra dengan baik. Sebagai seorang ibu, tentu tidak akan pernah memiliki rasa ikhlas yang murni untuk melepaskan separuh nyawanya. Jika boleh memilih tentu Nayla menginginkan bertukar posisi, lebih baik dia yang meninggalkan, bukan berada di posisi ditinggalkan.

Masih diingatnya kejadian tak terduga ketika Ardan lahir.

"Kau dilahirkan di Paris, apakah kau juga ... membuat akhir yang indah disana, nak?"

Airmata Nayla telah kering, hanya hampa, ruang kosong besar tersisa di hatinya sekarang.

Bayi gemuk yang lucu dan menggemaskan, menjelma menjadi bocah yang luarbiasa lucu dan cerdas, remaja yang kalem dam malu-malu dengan behel dan sifat kutu bukunya, hingga pemuda tanggung yang selalu mencurahkan rasa hati dengan gitar akustiknya. Tetiba video yang di upload Ardan viral saat putranya menyanyikan lagu lawas Clean Bandit berjudul Simphony dengan gitarnya. Setelah itu, karier musik sang putra dimulai. Setelah jauh hari sebelumnya Ardan dilatih untuk memasuki SIA sebagai agen muda, waktunya semakin dihabiskan di luar untuk tur dan konser dengan band miliknya. Nayla tak lagi bisa memeluk sang putra setiap saat. Jika diingat, memang Ardan nyaris tak pernah menimbulkan masalah, Aryan mampu membagi waktu yang baik saat Ardan dalam masa keemasan. Tak jarang sang putra diajak ke tempat kerja dan dengan gila sesekali diikutkan untuk memikirkan sebuah strategi perang. Pembelajaran tertentu diberikan Aryan kepada putranya lewat sebuah game yang menarik, anak itu tanpa sadar telah belajar banyak hal padahal dia merasa hanya memainkan game saja. Ardan juga jarang sakit karena Aryan selalu memberikan makanan terbaik yang dipesan dari Errial. Makanan raw food ataupun camilan kesehatan. Benar-benar seperempat abad yang menyenangkan. Justru masalah ada pada Aryan yang sering membuat Nayla khawatir dengan misi-misi berbahaya yang dilakukannya.

Nayla memandangi bunga-bunga yang mulai mekar di rumah kaca. Bagian ini terasa seperti kepingan surga saat aneka bunga dengan keharumannya memenuhi ruangan. Dulu, dia terkadang menemani sang putra belajar di rumah kaca ini ataupun menemaninya bermain musik.

"Bunga selalu menenangkan dan menginspirasi, seperti ibu..." puji Ardan sambil melihat ibunya. "Kelak, aku akan memilih pendamping yang sama anggunya dengan ibu..."

Nayla tersenyum pedih.

"Istri? Bahkan wanita yang kaucintai tanpa ragu menerima uluran tangan lelaki lain. Kalaupun kau kembali, sudah terlambat untuk membawa Mutiara ke sisimu. Aku tidak tahu apakah aku harus marah atau tidak karena ini, semua terjadi begitu cepat, seperti pernikahanku dengan Aryan dulu. Ah, nak...dimana kau sebenarnya sekarang, apa kau tidak merindukan ibu?"

Di tengah lamunannya, Nayla mendengar pintu kaca terbuka dan Aryan menghampirinya dengan wajah memerah.

"Ardan..."

Mata Nayla mengerjap. "Ada apa? Apakah dia telah diketemukan?"

Aryan menggeleng.

"Aku tidak tahu pasti, tetapi passport atas nama dirinya diketahui telah memasuki negara ini. Kami sedang melacak keberadaannya sekarang, entah dia benar-benar putra kita, atau seseorang yang menggunakan passportnya."

"Kau kan bisa melacak dari rute keberangkatannya?"

"Memang dari Paris, aku telah meminta potongan videonya dari badan imigrasi tetapi mereka belum bisa mengirimkannya..."

Nayla terduduk lemas dan Aryan menopang tubuh istrinya.

"Sekecil apapun harapan itu, bolehkah aku tetap berharap jika itu benar-benar dia?"

Aryan mengangguk.

"Tentu, tetapi, dalam dunia kita, kita tetap harus mewaspadai apapun yang terjadi..."

"Kenapa kau berkata demikian?"

"Entahlah, aku hanya merasakan suatu firasat. Aku merasakan sesuatu yang tak kita duga akan terjadi. Apapun itu, persiapkan dirimu, Nayla..."

---

Isabelle membuka kacamata hitamnya dan melihat gerbang megah kawasan elite modern bernama Aryavartha. Dia dan Ardan baru sampai dan dia memilih sebuah taman untuk beristirahat sembari menunggu taksi online yang akan menjemput mereka menuju hotel terdekat yang telah dipesannya. Konon, kota modern ini dikembangkan oleh ayah Ardan sebagai prototype Ibu Kota negara. Sekarang, setelah Ibu Kota Negara Indonesia dipindahkan ke Kutai, Kartanegara, Aryavartha menjadi pusat teknologi dan perekonomian menggantikan ibukota terdahulu. Karena penataan yang modern dan runtut, rel MRT terlihat melayang diatas gedung-gedung. Letak kota modern ini juga cukup tinggi sehingga bebas dari bencana banjir. Bahkan, sewaktu wabah virus melanda ibukota terdahulu, Aryavartha menjadi kota yang paling siap dalam penangannya. Walaupun kota terisolasi sekalipun, dalam satu kota setiap lini telah siap. Kota itu mampu menghidupi dirinya sendiri dan mampu memenuhi kebutuhan penduduknya. Setiap rumah memiliki lahan unik di tembok pagarnya yang mampu ditanami sayur mayur dan buah dalam pot yang dikembangkan bersama Alkhantara Grup membuat buah-buahan bisa didapatkan dengan mudah tanpa harus keluar rumah. Mobil sayur biasa bertandang dari satu rumah ke rumah lainnya, mobil tersebut telah digerakkan oleh tekhnologi sehingga tidak tergantung dengan manusia. Bahkan terdapat rumor, departemen kesehatan kota ini telah mengembangkan kapsul kesehatan yang mampu membuat orang tahan seharian tidak makan, hanya dengan menelan sebutir kapsul saja. Kebutuhan gizi dan zat yang diperlukan tubuh telah mampu dipenuhi satu kapsul tersebut.

"Aku tidak berani langsung membawamu ke kediaman Mahavindra, jadi kita akan menginap di hotel terdekat dan kita akan menghubungi kedua orangtuamu untuk menemui kita disana, bagaimana?"

Ardan mengangguk dan menggenggam jemari Isabelle.

"Tentu saja, aku akan mematuhi seluruh ucapanmu, oke. Sebaiknya sekarang kita segera menuju ke hotel untuk beristirahat."

Isabelle menatap ke sekelilingnya dan menyadari, seluruh kota telah menggunakan energi surya untuk pasokan listriknya. Daur ulang air berjalan baik, ditilik dari keran-keran air yang terpasang di taman. Jalan raya, berjarak dengan jalan setapak rerumputan, tidak ada trotoar tetapi halaman rerumputan dan terdapat pohon buah-buahan yang terawat baik. setiap orang bisa mendapatkan jeruk dan apel setiap saat. Sepertinya kedua buah tersebut bukan buah yang merupakan komoditas penjualan. Isabelle pernah membaca di artikel, justru umbi-umbian dan kentang menjadi produk dengan harga yang cukup mahal di dalam kota. Anggur, lemon, jeruk dan apel bisa didapat dengan mudah di pinggir jalan. Halte-halte bus terlindung dengan sulur-sulur anggur yang tumbuh begitu subur. Benar-benar kota yang berbeda dan mencengangkan. Pohon buah, entah bagaimana memiliki ukuran yang tidak terlalu tinggi dan bisa digapai bahkan oleh bocah remaja, tetapi kelebatan buahnya sangat bagus.

"Ayahmu, menciptakan kepingan surga yang tak terpikirkan orang di jamannya, dia bisa saja menjadi presiden jika dia mau..."

"Apa ayahku sehebat itu?" Ardan mengedik tak mengerti.

"Di masa lalu, pernah ada kota dalam kitab kuno yang dinamai Aryavarth, kondisinya seperti kota yang kita lihat sekarang. Begitu damai, tenang, terlihat modern tapi mampu menyatu dengan alam sekitarnya.

Saat itulah dari sebuah layar yang terpasang di salah satu gedung yang letaknya strategis terlihat penampilan seorang pria yang tengah menyanyikan sebuah lagu dengan gitar di tangan menyennandungkan lagu lawas milik Celline Dion, Beauty and The Beast.

Certain as the sun

Rising in the east

Tale as old as time

Song as old as rhyme

Beauty and the Beast

Tak lama berselang sebuah acara gosip menayangkan cuplikan video wawancara tentang lelaki yang baru saja menyanyikan lagu tersebut. Seorang vokalis band ternama mengalami kecelakaan di Paris dan tidak terdengar kabarnya selama berbulan-bulan.

"Kenapa Beauty and the Beast?" tanya seorang wanita berambut pendek yang tengah mewawancarai lelaki tersebut.

"Karena, tunangan saya begitu cantik terkadang saya tidak percaya diri menghadapinya..."

Gawat! Kalau Ardan menyadari pertunangannya bulan sesuatu yang dipaksakan...Isabelle melirik lelaki di sebelahnya yang justru tengah asyik bermain game dengan ponsel barunya, beruntung Ardan tidak memperhatikan apa yang tergambar di layar gedung tersebut!

"Sayangku..." Isabelle menepuk perlahan bahu Ardan dan lelaki itu menoleh ke arahnya. Jemarinya yang lentik menyusuri rahang sempurna Ardan dengan lembut, sebelum Ardan menyadari, Isabelle telah mengecup bibir lelaki itu dengan lembut.

Seperti sebuah simponi, Ardan merasakan kelembutan dan wangi mawar Prancis melingkupinya.

Isabelle menjauhkan dirinya dan menatap Ardan lekat.

"Itu...supaya kau tidak menelantarkanku nanti, begitu kau berada di ekosistem yang selama ini menaungimu. Aku takut, jika kau pergi dan tidak lagi menganggapku pernah ada..."

Mata lelaki itu mengerjap. Selama ini, jangankan berciuman, Isabelle tampak menjaga jarak dan memposisikan hubungan mereka hanya seperti pasien dan perawatnya...atau pengasuhnya? Melihat Isabelle memperlakukannya seperti seorang anak, bukan seorang suami. Tetapi kenapa tetiba istrinya berlaku demikian?

"Ke...kenapa diam?" tanya Isabelle bingung.

Ardan menarik sudut bibirnya. "Pada akhirnya, kau menyadari, kau tak bisa hidup tanpaku, eh? Selama ini kupikir aku membuatmu gusar karena menjadi pasien yang merepotkanmu, ternyata, kau benar-benar tulus mencintaiku..." lelaki itu memeluk Isabelle dengan erat. "Kau manis sekali Isabelle, lain kali berterus terang sajalah kalau kau tak bisa jauh dariku, jangan lagi membuatku kebingungan dan bertanya-tanya tentang hubungan kita..."

Ardan menatap lekat mata biru istrinya dan dengan jahil berkata.

"Kau pikir kecupan singkat itu cukup? Aku akan memberimu sebuah ciuman yang sebenarnya..."

---

Aryan mencermati sebuah surat yang terkirim kepadanya. Tertulis singkat jika ada seseorang yang ingin bertemu di sebuah hotel untuk membicarakan sesuatu yang penting. Sebuah foto melengkapi dan melihat foto putranya disana, Aryan memahami jika ada sesuatu yang tidak beres, tetapi dia belum bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi.

Ardan, bukanlah lelaki yang mudah diancam. Jika seseorang yang bersama Ardan ini memiliki motif tertentu menaham putranya, tentu Ardan tidak akan berdiam diri. Tetapi, jika memang Ardan berada di bawah ancaman, siapa yang mampu melakukannya, lalu kelemahan Ardan yang mana yang terpegang orang tersebut? Mutiara, satu-satunya gadis yang mampu meluluhkan Ardan, sekarang menjadi istri sahabat karibnya sendiri. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi pada Ardan?

"Jika ini benar anakku, kenapa dia tidak langsung menemuiku, kenapa harus melalui perantara? Atau jangan-jangan dia bukan putraku, melainkan seseorang yang menyamar sebagai dirinya?"

Di tengah kegundahan pemikirannya, Nayla mendekati Aryan dengan sikap tak sabar.

"Ayo, bawa aku kepadanya, dimana dia ingin bertemu dengan kita? apa kita harus memberitahu ayah dan ibumu?"

"Mereka belum perlu diberitahu, lagipula kita belum memastikan apakah orang ini benar-benar putra kita, atau bukan..."

Keluar dari kediaman mereka, Aryan mengemudikan mobilnya perlahan sembari menyusun suatu rencana, meskipun tempat pertemuan masih berada di kompleks Aryavartha, dia tidak ingin menanggung resiko.

---

Ardan menatap tajam lelaki di hadapannya. Selain beberapa kerut halus di wajah dan tinggi tubuh, nyaris tak ada perbedaan diantara mereka.

"Apakah kau baik-baik saja?"

Dalam pengamatan Ardan, seharusnya sikap seorang ayah yang baru saja kehilangan putra tunggalnya tetiba dihadapkan pada kenyataan sang putra masih hidup tentu ada reaksi terharu, menghampirinya dengan segera dan memeluk atau reaksi emosional lainnya. Tetapi lelaki ini justru mengamatinya seolah dia merupakan suatu objek yang mencurigakan, walau terlontar pertanyaan ingin tahu tentang kondisinya.

"Baik, seperti yang kau lihat..." Ardan melihat lelaki di hadapannya tetap memasang posisi waspada, akhirnya Ardan mempersilahkan lelaki itu duduk.

"Kenapa kau tidak segera mengabari ayah, kami semua mengira kau telah tewas dalam kecelakaan mobil itu..."

"Aku memulihkan diri terlebih dahulu..."

Aku...Kau...

Mata Aryan menyipit. Sejak dahulu, Ardan tidak pernah memanggilnya seperti itu, selalu menggunakan kata panggil 'Ayah' kepadanya. Seharusnya tadi Ardan menjawab, "Baik, seperti yang Ayah lihat..."

Apakah lelaki di hadapannya benar sang putra, atau hanya seseorang yang menyamar sebagai Ardan? Tetapi nada suara mereka terlalu mirip.

"Kau...pasti memiliki banyak luka..." Aryan berdiri dan mendekati putranya, mereka duduk berdampingan dan Aryan berusaha melihat dengan seksama ke suatu titik tertentu, ada tahu lalat kecil di dalam telinga Ardan, di bagian tengah. Hanya orang tertentu yang mengetahui itu, dan memang benar, tanda itu masih ada. Gaya rambut Ardan yang telah berbeda, lelaki itu agak memanjangkan rambutnya, padahal selama ini Ardan selalu berpotongan rambut pendek seperti tentara. Anak lelakinya gampang merasa gerah dan sangat menyukai kerapian, tetapi sekarang, Ardan lebih terlihat 'berantakan' dengan cambang dan rambut gondrongnya.

"Ya, banyak sekali luka dan setelah itu nyaris tak mampu berjalan, tetapi karena istriku dengan telaten merawat luka-lukaku, sekarang aku baik-baik saja."

Mata Aryan semakin menyipit tak mengerti.

"Istri?"

Belum lagi Ardan menjawab, pintu ruang privat restoran menjeblak terbuka dan Nayla menyerbu masuk.

"Nayla! bukankah aku sudah menyuruhmu menunggu di luar, sebelum aku memastikan..."

Ardan terhenyak tatkala seorang wanita paruh baya memasuki ruangan privat tempat dirinya melakukan pertemuan dengan Aryan Mahavindra.

"Ibu tahu, ini benar-benar dirimu, kau adalah putraku..." Nayla melepaskan pelukannya dan memandangi putranya.

"Bagaimana luka-lukamu, apakah kau masih merasa sakit? Semua baik-baik saja, bukan? Kenapa kau tidak langsung pulang ke rumah?"

Ardan merasa tidak nyaman dan setiap pertanyaan dari wanita di hadapannya membuatnya gusar.

"I'm fine..." jawabnya dingin.

Tangan Nayla yang menyentuh pundak putranya menjadi membeku. Ada apa ini? dalam hal paras dan postur, lelaki di hadapannya ini memang tampak seperti putra kesayangannya, tetapi...sorot matanya berubah, seperti bukan lagi Ardan!

Melihat perubahan wajah istrinya, Aryan meraih tangan Nayla dan memberi isyarat kepada istrinya untuk duduk.

"Jika ayah boleh menebak, kau kehilangan ingatanmu, bukan?" Aryan menatap tajam putranya dan Ardan membalas tatapan Aryan sama tajamnya.

"Kau benar, jika bukan karena istriku, maka aku juga tak akan menemui kalian. Karena aku tidak mengingat kalian sama sekali."

Lagi-lagi kata itu...Aryan menatap sekelilingnya.

"Jadi, dimana 'istri' mu itu, nak?"

Ardan menatap Aryan. "Sebelum itu, berjanjilah terlebih dahulu, jika kalian akan menerimanya. Tanpa dia, aku mungkin tidak bisa lagi menemui kalian. Jika kalian menerimaku kembali, kalian juga harus mau menerimanya sebagai bagian dari keluarga kalian, bagaimana?"

"Tentu saja, yang penting kau kembali!" Nayla meraih tangan Ardan. "Aku tidak perduli apapun persyaratannya, yang penting kau kembali..."

Aryan mendesis. "Bahkan, jika persyaratan itu dari neraka sekalipun, seorang ibu pasti tidak akan berpikir panjang!"

Nayla memandangi suaminya tak mengerti.

"Apa maksudmu?"

Aryan tersenyum miring dan menatap istrinya baik-baik. "Jika sebenarnya Ardan telah tiada dan iblislah yang merasuki tubuhnya, kau pasti tidak mau tahu, bagimu, yang terpenting adalah dia kembali, bukankah begitu?"

Nayla dengan kesal memukul lengan suaminya. "Apa yang kau bicarakan? Iblis apa? Dia Ardan dan dia hanya kehilangan ingatannya! Sudahlah, aku ingin dia kembali dan jika dia akan mengajak penolongnya, aku tidak berkeberatan..."

Ardan menatap ayahnya. "Dan kau, apa kau menyetujuinya?"

Mendengar tantangan dari sang putra, jiwa Rudra dalam tubuh Aryan menggeliat. "Tentu, Kartikeya...dalam gelap dan terang, kau tetaplah putraku, apapun niatmu untuk kembali, kami pasti mampu membimbingmu pulang...jadi, biarkan nona yang berada di balik pintu itu untuk segera masuk!"

Aryan mengira dia akan melihat seorang wanita berwajah licik yang mampu mempengaruhi Ardan sedemikian rupa, tetapi perkiraannya salah besar. Wanita yang baru masuk tersebut tidak mengenakan jacket kulit berwarna hitam ataupun heels tinggi yang mengesankan dirinya berasal dari golongan mafia kelas atas. Yang dihadapinya justru seorang gadis bule yang begitu belia dan terkesan polos.

Gadis itu memposisikan dirinya di samping Ardan dan mengangguk sopan.

"Sebelumnya, saya akan memperkenalkan diri, saya Isabelle, dokter yang merawat Ardan selama ini."

"Dokter? Baiklah, jika anda dokternya tentu anda bisa menjelaskan kronologisnya?"

Isabelle menatap Ardan dan lelaki itu mengangguk.

"Sebelum kecelakaan, kami telah saling mengenal dan berencana untuk hidup bersama di Paris, tetapi Ardan mengalami kecelakaan dan dia kehilangan ingatannya."

"Kapan dan dimana kalian menikah?"

Isabelle membuka tasnya dan menunjukkan copyan berkas. "Anda bisa memeriksanya, itu legal..."

"Tentu saja, walau kalian berbeda agama..." Aryan tersenyum kecil. Semua bisa terjadi di Paris. "Baiklah, menantu, kau bisa ikut bersama kami...selamat datang di keluarga Mahavindra..." Aryan menatap Isabelle dan saat memperhatikan baik-baik, dia merasa ada sesuatu yang familier.

Isabelle sendiri merasa santai, walaupun Aryan akan mengacak-acak identitasnya sekalipun, sebagai dokter di St. Anne, identitasnya sangat jelas, Aryan tidak akan mendapatkan apapun di sana.

"Kau, pasti tidak memiliki orangtua, bukanlah begitu, Isabelle?"

Gadis itu memperlihatkan deretan giginya yang cantik. "Begitulah Sir, seorang yatim piatu yang menyedihkan, pasti langsung tampak di mata anda, tetapi percayalah, saya tidak mengincar sepeserpun uang anda. Saya hanya ingin hidup bersama putra anda dengan tenang, jadi, jika anda tidak bisa menerima saya sekalipun..."

"Maka aku akan pergi bersamanya...mengikuti kemanapun dia pergi," timpal Ardan. Kata-katanya membuat Aryan tertawa.

"Menarik sekali, jika memang kau benar-benar mencintai gadis Prancis yang menawan ini, kenapa kau menjanjikan pernikahan kepada gadis lain? Apa kau tidak mengingat Mutiara?"

"Isabelle telah menceritakan semuanya, toh wanita itu juga telah menikah dengan lelaki lain, bukan? Sebaiknya kita tutup saja kisah ini dengan akhir yang bahagia untuk semuanya..."

"Sepakat!" Aryan mengulum senyum. Di usianya yang seperti sekarang, seharusnya dia menunggu untuk menimang cucu dengan tenang, tetapi sepertinya kehidupan ke depan tidak akan mudah. Isabelle adalah iblis berwajah malaikat dan jantung Ardan tepat dalam genggamannya. Jika saja gadis itu memiliki sedikit saja wajah culas, pasti akan lebih mudah dihadapi, sekarang tak hanya Ardan, Nayla pun mulai jatuh hati dengan menantu palsunya itu! Benar-benar gadis yang luarbiasa!

"Lupakan Mutiara, jika harus berakhir dengan menantu yang lain, aku sama sekali tidak keberatan! Terlebih dengan gadis yang begitu cantik sepertinya...jangan takut nak, aku juga yatim piatu tetapi keluarga Mahavindra tak pernah melihat seseorang dari latar belakangnya, jika Ardan mencintaimu, maka akupun akan mencintaimu!"

"Tapi paling tidak, kita harus memberi kabar kepada keluarga Dewangga. Bagaimanapun Ardan harus bertanggung jawab terhadap setiap keputusannya!"

---

Dia, ternyata masih hidup.....

Mutiara menatap lelaki di hadapannya.

"A...apa maksud anda?"

Aryan menghirup tehnya sebelum berkata-kata kepada gadis di hadapannya.

"Detik menjelang pernikahan kalian, Ardan mengalami kecelakaan fatal, tentu kau telah mengetahu hal tersebut, bukan? Untuk menyelamatkan kehormatanmu, Wisnu menggantikan posisinya. Aku tahu itu dan kamipun telah menyetujuinya, mungkin itu takdir. Hanya saja aku ingin meminta tolong kepadamu dan juga Wisnu..."

Wisnuwardana Dewangga menatap tajam Aryan sebelum bertanya, "Apakah anda bermaksud meminta saya mengembalikan Mutiara kepada putra anda?"

Tiara tercengang.

"Tidak...jangan lakukan itu Wisnu, tidak, aku bukanlah sebuah barang yang bisa ditukar tambah! Aku istrimu dan hanya akan menjadi istrimu!"

Melihat pancaran mata Tiara, Aryan tambah memastikan sesuatu. Memang, pernikahan Ardan dan Tiara tak bisa dipaksakan, walau Ardan begitu mencintai gadis itu, sebenarnya hati Tiara lebih condong kepada Wisnu.

"Aku hanya menggantikan posisi Ardan, sampai dia kembali..." gumam Wisnu dingin.

"Tidak..." airmata Tiara meleleh. "Kenapa kau tega, Wisnu?"

Aryan menengahi. "Anak-anak, aku tidak meminta kalian berpisah, justru sebaliknya, karena Ardanpun memiliki kejutan untuk kalian berdua..."

Ditatapnya Wisnu. "Aku hanya ingin Tiara mencoba menggali ingatan Ardan, dia berada dalam bahaya sekarang dan hanya kalian berdua yang bisa menolongnya. Akan sangat sulit menolongnya tanpa ingatan masa lalunya, bahkan mungkin setelah dia mengenali Tiara sebagai wanita yang dia cintai sekalipun, aku tidak akan meminta kalian berpisah. Aku hanya ingin kalian bisa memisahkan Ardan dari wanita itu. Sebentar lagi keluarga kami akan mengadakan kunjungan ke kediaman Dewangga. Bersikaplah profesional, Wisnu, walau hatimu mungkin terasa sakit. Aku hanya ingin meminta tolong Mutiara untuk menyadarkan Ardan akan masa lalunya..."

"Apa maksud anda?"

"Kau akan mengetahuinya nanti, waktu kita tidak banyak. Aku harus kembali ke hotel sebelum mereka curiga. Baiklah, sampai bertemu di kediaman Dewangga!"

---

"Maukah kau menikah denganku?"

Dilamar secara romantis oleh lelaki seindah Ardan, tentu akan menjadi dambaan setiap wanita. Selain memiliki sikap dan sifat yang baik, wajah rupawan dan kekayaan melimpah, lelaki itu juga memiliki keahlian bujuk rayu maut. Bahkan, Tiara yang telah memiliki Wisnu secara paten di hatinya sanggup diyakinkan Ardan untuk melangkah di pelaminan.

Ardan selalu bisa membangun komunikasi yang manis dan indah, lain dengan Wisnu yang pendiam dan kaku. Ardan bisa membuatnya tertawa di lantai dansa, membuatnya menikmati keindahan Rabu Pungkasan yang digelar di Alun-alun Kraton Yogyakarta bahkan membuat setiap sudut Kotagede terlihat romantis.

"Aku jauh-jauh datang dari Aryavartha ke Ayodyakarta hanya demi dirimu, aku mungkin sanggup memindahkan Borobudur dan Prambanan menjadi satu lokasi jika kau menginginkannya!"

"Benar-benar rayuan gombal!" Mutiara memukul bahu Ardan dengan setangkai mawar putih yang diberikan pria itu.

"Lupakan balok es tanpa ekspresi itu Tiara, tak baik bunga mengejar kumbang, sebaliknya, biarkan aku yang mengejarmu sampai kakiku pegal-pegal, kita harus banyak bahagia dan tertawa, jangan seperti patung penjaga pintu macam Wisnu..."

Lelaki yang selalu membuatnya tersenyum dan tertawa itu, kini hanya memandanginya datar.

"Ibuku bercerita, dulu aku begitu tergila-gila padamu dan seharusnya kita menikah. Tetapi, ada kejadian tak terduga, banyak hal yang rancu, tetapi aku tidak ingin memikirkan masa lalu, karena kita telah memiliki masa depan, bukankah begitu?"

Andai tidak mendengar permohonan Aryan, Tiara pasti setuju dengan perkataan Ardan, hanya saja, bagaimanapun lelaki ini tidak pantas mengalami hal yang ditakutkan Aryan. Mutiara telah berkenalan sekilas dengan Isabelle. Wanita secantik itu, benarkan memiliki maksud terselubung kepada Ardan? Terlebih interaksinya dengan Ardan begitu manis.

"Jangan tertipu dengan keindahan, Tiara. Saya hanya ingin kamu fokus untuk membantu Ardan mengingat jatidirinya. Istrinya memang sangat menawan, tetapi dia bisa membunuh Ardan setiap saat..."

Benarkah? Wanita yang terlihat rapuh dan begitu manis itu, mampukah membunuh seorang lelaki yang terlihat begitu kokoh dan perkasa seperti Ardan?

"Ardan, dulu kau bilang, hanya ada aku di hatimu, karena itu aku tidak mengerti, bagaimana bisa kau menikah dengan wanita lain?"

"Bukankah kau juga telah menikahi lelaki lain?" Ardan menatap Tiara dengan pandangan menyelidik. "Jangan bilang kau tetap ingin kembali kepadaku?"

Mutiara menggigit bibirnya. "Begini, Wisnu hanya menggantikan dirimu saja, bahkan, dia belum pernah menyentuhku sekalipun. Dia berniat menceraikanku dan mengembalikan aku kepadamu jika kau kembali, dan benar saja, kau pada akhirnya kembali..."

Gadis itu menatap Ardan lekat. "Benarkah kau tidak mengingatku, sama sekali?"

Ardan tercenung. "Aku...aku pernah memimpikanmu dan menjanjikan pernikahan itu, ya...ada ingatanku tentangmu, tapi..."

"Tidak baik memutuskan sesuatu tanpa kembalinya ingatanmu, jadi sebaiknya, kita perhatikan baik-baik langkah kita..."

"Maksudmu?"

"Kita akan memastikan kedua pernikahan ini setelah ingatanmu pulih, saat itulah kau baru bisa memutuskan, antara aku ataukah Isabelle? Setuju?"

"Tapi..."

Aku sebenarnya tidak menginginkan ini, Ardan, tapi aku memiliki janji pada ayahmu dan pada diriku sendiri. Aku ingin berbahagia bersama Wisnu, tetapi tentu aku tidak ingin kebahagiaanku dibayang-bayangi keselamatanmu. Aku tidak ingin nyawamu dipertaruhkan untuk kebahagiaanku, bagaimanapun, dulu kita pernah memiliki sebuah janji.

"Jodoh, tidak akan kemana...bukankah begitu?"

Ardan tampak bimbang.

"Apa kau mencintai Isabelle?" tanya Tiara hati-hati.

Ardan mengangguk dengan mantap.

"Bahkan, tanpa ingatanmu?" Tiara menghela napas panjang. Bagaimana jika, sebenarnya selama inipun, Ardan tidaklah mencintainya...Tiara hanyalah sebuah obsesi, tetapi bukan cinta itu sendiri?

---

Isabelle tahu, semua tidak akan berjalan dengan mudah, walaupun keluarga Mahavindra terlihat menerimanya, Nayla selalu ramah kepadanya, tetapi sikap waspada Aryan cukup terbaca.

"Mereka tidak akan menemukan apa-apa tentangku..." Isabelle memandangi rumah tradisional bangsawan tempat suaminya menemui mantan kekasihnya. Selama ini, dia tinggal di Paris, kota terindah di dunia dengan setiap tempat yang unik dan berkelas, tetapi dia baru mengetahui ternyata Indonesia tak kalah indah, Aryavartha sebagai kota modern, sudah biasa dia lihat di Jepang dan Inggris, tetapi untuk Yogyakarta dan tradisinya cukup mencengangkan. Rumah keluarga Dewangga ini sangat unik, terbuat dari kayu tetapi terasa sekali keagungan dan kemewahannya. Bunga-bunga tropis di tiap sudut taman yang tertata apik semakin menambah keindahan rumah tua tersebut.

"Usianya mungkin sudah ratusan tahun..." Isabelle berdecak kagum. Langkah kakinya terhenti saat melihat di hadapannya sesosok lelaki Asia yang tengah menatapnya tajam.

Ah, pantas tunangan Ardan rela meninggalkan lelaki itu tanpa pikir panjang, penggantinya cukup menarik. Lelaki itu tidak hanya tampan, tetapi memiliki pesona tak biasa, seperti Iblis. Walau parasnya begitu lembut dan tampan, Isabelle merasakan hawa tak biasa. Justru, bisa dibilang, mungkin lelaki di hadapannya itu malah satu 'spesies' dengan dirinya.

"Benar-benar jodoh yang tertukar..." batin Isabelle geli. Melihat cara lelaki itu menatapnya, ada kewaspadaan terpancar di sana.

"Bonjour..." lelaki itu menyapa dan menanyakan apakah Isabelle tersesat.

"Saya tidak tersesat, tetapi terkejut karena anda sepertinya lancar berbahasa Prancis?"

Wisnu mengangguk. "Keluarga kami memiliki bisnis dan beberapa kerjasama dengan luar negeri, tentu saya harus mampu menguasai beberapa bahasa, ayah saya juga pernah lama tinggal di Paris di masa mudanya..."

"Begitukah?" Isabelle mengangguk. "Saya mencari suami saya, tetapi juga tidak merasa tersesat, kota ini sangat indah walau bernuansa tradisional. Beda dengan Aryavartha, Yogyakarta rupanya memiliki keunikan tersendiri. saya pikir, Paris kota yang indah, tetapi di sini saya melihat keindahan yang belum pernah saya temui..." Isabelle menunjuk beberapa ornamen rumah. "Saya pernah melihat yang nyaris seperti itu di Jepang, lalu ukiran patung naga dari kayu, lukisan pada kain-kain indah di depan sana...seperti Shibori..."

"Batik?"

"Oh, batik? Di Jepang juga ada kain hias seperi itu, saya hampir tak bisa membedakannya...saya cukup banyak melihat-lihat kediaman anda tadi dan membeli beberapa produk aroma terapi. Sepertinya anda mempertahankan banyak sekali tradisi yang mulai hilang?"

Wisnu membatin, kenapa mereka malah membicarakan bisnis dan wanita itu tampak seperti wisatawan? Sepertinya Isabelle tak mudah dihadapi.

"Anda juga bisa melihat perhiasan perak jika anda mau, bisa saya antarkan kesana..."

"Oh, begitukah?" Isabelle mengangguk dengan antusias. Wisnu sengaja melewatkan gadis itu di taman depan, Ardan dan Mutiara tampak sedang berbincang ringan di gazebo depan dan terlihat Tiara meraih tangan Ardan.

Wisnu cukup cermat mengamati wajah Isabelle, tetapi wanita itu tetap tak terbaca, sekilas, walau sekilas, ada kerutan di dahi Isabelle.

"Anda tidak apa-apa?" tanya Wisnu. Isabelle mengangguk.

"Ayah mertua telah mengatakan agar saya memberi waktu untuk mereka berdua, saya menyetujuinya..."

"Bagaimana jika Ardan mengingat Tiara dan ingin kembali kepadanya?"

Isabelle memandangi Wisnu. "Mau bagaimana lagi, jika sesuatu bukanlah milik kita, tentu dia sudah seharusnya kembali ke tempatnya semua, bukankah begitu? Anda sendiri, apakah tidak merasa kehilangan?"

Wisnu tertawa mendengar kalimat ironis itu, entah kenapa, wanita berbahaya ini bisa membuatnya terbahak, ini adalah sesuatu yang aneh sekali.

"Anda, wanita yang unik..."

Isabelle mengedikkan bahu. "Saya telah kehilangan banyak hal sejak saya dilahirkan, lain dengan mereka yang besar dalam kasih sayang kedua orangtua, saya besar dengan kedua tangan saya sendiri. Karena itu saya lebih bijak dalam memandang hidup..."

"Begitukah? Menarik sekali...mari saya antarkan melihat bengkel perak kami..."

Tiara mengarahkan pandangan ke samping, tak jauh dari tempatnya dan Ardan berbincang, tampak Wisnu sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita berambut pirang. Aryan memang membagi tugas, untuknya menemui Ardan dan Wisnu mengorek informasi dari Isabelle, tetapi yang tak disangka, ternyata...

Bagaimana mungkin Wisnu bisa tertawa terbahak-bahak seperti itu? jangankan tertawa, lelaki itu nyaris tak pernah tersenyum. Wanita itu...

Ardan menoleh. "Ah, Isabelle..."

Mutiara menahan lengan Ardan. "Biarkan mereka, Wisnu akan mengajaknya untuk melihat-lihat kerajinan saja. Kau tidak usah khawatir."

---

Continue Reading

You'll Also Like

40.2K 7.6K 25
Kisah Siera yang terpaksa menikah dengan River untuk menutupi rasa malu. Tidak ada yang tahu kalau di balik sikap River yang periang, tersembunyi rah...
12K 1.6K 37
Bahuwirya tak pernah berharap ia jatuh cinta pada gadis lugu yang terus menatapnya dengan rasa penasaran. Bagaimana ketika gadis itu mendekatinya, be...
3.1K 603 17
[HISTORICAL-ANGST-MELODRAMA] Sejak Dinasti Goryeo secara resmi menjadi negara bawahan Kekaisaran Mongol pada tahun 1259, calon penguasa Goryeo biasan...
Let Me Love You By cyan

Historical Fiction

39.7K 3.3K 41
"Biarkan aku mencintaimu dengan caraku," -Anonim Kisah cinta klasik berlatar Hindia-Belanda. Berkisah tentang seorang wanita Pribumi yang jatuh cinta...