US - Beautiful Liar

By TitisariPrabawati

117K 12.3K 2.8K

PENGUMUMAN BUAT PEMBACA Untuk US Series Next Gen ini sebenarnya adalah BONUS BOOK dari ketujuh series sebelum... More

Beautiful Liar
Pengenalan Tokoh
~ Prologue ~
~ Part 1 * Seine ~
~ Part 3 - Le Coeur ~
~ Part 4 - Enfin ~
~ Part 5 - Fleur ~
~ Part 6 - Eternite ~
~ Part 7 - Folie ~
~ Part 8 - Aimer ~
~ Part 9 - Enemble ~
~ Part 10 - Sacrifier ~
~ Part 11 - Davantage ~
~ Part 12 - Nocturne ~
~ Part 13 - Belle ~
~ Part 14 - Bleues ~
~ Part 15 - Epigram ~
~ Part 16 - L'amour ~
~ Part 17 - Terre ~
~ Part 18 - Heurte ~
~ Part 19 - D'esprit ~
~ Part 20 - Choix ~
~ Part 21 - Sentir ~
~ Part 22 - Traverse ~
~ Part 23 - Sommeille ~
~ Part 24 - Historie ~
~ Part 25 - Noire ~
~ Part 26 - Mystere ~
~ Part 27 - Blanc ~
~ Part 28 - Mourant ~
~ Part 29 - Tienne ~
~ Part 30 - Descente ~
Pengmuman Giveaway US Series
~ Epilogue ~

~ Part 2 - Esperer ~

2.8K 288 9
By TitisariPrabawati



L'amour s'en va comme cette eau courante

L'amour s'en va

Comme la vie est lente

Et comme l'Espérance est violente

Cinta hilang bagai air mengalir

Cinta hilang

Betapa lambatnya hidup ini

Dan karena harapan begitu kejam

---

Ardan menatap foto Isabelle di nakas. Memakai gaun berwarna baby pink dengan rambut dihias bunga babybreath berwarna senada, membuat wanita itu terlihat begitu mungil dan polos, sepertinya sang istri tengah menjadi bridesmaid seseorang, menengok keempat kawan lain di sekelilingnya yang memakai gaun sama persis dengan yang dikenakan Isabelle. Keempat wanita lain tersenyum, hanya wanita itu yang terdiam dengan wajah datar, tetapi justru itu menjadi pesona tersendiri. seperti burung merak yang tenang dan anggun, justru lebih menarik perhatian daripada ayam yang ramai berkotek.

Beberapa foto terlihat begitu seksi, gadis itu begitu pas mengenakan pakaian berwarna hitam, sepertinya Isabelle menyukai kegiatan olahraga seperti jogging.

"Tapi lain kali dia takkan kubiarkan memakai pakaian seksi seperti ini," gerutu Ardan sembari mengetuk kaca pigura foto. Lelaki itu tersenyum. "Walaupun terasa aneh, tetapi rasa nyaman yang kurasakan saat bersamamu terasa alami. Aku penasaran, bagaimana kita bisa bertemu dan kenapa kau mau menerima pria sepertiku? Kau bahkan jauh lebih cantik dari seorang istri presiden atau raja. Aku, mungkin lelaki yang beruntung? Masakanmu juga enak!"

Ardan meraih kotak bekal yang disiapkan Isabelle di nakas samping tempat tidur, tiga macam juice dan segelas besar air putih juga tersedia. Hanya saja, termos juice itu cukup unik. Isabelle memang telah mengisikan air dan buah, tetapi Ardan tinggal memencet tombol tertentu pada termos sehingga pisau di bawahnya berputar. Itu metode untuk membuat juice dan smoothie dengan cara yang gampang. Hemat tetapi juga sehat, sepertinya sang istri sangat menjaga kesehatan tubuh dan kebugaran.

"Tak heran, bukankah dia seorang dokter?"

Ardan menemukan banyak buku di laci nakas, rata-rata adalah buku dan catatan yang sepertinya berkaitan dengan medis.

"Apakah dia ingin melanjutkan kuliahnya menempuh spesialisasi tertentu?"

Melihat gambar organ dalam di buku-buku tersebut, Ardan mengambil kesimpulan jika Isabelle tengah menempuh pendidikan lanjutan di bidang spesialis bedah.

"Kecantikan dan kepintaran tak selalu dua-duanya dimiliki seorang wanita, tapi Isabelle memiliki segalanya. Pasti sebelumnya telah banyak pria yang menyukainya..."

---

"Dia pria yang mengerikan..." Isabelle meraih gelas juicenya dan merenung di ruang kerjanya. Ternyata Ardanial bukanlah lelaki biasa. Sangat merepotkan bagaimana dia nanti berhadapan dengan banyak hal yang tak terduga. Selain sebagai agen rahasia pemerintah, ternyata lelaki itu memiliki sisi tak terduga sebagai vokalis sebuah band ternama.

"Bagaimana dia membagi waktu? Apakah sebagai vokalis Band dia manfaatkan pula untuk pekerjaan kotornya?"

Isabelle tak habis mengerti, follower di Instagram Ardan mencapai puluhan juta orang dan berita menghilangnya sang artis membuat kolom komentar foto terakhirnya dihujani komentar dan doa.

"We love you, please come back!"

Isabelle tersenyum.

"Ya ampun, ada apa dengan para gadis belia ini?"

Sebuah artikel dengan hastag nama suaminya banyak memuat berita pembatalan pernikahan, tetapi yang mengejutkan...

"Wow, wanita yang akan dinikahinya justru menikah dengan pria lain di hari yang sama? Benar-benar lelaki malang, kuharap saat aku menunjukkan berita ini kepadanya, dia merasa bersedih dan terkena serangan jantung!" wanita itu menyesap juicenya dan menatap ke arah jam dinding ruangannya. Waktu istirahat telah habis, pekerjaan selesai dan dia bisa pulang ke rumah.

"Huft! Bagaimana aku bisa hidup tenang sekarang? Tidak mungkin aku pisah ranjang dengannya, bukan? Tapi siapa tahu? Dengan alasan aku tak ingin menyenggol lukanya, dia bisa membiarkanku tidur di sofa? Terbangun dengan menatap kedua matanya bisa membuatku mati karena serangan jantung!"

Kenapa lelaki itu memiliki tatapan yang tajam sekaligus lembut? Begitu melankolis?

Band bernama Avangard itu dikabarkan telah banyak menulis lagu-lagu hits. Isabelle mencoba mendengarkan beberapa lagu tetapi tidak mengerti bahasanya, hingga akhirnya menemukan Ardan tengah mengcover lagu lawas milik Coldplay. The Scientist. Suara lelaki itu memang tak biasa, ditunjang penampilan wajah yang rupawan, siapa yang akan menolak pesonanya saat bernyanyi?

Tell me your secrets

And ask me your questions

Oh let's go back to the start

Running in circles, coming up tails

Heads on a science apart

Bukanlah hal yang berlebihan tatkala media menjuluki lelaki itu memiliki kharisma tak biasa saat bernyanyi.

"Ternyata dia memang memiliki bakat..." Isabelle tanpa sadar telah memutar video tersebut beberapa kali. "Oh, apa yang kupikirkan? Apa aku merasa bersalah karena akan menusnahkan makhluk dengan banyak bakat?"

Wanita itu mematikan laptopnya dan keluar dari ruang kerjanya. Beberapa perawat menyapanya saat menyusuri koridor.

"Bagaimana kondisi suamimu?" tanya suster Elle.

"Sudah baikan, tinggal melatihnya berjalan perlahan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sepertinya besok pagi saat weekend aku bisa membawanya ke taman untuk belajar berdiri dari kursi roda...dia juga perlahan telah berlatih berdiri."

"Hebat, setelah mengalami kecelakaan semengerikan itu? Ah ya, kemarin ada beberapa polisi mencari seseorang dengan ciri-ciri mirip dengan suamimu, tetapi dokter Andreas telah mengcovernya. Apa terjadi sesuatu?"

Isabelle memasang wajah polos. "Kemungkinan memang ada pihak tertentu yang ingin mencelakai suamiku, karena itu kami sekeluarga akan melindunginya, paman pasti telah berbicara dengan para polisi tersebut, tidak usah khawatir..."

"Baiklah, semoga suamimu lekas pulih, cherie..."

"Terimakasih suster..." Isabelle mengangguk kecil dan berlalu. Sepertinya, keluarga Ardan tengah mencari keberadaannya. Akan semakin sulit menyembunyikan lelaki itu, satu-satunya jalan adalah memulihkan kondisinya dan segera terbang ke Indonesia untuk misi selanjutnya!

---

Ardan melangkahkan kakinya perlahan dan merasa perkembangan yang cukup baik untuk nyeri lututnya, sudah tidak separah beberapa minggu yang lalu, dengan istri seperti Isabelle yang telaten dan sabar, tentu pemulihan dirinya berangsur cukup cepat.

Sambil memeluk tubuh Isabelle yang cukup mungil, Ardan menapaki paving dan berseru senang.

"Kupikir, kau bisa melepaskanku sekarang..."

"Kau yakin?"

Lelaki itu mengangguk dan Isabelle perlahan menjauhkan tubuhnya.

Ardan melangkah menjauhi paving dan merasakan telapak kakinya menginjak rerumputan yang basah oleh embun.

"Segar sekali..."

Isabelle berdecak. "Hei, dilarang menginjak rerumputan, jika pengawas taman melihatmu..."

"Maaf, aku tidak melihat papan peringatannya..." Ardan berusaha menjauh tetapi tubuhnya limbung, dengan cepat Isabelle mengcovernya dan tubuh mereka bergulingan di rerumputan.

Isabelle mengerang, sepertinya kepalanya terantuk sesuatu, sejenak dipejamkannya mata dan dia menyadari, Ardan berada di atas tubuhnya.

"Isabelle..."

Kenapa suasana begitu sunyi, sehingga terdengar degup jantung seseorang tepat di telinganya? Seseorang memeluknya, dengan begitu hangat.

Deja vu

Isabelle melihat sebuah mobil yang mulai ditelan sungai Seine, rasanya seperti itu, detak jantungnya terasa lebih kencang, seolah seseorang memanggilnya dari kedalaman sungai yang pekat....

"Isabelle?"

"Apa kau tak bisa berguling? Tubuhmu berat..."

Ardan menjauhkan tubuhnya dan menggumamkan maaf, dirinya wajah sang istri dan diperiksanya. "Kau tak apa-apa? Harusnya kau biarkan saja aku terjatuh! Kau ini benar-benar..."

Wanita itu menatap lelaki di hadapannya dengan heran, apakah dia mulai mendengar kegusaran di nada suara Ardan? Kenapa lelaki itu marah?

"Harusnya kau tak melukai dirimu sendiri, lihat ini...dahimu membentur sesuatu dan mulai terlihat memar..." lelaki itu mencoba bangkit dan dengan susah payah duduk.

"Aku, akan segera lebih kuat, Isabelle, aku tidak akan membebanimu lagi dan aku harus bisa melindungimu..."

Mereka bertatapan dan Isabelle melihat kesungguhan dalam tatapan sekaligus ucapan lelaki di hadapannya, sebelum wanita itu sempat berkata-kata, sebuah peluit terdengar memekakkan telinga.

"Wah, apa-apaan ini? Apa kalian tidak melihat jika tidak boleh duduk di rerumputan taman?" seorang pengawas taman menghampiri mereka.

"Maaf...tapi kami tidak sengaja terjatuh di sini, saya sedang belajar berjalan dan terguling di rerumputan..." Ardan menunjuk kursi roda di paving tak jauh dari mereka duduk dan menatap Isabelle. "Istri saya hanya membantu saya berdiri..."

Pengawas taman mengangguk maklum dan membantu Ardan berdiri.

"Saya akan membantu anda sampai kursi roda..."

"Terimakasih, pak..." Ardan meraih tangan lelaki itu dan berjalan menuju kursi roda perlahan. Isabelle mengikuti dari belakang.

Setelah memastikan keduanya baik-baik saja, penjaga taman itupun berlalu.

"Kita harus mengobati memar di dahimu..." Ardan menatap Isabelle dengan cemas. Wanita itu hanya memandangi Ardan dengan datar.

Ah, kenapa tatapannya seperti puppies yang tengah mencemaskan majikannya? Seharusnya matanya tidak membulat seperti itu, aku hampir merasa kasihan...

"Hei..." Ardan mengguncang lengan Isabelle. "Kau tak apa-apa?"

Wanita itu mendorong kursi roda Ardan kemudian duduk di sebuah kursi taman. Mereka berhadapan dan Isabelle berusaha tersenyum.

"Jangan khawatir, hanya memar kecil, tidak ada yang perlu dicemaskan." Dia tidak terbiasa dengan seseorang yang bisa mencemaskan dirinya, rasanya sangat aneh. Selama ini dia hidup sendirian dan setiap luka disembuhkanya seorang diri. Tidak mencemaskan dan dicemaskan siapapun. Begitulah hidupnya berjalan, begitu datar.

"Jangan berkata begitu..."jemari Ardan meraih wajah istrinya.

"Kau begitu sempurna dengan wajah ini, seperti seorang dewi, aku takkan membiarkan sebuah luka menghiasinya. Tak pantas rasanya jika seseorang terpilih mendampingimu, tetapi tak mampu melindungimu..." Ardan mengusap perlahan memar di dahi istrinya dan meniupnya.

"Jangan pernah terluka lagi, mengerti?"

Isabelle mengangguk dan tersenyum kecut. Apa lelaki itu tak menyadari, Isabelle telah membuat banyak luka di tubuh lelaki itu. Bahkan nyaris merenggut nyawanya. Ironis sekali mendengar ucapan Ardan barusan.

"Ah, baiklah, hari ini cukup berlatihnya, kau tak usah memaksakan diri..."

"Tidak, aku harus lekas pulih, supaya lekas mampu melindungimu," Ardan tersenyum dan meraih Isabelle dalam pelukannya. Membuat wanita itu tercenung.

Harusnya, kau mampu melindungi dirimu sendiri dariku. Aku adalah malaikat mautmu, bodoh, hanya tampilanmu yang kuat dan kokoh, tetapi kau bahkan tidak tahu, nyawamu berada dalam genggamanku.

---

Isabelle mengajak Ardan menikmati pagi yang cerah di sebuah cafe di pinggiran sungai.

"Daging panggang di sini sangat lezat, saus tomat yang mereka buat juga telah terkenal selama berabad-abad walau pernah ada rumor buruk tentang kedai makan ini, tapi tidak membuat orang berhenti menikmati daging panggangnya."

Ardan menatap piring di hadapannya dan bergumam. "Kurasa aku lebih suka salad yang kau buat tiap pagi."

"Tapi tak baik hanya makan sayur dan buah, kau butuh daging juga sesekali untuk energi, dan red wine, tentunya..."

"Apakah ini daging babi?"

"Tentu bukan, walau bagaimanapun aku menghormati kepercayaanmu, kau tidak memakan daging babi, ya aku tahu itu. Kupesankan daging sapi, tapi kalau kau tidak nyaman, lain kali aku akan memilihkan kedai kebab atau semacamnya yang dimakan oleh orang sepertimu..."

"Orang sepertiku?"

Isabelle mengangguk. "Muslim...apa kau ingat sesuatu tentang itu?"

Lelaki itu menggeleng.

"Sudah, lupakan. Jika belum mampu mengingatnya maka tak usah kaupaksakan, pulihkan saja tubuhmu dan nikmati hidangannya. Besok akan kusiapkan salad untukmu seperti biasa."

"Kau mengurusku dengan baik, terimakasih."

Wanita itu mengangguk dan menyodorkan daging yang telah diirisnya."

"Ngomong-ngomong tentang rumor buruk, apa yang pernah menimpa kedai ini?"

Isabelle tersenyum. "Ya Tuhan, kita seperti wanita tua yang gemar bergosip! Tapi aku pernah mendengar dari beberapa orang di rumah sakit, beberapa puluh tahun silam, pemilik pertama kedai ini memang dikenal dengan masakannya yang begitu lezat, nyaris tidak manusiawi, ternyata sang pemilik kedai menggunakan daging manusia untuk menambah kelezatan masakannya. Kau percaya?"

Ardan yang sedang mengunyah daging menjadi terhenti gerakannya.

"Kau bodoh jika percaya dengan gosip seperti itu, makanlah dengan baik!"

Melihat senyum jahil Isabelle, Ardan memahami jika wanita di hadapannya tengah bergurau. "Kau benar-benar mau mengerjaiku?"

"Tidak, rumor seperti itu memang pernah terdengar, oh ayolah...mana mungkin daging manusia lebih lezat daripada daging sapi?" wanita itu meraih saus di bawah bibir Ardan dan mengelapnya dengan jempol tangannya.

Tak disangka Ardan meraih tangan Isabelle dan menjilat saus dari jemari lentik istrinya dan membuat wanita itu menatapnya dengan pandangan lebar.

"Rasa manusia mungkin terasa lezat, kau benar, Isabelle..."

Mengetahui suaminya hanya membalas kejahilannya, Isaballe hanya tersenyum masam.

"Tidak lucu, Ardan..."

"Wajahmu memerah Isabelle..."

---

"Dimana kita berkenalan?"

Ardan menengadah memandang Isabelle yang tengah mendorong kursi rodanya di keramaian kota.

"Bagaimana kita berkenalan, apakah aku merayumu terlebih dahulu?"

Mendengar pertanyaan mendadak itu, Isabelle tetiba teringat dengan sebuah gambaran di masa lalu.

"Tuileries, tak jauh dari Lovre, klasik. Kau menabrakku karena melamun dan memanfaatkan kesempatan seperti itu untuk berkenalan."

"Receh sekali, tidak adakah kisah yang lebih pantas?"

"Maksudmu?"

"Mungkin aku melihatmu kecopetan dan mengejar pencopet itu untuk mendapatkan tasmu...dan juga hatimu?"

Isabelle memutar bola mata, tak ada satu orangpun yang berani mencopet barangnya, terlebih dengan senjata rahasia yang selalu mengiasi paha rampingnya.

"Aku ingin kau mengingatnya sendiri, tidaklah baik jika aku selalu menuntunmu, Ardan."

"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi jika itu membuatmu gusar."

"Siapa yang gusar?"

Ardan menghela napas panjang. "Jika kau menaikkan nada bicaramu seperti itu, aku tahu kau sedang gusar, aku mulai mengenali setiap ekspresimu, bukankah aku suami yang baik? Aku mengerti dirimu dengan begitu cepat?"

Mendengar perkataan Ardan membuat langkah Isabelle terhenti. Kenapa semua sandiwara ini semakin terlihat nyata? Bermain-main dengan Ardan ternyata cukup menguras perasaan.

"Isabelle...kenapa berhenti?"

Wanita itu memandangi pepohonan di hadapannya dan tersenyum sedih. Kisah ini terlalu kejam sejak awal dimulai, bagaimana akhirnya nanti?

"Isabelle..." Ardan mengguncang lengan istrinya. "Kau seperti mencemaskan sesuatu, ada apa sebenarnya?"

"Hmm? Aku hanya berpikir, bagaimana menghadapi keluargamu nanti, mereka, tidak akan menerimaku dengan mudah..."

"Jika mereka tidak mau menerimamu, maka mereka juga tidak akan mendapatkan diriku. Aku seorang lelaki, jika aku telah memilih, maka aku akan berada di sisimu, bahkan keluargaku, tidak akan mampu membuatku menjauh darimu, oke?"

"Ini akan sangat sulit."

"Jangan khawatir, karena aku berada di sisimu, oke?"

---

"Aku tidak bisa hidup tanpa dia..." jemari wanita itu bergetar, mengelus foto seorang pria yang tengah tersenyum dan memeluk sebuah gitar. "Kenapa ini terjadi di saat kita telah beranjak senja? Apakah aku tidak bisa mati dengan tenang?"

Lelaki di sampingnya menghela napas panjang.

"Bersabarlah..."

"Apakah belum ada kabar sama sekali dari KBRI? Bahkan setelah tiga bulan?"

"Tidak, belum..." gumam lelaki itu. "Mereka telah mencari di setiap rumah sakit tak jauh dari lokasi kecelakaan tetapi nihil. Pencarian tubuhpun dilakukan, tetapi tidak ada hasil, sementara, kita tidak bisa memberitahukan kepada pers disana karena kondisi putra kita tidak memungkinkan untuk diungkap di hadapan publik. Semua diselidiki secara diam-diam."

Nayla menangis pedih, putra tunggalnya belum juga diketemukan, hidup ataupun mati, tidak ada kabar dan kepastian, ini tiga bulan terlama yang pernah dirasakannya sepanjang hidupnya. Belum pernah dia menjalani ketakutan demi ketakutan setiap detiknya, dalam jangka waktu yang begitu lama.

Aryan menatap istrinya dengan prihatin, selain tubuh yang semakin kurus dan ringkih, terlihat kerutan halus juga mulai menghiasi wajah Nayla, tiada hari tanpa menangis. Kehilangan putra semata wayang, tentu sangat mengguncangnya, terlebih tanpa kepastian seperti ini.

"Apakah setelah Tuhan memberikan kebahagiaan tidak terputus selama seperempat abad lebih kepada kita, pada akhirnya kita mengalami ujian terberat di akhir seperti ini?"

"Jangan berburuk sangka kepada Tuhan, Nayla!"

"Aku benar, bukan? Sejak kita menikah, kelahiran Ardan dan pertumbuhannya yang sempurna, setiap cetakan prestasinya, membuat hidup kita dipenuhi limpahan berkah. Kita tidak pernah bertengkar, kau tidak pernah berselingkuh dan semua berjalan dengan sangat baik...apa pada akhirnya, ujian ini berada di saat terakhir?"

Mendengar nada putus asa dalam ucapan Nayla, Aryan hanya mampu memeluk istrinya. Nayla sangat shock, stress juga depresi. Ucapan yang keluar dari bibirnya tentu tidak sepenuhnya dalam kendali kesadarannya.

"Istighfar, Nay. Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tak mampu diatasi makhlukNya yang lemah. Yang kita butuhkan sekarang hanyalah kesabaran, aku yakin, ada sesuatu yang besar menanti kita di depan sana, kuatkan dirimu untuk saat ini Nay. Kita harus bersabar dan terus percaya, setiap yang ditakdirkan olehNya kepada kita adalah yang terbaik, jangan pernah meragukan Tuhan Nay. Justru di saat seperti ini, kita harus mendekatkan diri dan banyak berdoa untuk Ardan."

Isabelle terbangun di pagi hari karena mencium aroma yang begitu lezat. Saat dilihatnya Ardan tidak berada di kamar, wanita itu bangun dan membuka korden kamar, sinar matahari pagi masuk dan terlihat keindahan Eiffel dari jendela lebar apartemennya. Salah satu alasan dia memilih posisi kamar ini karena bisa melihat keindahan si nyonya tua yang menjadi ikon kota cantik ini.

Perlahan dia melangkah keluar kamar dan melihat Ardan tengah berdiri di kitcen bar sambil mencermati sesuatu di hadapannya.

"Bonjour..." Ardan melirik Isabelle sekilas dan tersenyum. "Lihat...cod trofie, tomat, kapri ceri dan zaitun yang lezat, kau pasti suka, duduklah..." Ardan menghidangkan masakannya dan Isabelle duduk sembari meraih sendok. Dicicipinya kuah tomat yang kental dan wanita itu tersenyum.

"Ini lezat sekali..."

"Benarkah? Aku mendapatkan resep dari Nyonya Magda, suaminya bekerja di restoran Prancis terkenal dan viola...lihat hasilnya, dalam sekali masak, aku berhasil membuatnya..."

Mendengar cerita Ardan, Isabelle menggeleng-gelengkan kepala. Entah bagaimana lelaki itu cepat sekali beradaptasi dan mendapatkan kepercayaan dari tetangga di apartemen mereka. Mungkin karena bawaan Ardan yang ramah. Nyonya Magda? Isabelle memutar bola mata, bagaimana Ardan bisa akrab dengan bibi tua cerewet yang angkuh dan menyebalkan itu? Lalu Eleanor dan suaminya Pedro, bukan main, para tetangga yang selama ini dirasanya menyebalkan, justru takluk oleh Ardan, Pedro bahkan beberapa kali berkunjung dan membawa beberapa ikan trout untuk dimasak. Ardan pernah bilang, para tetangga terkadang bertanya-tanya kenapa Isabelle begitu pendiam dan tidak begitu bersosialisasi. Isabelle beralasan karena pekerjaannya yang ketat, dia menjadi jauh dengan para tetangga.

Lelaki itu dengan cepat mampu memulihkan stamina tubuhnya. Tak hanya berjalan tanpa terpincang, Isabelle melihat Ardan meminta bantuan Pedro yang bekerja sebagai pelatih di Gym untuk memulihkan tubuhnya pasca operasi.

"Akhirnya lemak di tubuhku luruh dan aku kembali memiliki masa otot..." Isabelle nyaris mengerang saat Ardan dengan bangga memperlihatkan abs nya yang bertonjolan sempurna. Lelaki itu juga menanyakan apa sebenarnya pekerjaannya sebelumnya.

"Kenapa kau menanyakan itu?"

"Aku kan tidak mungkin hidup di bawah perlindunganmu terus menerus, lelaki juga seharusnya bekerja, tidak bergantung kepada istrinya."

"Kau dulu seorang penyanyi..."

"Sungguh?"

"Kalau fisikmu telah siap, aku akan memperlihatkan masa lalumu, sekarang, kumohon fokuslah terhadap pemulihan tubuhmu, lalu kita akan memulihkan psikismu. Tanpa tubuh yang sehat, aku takut kau mengalami shock sehingga tidak mampu meneruskan pelatihanmu!"

Akhirnya mereka berdua sepakat untuk memulihkan fisik lelaki itu terlebih dahulu sebelum memulihkan ingatannya.

Setelah menyelesaikan sarapan berdua dan mencuci piring bersama, Isabelle memutuskan akhir pekan itu akan digunakannya untuk memulihkan sedikit ingatan Ardan. Sebenarnya bukan memulihkan, lebih tepatnya memanipulasi.

Mereka duduk berdua di sofa dan Isabelle membiarkan Ardan melingkarkan lengannya yang kokoh di belakang lehernya.

"Kau berasal dari Indonesia dan tengah berada di Paris untuk berlibur, juga melihat tempat di sekitar Louvre untuk pembuatan video klip album terbarumu, itu yang kau ceritakan padaku saat kita bertemu dan berkenalan. Kau juga pernah mengeluhkan jika keluargamu tengah memaksamu untuk menikah dengan seorang wanita yang tidak terlalu kau sukai, sehingga kau memutuskan untuk menjauh dari keluargamu dan keluar dari keadaan yang tidak menyenangkan itu. Seiring berjalannya waktu, kita sering bertemu dan pada akhirnya kau memutuskan untuk menikah denganku sebelum kepulanganmu ke Indonesia. Beberapa hari setelah pernikahan dan kita hendak menjalani hidup bersama, kau mengalami kecelakaan saat hendak menjemputku di tempat kerja. Jadi, aku tidak tahu seperti apa keluargamu, aku hanya bisa melihat mereka dari beberapa pemberitaan di media negara kalian..."

Isabelle memperlihatkan sebuah foto keluarga dan di sana terdapat foto Ardan.

"Ini, yang paling tua adalah kakekmu, Rayan. Beliau memiliki perusahaan tekstil yang sangat besar, bisa dibilang keluarga kalian adalah keluarga konglomerat yang terkenal. Ini nenekmu, Ananta, sepertinya jika aku tidak salah mengartikan artikel ini, dia seorang putri bangsawan dari sebuah kerajaan di Indonesia. Lalu ayahmu, Aryan Mahavindra...lihat, kalian berdua sangat mirip..."

Ardan mengangguk. "Iya, walaupun aku hilang ingatan, tetapi aku percaya jika lelaki ini adalah ayahku. Wajahku benar-benar menjiplaknya..."

"Kau mengingat sesuatu?"

Ardan menggeleng. "Entahlah, melihat foto ini, tidak ada rasa berdebar atau semacamnya, biasa saja. Mungkin karena aku belum mengingat mereka?"

Isabelle menunjuk foto seseorang.

"Ini, ibumu...Nayla. Seharusnya ada bonding diantara kalian sebagai ibu dan anak..."

Lelaki itu menggeleng.

"Entahlah, mungkin...jika kami bertemu secara langsung, siapa yang tahu?"

Lalu jemari Isabelle menggeser sebuah foto di tablet. Ini adalah finalnya...

Foto seorang gadis cantik berwajah asia.

Jika foto keluarga tidak mampu membuat Ardan bereaksi, mungkin, foto tunangannya akan membuat perubahan? Bohong jika Isabelle pernah berkata jika Ardan dipaksa menikahi gadis ini oleh keluarganya. Sebenarnya, mereka adalah sepasang kekasih yang sebenarnya. Hati, tidak dapat berbohong, bukan? Melihat reaksi Ardan yang tampak tercenung, entah kenapa hati Isabelle mencelos. Seperti ada ruangan yang tiba-tiba kosong dalam hatinya.

"Ini?"

"Mutiara, gadis ini adalah tunanganmu...yang kau ceritakan padaku, keluargamu memaksamu untuk menikah dengannya...kau mengenalinya?"

Melihat Ardan kembali terdiam, Isabelle menghela napas panjang. Ya, mungkin saja, Ardan merasakan hatinya mulai berbicara.

Lelaki itu melihat foto di tablet lalu menatap Isabelle. "Aku tidak mengenalinya tetapi pernah memimpikan gadis ini..."

"Mimpi?"

"Aku...aku bermimpi mengajaknya menikah...tetapi kemudian aku..." Ardan tampak kebingungan. "Isabelle...sebaiknya kau jujur kepadaku..."

Mereka saling bertatapan dan Isabelle bersiap jika Ardan mengatainya seorang pembohong. Apalagi yang bisa dilakukannya? Jika pada akhirnya Ardan lebih memilih hatinya untuk mendekat kepada Mutiara? Walaupun gadis itu telah menikah dengan lelaki lain...

"Ju...jujur? akan apa?" Isabelle merasa bibirnya kelu.

Lelaki di hadapannya menatapnya lekat dan menggenggam jemarinya erat.

"A...apakah di masa lalu, aku adalah lelaki yang sangat brengsek? Apa aku bermain dengan banyak wanita dan itu menyakitimu?"

Mendengar pertanyaan yang jauh dari ekspektasi itu, Isabelle tak mampu menjawab, terlebih saat Adan memeluknya erat.

"Sebaiknya, aku ingin melupakan masa lalu, jika perlu, aku tidak ingin kembali ke Indonesia dan kembali pada keluargaku. Aku hanya ingin kau, hidup bersamamu dan berada di sisimu. Aku tidak ingin menorehkan luka di matamu, istriku. Bisakah, kita tetap di Paris dan menjalani hidup seperti ini, selamanya?"

Kata-kata Ardan membuat Isabelle terhenyak.

Ah, lelaki ini...

Tanpa sadar, tangan Isabelle terangkat dan menepuk pundak Ardan untuk menenangkannya. Entah kenapa, rasanya bagai menemukan seekor kucing yang tersesat tetapi tidak mau dikembalikan kepada pemilik sahnya.

"Kau...tidak boleh berkata seperti itu, kau harus pulang, karena mereka keluargamu..."

"Tidak, tidak...aku hanya ingin bersamamu. Jika benar aku memiliki keluarga, mereka pasti telah mencariku sejak lama, tetapi saat ini, hanya ada kau di sisiku..."

Isabelle mengeluh dalam hati.

Mereka bukannya tidak datang kepadamu atau tidak mencarimu, tetapi karena aku menyembunyikanmu sementara waktu ini...ah Ardan, apakah kau benar-benar telah menjadi seseorang yang begitu bodoh?

Lagu lawas Elvis berjudul Can't help falling in Love terdengar bergema dari sebuah cafe di luar apartemen. Dari jendela kamar terlihat salju pertama mulai turun.

Like a river flows surely to the sea

Darling so it goes

Some things are meant to be

Take my hand, take my whole life too

For I can't help falling in love with you

----

Continue Reading

You'll Also Like

2K 97 30
•❗️• 𝐓𝐄𝐑𝐉𝐄𝐌𝐀𝐇𝐀𝐍 𝐁𝐀𝐇𝐀𝐒𝐀 𝐈𝐍𝐃𝐎𝐍𝐄𝐒𝐈𝐀 •❗️• [Di adaptasi dalam drama] ~ [ Zhang Lihe × Xu Ruohan] Chinese title : 爱你, 是我做过最好的事 [Ai...
3.1K 603 17
[HISTORICAL-ANGST-MELODRAMA] Sejak Dinasti Goryeo secara resmi menjadi negara bawahan Kekaisaran Mongol pada tahun 1259, calon penguasa Goryeo biasan...
3K 179 8
NOVEL TERJEMAHAN BAHASA INDONESIA Native Title : 大乔小乔 / Da Qiao Xiao Qiao Author : 张悦然/ Zhang Yueran - JUNI 2024 - Qiao Lin adalah saudara perempuan...
272K 10.3K 69
Suatu hari seorang gadis yang sedang tidur pada malam hari, ia bertemu dengan sosok yang ia rindukan muncul dalam mimpi nya. Yaitu ayah nya beliau me...