US - Beautiful Liar

By TitisariPrabawati

117K 12.3K 2.8K

PENGUMUMAN BUAT PEMBACA Untuk US Series Next Gen ini sebenarnya adalah BONUS BOOK dari ketujuh series sebelum... More

Beautiful Liar
Pengenalan Tokoh
~ Prologue ~
~ Part 2 - Esperer ~
~ Part 3 - Le Coeur ~
~ Part 4 - Enfin ~
~ Part 5 - Fleur ~
~ Part 6 - Eternite ~
~ Part 7 - Folie ~
~ Part 8 - Aimer ~
~ Part 9 - Enemble ~
~ Part 10 - Sacrifier ~
~ Part 11 - Davantage ~
~ Part 12 - Nocturne ~
~ Part 13 - Belle ~
~ Part 14 - Bleues ~
~ Part 15 - Epigram ~
~ Part 16 - L'amour ~
~ Part 17 - Terre ~
~ Part 18 - Heurte ~
~ Part 19 - D'esprit ~
~ Part 20 - Choix ~
~ Part 21 - Sentir ~
~ Part 22 - Traverse ~
~ Part 23 - Sommeille ~
~ Part 24 - Historie ~
~ Part 25 - Noire ~
~ Part 26 - Mystere ~
~ Part 27 - Blanc ~
~ Part 28 - Mourant ~
~ Part 29 - Tienne ~
~ Part 30 - Descente ~
Pengmuman Giveaway US Series
~ Epilogue ~

~ Part 1 * Seine ~

3.5K 276 13
By TitisariPrabawati

Sous le pont Mirabeau coule la Seine

Et nos amours

Faut-il qu'il m'en souvienne

La joie venait toujours après la peine

Di bawah jembatan Mirabeau mengalir Sungai Seine

Dan cinta kita

Haruskah itu diingat?

Sukacita selalu datang setelah kesedihan

---

Andreas memandang para dokter yang hilir mudik menangani pasien di St. Anne Hospital.

Ya Tuhan, apa salahku?

Lelaki itu menatap kedua tangannya. Kenapa dia tidak mampu menghianati sumpah Hipocratesnya sehingga dialah yang harus menangani pasien yang satu ini.

Zut! Anak dari lelaki yang sudah menghancurkan keluarganya, membunuh ayahnya, membuat adik perempuannya selamanya berada di rumah sakit jiwa dan keponakannya menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya bunuh diri. Kenapa lelaki ini bertahan dengan luka yang begitu banyak? Andreas meremas scalpelnya. Dia tidak mampu menggagalkan operasi dan terpaksa menolong anak dari lelaki yang paling dibencinya.

---

"Il est toujours vivant...dia masih hidup, dan aku tidak mengerti bagaimana dia menjadi pasienku tadi pagi!" Andreas memandang Irina dan Isabella.

"Rencana berubah, kita tidak bisa membunuhnya begitu saja, mungkin, kita akan memanfaatkannya. Dia menderita gegar otak dan kehilangan seluruh ingatannya. Aku memiliki satu rencana, plan B yang mungkin bisa kita gunakan, ayah anak ini adalah pendiri organisasi rahasia yang menghancurkan keluarga kita. Mungkin kita bisa memanfaatkan kondisinya untuk menyusup di tengah klan Khan dan menghancurkannya dari dalam..." kata Andreas.

"Bagaimana caranya Oncle?" Isabelle memandang Andreas.

"Ini tergantung padamu Isabelle..."

"Moi?"

"Jadilah istrinya. Mengakulah sebagai istri dari Ardanial Mahavindra Khan. Aku akan membuatkan surat legal untuk kalian, aku memiliki kawan-kawan di bidang ini. Aku akan mengurusnya. Secara hukum Paris, kalian sah sebagai suami dan istri. Perlahan masuklah ke keluarganya, berikan akting yang bagus kalau diam-diam kalian menikah di Paris, kuak seluruh dokumen, file, data, apapun yang bisa kau dapatkan di keluarga Khan dan hancurkan klan mereka. Sebagaimana mereka telah menghancurkan White Clans!"

Isabelle tampak berfikir.

"Kau agen handal, sayang dan juga seorang dokter umum. Mudah bagimu untuk membunuhnya nanti saat dia tidak lagi berguna untukmu. Suntikkan zat garam yang meracuni darahnya atau apapun dan dokter akan mendiagnosanya sebagai gejala darah tinggi yang menghancurkan kinerja jantungnya. Aku telah mengutuk diriku sendiri karena telah menyelamatkan nyawa anak itu, kaulah yang harus membereskannya nanti demi kedua orangtuamu, sehingga arwah kedua orangtuamu tenang, Isabelle..."

Andreas memberikan sebuah map merah pada Isabelle.

"Ini semua data yang kita miliki tentang Ardan, bersikaplah dengan sempurna agar kau tidak menimbulkan kecurigaan sebelum pekerjaanmu berhasil, rawatlah dia dengan baik, sehat, hingga dia siap untuk dikorbankan."

---

Dokter Isabelle Celestiel membuka pintu kamar rawat dan tersenyum manis kepada dua orang perawat yang berjaga di dalam ruangan. Terlihat seorang pria yang terbaring lemah di dipan rumah sakit, selang yang terhubung dengan berbagai peralatan medis tertempel ke tubuh orang tersebut. Isabelle memperhatikan struktur tubuh pria yang sempurna walaupun lelaki itu dalam keadaan tidak berdaya, dadanya yang telanjang dan terluka justru menambah pesona tersendiri yang membuat seorang wanita mampu mengaguminya. Wajah Asia yang kokoh dan dominan, pancaran mata redup tapi memikat dengan sejuta pesona dimiliki oleh pria tersebut. Selain sebagai perancang game terkemuka, Ardanial juga dikenal sebagai salah seorang penyanyi yang sangat terkenal di negaranya. Lelaki itu memang memiliki kharisma unik yang mampu menghipnotis publik. Tapi bekas-bekas luka di tubuh pria itu menyadarkan Isabelle betapa berbahayanya Ardan. Tidak mustahil lelaki itu juga seorang agen rahasia menilik dari fisiknya, apalagi kehadirannya di Paris sebelum kecelakaan terjadi mengindikasikan Ardan sedang mengejar salah satu mafia Italia yang sedang bertransaksi raksasa di Paris.

"Dia telah siuman, dok..." lapor salah seorang perawat yang kemudian memberitahukan angka-angka tanda vital tubuh pasien.

"Baiklah, anda berdua boleh keluar, saya yang akan mengurusnya..."

"Maaf, kami baru tahu jika pasien masih kerabat anda, pasti dokter merasa sedih dan shock, bukan? Beruntung dia selamat."

Dokter Isabelle menepuk lengan perawat itu.

"Hmm, beruntung semua berakhir baik..."

Pintu ruang rawat tertutup dan Isabelle duduk, memperhatikan pasien di hadapannya. Ah, lihat wajah yang penuh goresan luka ini.

Kenapa dia tidak mati saja?

Pria itu memiliki banyak rahasia.

Pria yang tidak dapat dilihat hanya oleh mata.

Perlahan bulu mata lentik lelaki itu terbuka. Walaupun terlihat tidak berdaya, Ardan memiliki ketenangan yang terkendali. Tidak seperti pasien yang mengalami amnesia lain yang biasanya shock dan gugup, Ardan begitu kalem.

"Who are you?" bisik lelaki itu lemah.

"Je suis ta femme....aku istrimu.." gadis rupawan berambut pirang dan bermata biru itu tersenyum menenangkan. "Kau mungkin tidak mengingatku, kata dokter kau menderita gegar otak cukup parah dan kau tidak sadar hampir tiga minggu. Kita baru saja menikah, saat kita berbulan madu di Paris, mobilmu tergelincir ke laut, mon homme..."

"Aku...tidak ingat apapun...." gumam lelaki itu sambil mengerang pelan, kepalanya begitu sakit saat dipaksa mengingat sesuatu.

"Tidak apa, aku akan membantumu mengingat semuanya..." wanita itu menepuk lengan 'suaminya' dengan lembut. Pemilik wajah cantik itu tersenyum menenangkan tapi berkata dalam hati.

"Aku akan membantumu mengingat detik-detik kematianmu yang menyakitkan, tuan Khan! Karena aku terlahir untuk membunuhmu, tidak hanya sekali, tapi dua kali!"

----

Isabelle membantu Ardan berkemas, dua minggu ini dia dengan telaten merawat suaminya dan saat keadaan Ardan dinyatakan membaik, mereka akan pulang ke apartemen, apartemen Isabelle lebih tepatnya dan setelah dua orang perawat pria menempatkan Ardan di kursi roda, dengan tenang Isabelle membawa pria itu keluar ruangan.

"Ou nous irons – kemana tujuan kita?" tanya Ardan.

"Nos apartement..." Isabelle menepuk bahu Ardan.

"Mungkin, setelah kubawa kau kesana, kau bisa mengingat sesuatu?"

Ardan menggeleng seraya tersenyum. "Isabelle...Je suis vraiment de sole..." lelaki itu balas menepuk punggung tangan Isabelle yang bertempat di bahunya.

"Pour quoi?" dahi Isabelle mengernyit, kenapa lelaki ini tetiba meminta maaf?

"Karena tidak bisa mengingat wanita secantik dirimu. Tapi, saat pertama melihat wajahmu, aku merasa tenang, kau seperti malaikat penjaga untukku. Sangat nyaman mengetahui aku memiliki seorang istri yang begitu cantik dan merawatku dengan penuh perhatian saat aku dalam kondisi tidak mampu melakukan apapun."

Langkah Isabelle terhenti, tertegun karena kata-kata lelaki itu, mampu menyentuh hatinya. Tidak, Isabelle, jangan terpengaruh. Ayah lelaki ini yang menghancurkan keluargamu! Kau harus mampu membunuh Ardan untuk yang kedua kali di saat yang tepat nanti!.

"De rien, Mr. Khan. Tout por tui...jangan sungkan, aku pasti akan selalu menjagamu," gumam Isabelle lalu kembali melanjutkan perjalanannya.

"Merci Mrs. Khan..." Ardan tersenyum dan melihat di depan sana dua perawat tadi sudah menunggunya untuk memasukannya ke sebuah Audi hitam.

Mrs. Khan? Dahi Isabelle berkerut. Wanita itu menghela nafas dan mulai membiasakan diri. Mereka telah menikah. Secara legal, walaupun kenyataannya pernikahan ini penuh kepalsuan dan kebohongan. Jika keluarga Ardan nanti memeriksa dokumen pernikahan mereka, dapat dipastikan dokumen itu sah dan asli. Andreas bekerja dengan sangat baik. Sebagai dokter spesialis terkenal di Paris dan sudah menolong banyak jiwa orang-orang terkemuka dan penting di jajaran pemerintahan, tentu mudah bagi Andreas untuk meminta bantuan kelegalan dokumen pernikahan keponakannya sendiri. Mungkin Andreas beralasan mereka keluarga yang sangat sibuk sehingga semua dokumen aspal milik Ardan begitu saja dipercaya oleh bagian yang berwenang mengurus dokumen pernikahan mereka. Tidak ada permasalahan berarti. Lagipula tidak akan ada yang curiga, dr. Andreas yang begitu terhormat dan dikagumi publik memiliki niatan buruk terhadap lelaki asing yang terluka dan menderita amnesia.

---

Ardan merasakan kenyamanan berada di apartemen yang indah dan tenang, warna wallpaper apartemen begitu sejuk dan menenangkan. Istrinya tampaknya memilih design interior yang berkelas. Tapi dahi lelaki itu mengernyit saat melihat dominasi ruangan tempat tidur mereka dalam warna pastel yang begitu feminin. Seperti bukan dirinya. Atau ini apartemen pribadi Isabelle? Ah, dia tidak bisa mengingat apapun. Sama sekali.

Isabelle membantu Ardan membuka pakaiannya setelah bersusah payah membawa lelaki itu berbaring di ranjang.

Mengoleskan salep, mengganti perban dan mengganti pakaian lelaki itu.

"Bukanlah sebagai seorang dokter kau seharusnya terbiasa melihat tubuh lelaki?" Ardan tersenyum memandangi wajah istrinya yang bersemu kemerahan saat membantunya membuka celananya.

"...kaupun tentu sudah terbiasa melihat tubuh suamimu yang telanjang?" jemari Ardan mengelus wajah cantik Isabelle dan menyentuh bibir kemerahan istrinya yang terlihat gugup. Isabelle menelan ludah.

"Tuan Khan, kuingatkan, kita baru saja menikah dan sedang 'akan' berbulan madu saat kecelakaan itu merenggutmu dariku," Isabelle menghela nafas panjang, mencoba memenangkan pertarungan tatapan mata dengan Ardan.

"Aku, menikahi gadis Paris yang konvensional?" Ardan tertawa. "Gadis secantik kamu dan .." jemari Ardan menyentuh bahu blouse Isabelle, membukanya sedikit dan melihat kulit langsat kemerahan yang sempurna, seperti kelopak mawar yang malu-malu terbuka dan memancarkan wanginya. "Bulu kudukmu meremang sayang, apa yang kau takutkan? Bukanlah kita suami istri?"

Isabelle terengah dan menepis tangan Ardan, sial, sentuhan lelaki itu menakutkannya. Oke, mungkin karena dia tidak pernah bersentuhan dengan lelaki sebelumnya. Seumur hidupnya dia hanya mengenal belajar yang baik untuk mencapai titel dokter dan bekerja keras menghancurkan target dalam setiap misinya. Lelaki yang disentuhnya hanyalah lelaki yang akan dibunuhnya, begitupun dengan lelaki di depannya ini.

"Isabelle?" Ardan memandangi istrinya dengan tatapan bertanya.

"Mungkin, aku akan merasa nyaman saat kau mengingatku nanti, untuk sekarang, aku...aku...harus menyesuaikan diri dengan dirimu yang baru. Seperti perangkat keras yang baru saja diinstal ulang, akupun akan menyesuaikan diri denganmu, sayang..." Isabelle memakaikan celana dalam Ardan lalu piyama lelaki itu dengan perlahan. Ardan tampak begitu menikmati perlakukan Isabelle terhadap dirinya.

"Tapi kau seperti takut terhadapku..." gumam Ardan, tampak sedih.

Isabelle berdecak kesal menahan kesabarannya. Tampaknya rencana Andreas tidak bisa berjalan sempurna. Gadis itu mengigit bibir dan menggenggam tangannya.

"Aku tidak takut, hanya saja memang baru kali ini aku berdekatan dengan lelaki. Selama ini aku tidak pernah dekat dengan lelaki manapun untuk mengejar gelarku, lalu kita bertemu, kau menjanjikan pernikahan dan kita menikah! Kita sedang dalam kondisi saling menyesuaikan diri saat kecelakaan itu terjadi. Blam! Bukanlah wajar aku belum bisa mempercayakan diriku padamu karena kau tidak mengingatku sementara aku sangat mengingatmu, tuan Khan?"

Ardan memasang wajah polos. "Je suis tellement désolé chérie, baiklah aku tidak akan keberatan jika kita menyesuaikan diri kembali dari awal, aku akan menikmatinya..."

Isabelle mengangguk. "Baiklah, berarti kita sepakat untuk tidak berhubungan intim sebelum kau mengingatku, oke?'

Ardan mengernyit. "Bukanlah semakin sering kita bercinta itu akan membantuku mengingatmu? Setiap sentuhanku di tubuhmu dan setiap sentuhanmu di tubuhku? Bantu aku mengingat itu semua?"

Isabelle tergagap, otaknya yang cerdas tidak berfungsi, IQ nya langsung anjlok separuh karena gugup.

"Begini...kita..kita belum pernah bercinta karena saat kecelakaan itu terjadi, kita baru saja 'akan' berbulan madu, kau belum pernah menyentuhku..."

Ups!

Bodoh!

Alis Ardan terangkat mendengar pengakuan istrinya. Isabelle pun hampir menampar dirinya sendiri karena kebodohannya mengungkap statusnya yang sebenarnya. Ardanial Mahavindra memiliki kemampuan untuk membuat orang lain berkata jujur di depannya, sialan! Lelaki ini lebih berbahaya dari yang dipikirkannya.

Ardan tersenyum dan Isabelle mengerang dalam hati.

"Venez ici...kemarilah.." Ardan mengulurkan tangannya. Dengan ragu Isabelle mendekat.

Ardan mencium lembut satu per satu jemari istrinya.

"Ini, terdengar begitu manis, dan kumohon jangan merasa malu karenanya, akulah yang seharusnya merasa malu, karena kecerobohanku, kita belum bisa menikmati satu sama lain. Pasti menjengkelkan bagimu, malam-malam yang seharusnya kita lewati dalam kebersamaan yang indah berakhir menyedihkan dengan kau harus merawatku hingga sembuh. Aku janji, segera setelah aku pulih, aku akan memberikan hakmu sebagai istri. Ah, istriku, perawan yang manis...tidak sulit bagi seorang pria untuk mencintaimu Isabelle, sebelum kecelakaan ini terjadi, pasti aku jatuh cinta mati-matian padamu.." Ardan merengkuh tubuh istrinya dan memeluknya dengan sayang.

Isabelle mengerang dan mengeluh dalam hati.

Oh, Tuhan! Berapa lama dia harus menunggu untuk membunuh lelaki ini? Apakah sandiwara cinta yang bodoh ini juga akan mengorbankan keperawanannya? Membayangkan bercinta dengan Ardan membuatnya mulas dan lemas. Oh no! Itu tidak akan terjadi dan dia harus sangat berhati-hati!. Ardan sangat berbahaya.

---

"Apakah kau mencintaiku?" gadis itu tersenyum sedih ke arah Ardan.

"Tentu saja. Menikahlah denganku...wanita lebih membutuhkan lelaki yang mencintainya daripada lelaki yang dicintainya. Tidak patut bunga menghampiri kumbang, kumbanglah yang mendekati bunga untuk menghisap secawan madu manis yang menggairahkan," Ardan tersenyum dan mengulurkan tangannya. Gadis itu memandang Ardan dan tangannya menyambut tangan Ardan dengan ragu-ragu.

---

Ardan menatap wajah cantik yang tertidur di sampingnya.

Lelaki itu berfikir dengan bingung. Kenapa gadis yang hendak dinikahinya dalam mimpi begitu berbeda dengan wajah Isabelle. Gadis dalam mimpinya memiliki kecantikan Asia yang kental, berambut hitam sepertinya, sementara Isabelle tampak begitu rapuh, kecantikannya seperti peri-peri hutan dalam dongeng. Kulit yang rapuh dan terlihat transparan, wajah oval dan kecantikan khas Prancis.

"Siapakah kau, Isabelle..." jemari Ardan menyentuh pipi Isabelle yang kemerahan. Lelaki itu tersenyum, walau dia tidak mampu mengingat Isabelle Celestiel yang sekarang sudah berganti nama menjadi Isabelle Khan, memandang wajah Isabelle seperti ini memberikan kenyamanan dalam hatinya.

"Apa mungkin aku dulu adalah lelaki yang memiliki banyak kisah sebelum bertemu denganmu? Tapi aku janji Isabelle, masa lalu tidak akan membuatku melepaskanmu, tanpamu, aku pasti tersesat."

----

Yogyakarta beberapa bulan pasca kecelakaan Ardan.

"Belum tidur mas?" Tiara memandang Wisnu yang sedang asyik menatap rembulan dari jendela besar di kamar mereka.

"Sebentar lagi, Tiara, kau tidurlah terlebih dahulu..." Wisnu tetap memandang keluar jendela, tanpa menatap Tiara.

Gadis itu tersenyum pedih, sudah sebulan mereka menikah, tapi Wisnu masih tidak menyentuhnya, jangankan menyentuh, memandang Tiara saja lelaki itu enggan.

Pernikahan mereka seharusnya merupakan puncak kebahagiaan Tiara. Impiannya di masa kanak-kanak terkabul sudah, walaupun keadaan yang memaksa Wisnu menggantikan posisi Ardan di detik terakhir hari pernikahan.

"Ada yang mas pikirkan?" Tiara menyentuh lengan Wisnu dan memandang lelaki itu penuh cinta, seperti biasanya, tapi Wisnu hanya menggeleng.

"Apa kita masih harus menunda penyempurnaan pernikahan kita lagi? Atau memang kau sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini? Jika kau hanya melakukannya karena bentuk tanggung jawab, sebaiknya kau lepaskan aku saja..." Tiara memberanikan diri mengatakan itu setelah berbulan lewat tapi Wisnu masih sama dinginnya. Perasaan bertahun-tahun mencintai pria itu masih tidak berbalas, rasa apa yang lebih menyakitkan bagi seorang wanita apabila cintanya tidak berbalas.

"Apakah mas sebenarnya memiliki wanita lain yang mas cintai?"

Wisnu tersentak, menoleh memandang Tiara.

"Kau, bukanlah kau mencintai Ardan, apakah kau tidak sedikitpun berharap jika dia masih hidup dan tiba-tiba kembali? Aku sengaja mengulur batas waktu tiga bulan ketetapan agama sebagai waktu penyempurnaan pernikahan karena aku tidak ingin kau menyesal, bagaimana jika Ardan kembali? Apa yang harus kukatakan, kita katakan padanya?" tanya Wisnu bimbang.

Tiara mengerjap marah.

"Kau berharap Ardan kembali dan menempatkanku di posisi yang sebenarnya bukan? Aku memang tidak pernah pantas bertempat di sisimu, tapi hanya Ardan yang mampu memberiku tempat di sisinya!" teriak Tiara marah, baru kali ini gadis itu mampu meninggikan suaranya di depan Wisnu.

"Tiara....bukan itu maksudku.."

Tiara tersenyum pahit. "Walaupun Ardan kembali, aku tidak akan mau kau kembalikan kepadanya seperti barang, aku ini manusia mas, yang memiliki perasaan, Ardan menjanjikanku pernikahan dan aku menerimanya karena aku ingin meyakinkan diriku bahwa tempatku memang bukan di sisimu, saat takdir berubah dan membuatku berada di sisimu, aku telah menerimanya sebagai anugerah. Ardan mencintaiku sebagai seorang lelaki, dia menyuruhku memilih menjalani hidup bersama pria yang mencintaiku, bukan pria yang kucintai, tapi apakah aku salah telah begitu serakah ingin tetap bersama pria yang kucintai saat pria yang mencintaiku tidak lagi berada di sisiku? Apa kau akan menghukumku karena keegoisanku ini? Kalau begitu aku akan pergi..."

Wisnu mencerna kata-kata Tiara.

Pria yang gadis itu cintai?

Apakah maksud Tiara, gadis itu mencintai Wisnu?

Tapi bukankah selama ini Tiara mematuhinya layaknya seorang adik dan Wisnu menjaga Tiara sepenuh hati sebagai kakak?

Saat Ardan melamar Tiara, Wisnu pun bertindak sebagai kakak yang baik, menyambut Ardan dan mempercayakan Tiara pada Ardan untuk dijaga. Saat lelaki itu dikabarkan tewas beberapa hari sebelum pernikahannya, Wisnu yang mengambil alih tanggung jawab Ardan. Undangan terlanjur disebar, persiapan sudah dilaksanakan dengan sempurna dan dia tidak mau melihat Tiara melewati hari pernikahannya tanpa pengantin lelakinya, itu akan sangat menghancurkan Tiara, karena itulah Wisnu mengambil alih semua tanggung jawab. Bram dan Medinna menyetujui dan merestui Wisnu, hanya kakek yang agak menentang keputusan itu. Bahkan ibu mertuanya mengatakan sesuatu yang aneh.

"Hubungan yang telah ditentukan oleh Tuhan tidak akan mampu dipisahkan oleh manusia, Wisnu. Kau orang paling bijak yang pernah kutemui, kau akan menjadi suami terbaik untuk Tiara, kau hanya harus mengakui apa yang sebenarnya telah lama tertanam di hatimu. Tiara bukan sekedar tanggung jawab, tapi dia juga adalah takdirmu," Paramitha tersenyum dan menepuk bahu Wisnu. Ibu mertuanya memang indigo, seluruh keluarga mengetahuinya jadi Wisnu tidak terlalu memikirkan kata-kata Paramitha Sanjaya.

Cinta?

Wisnu memandang kedua tangannya.

Kenapa dia tidak pernah jatuh cinta? Wisnu menatap wajahnya di cermin. Wajah yang mencirikan para ksatria mataram. Terkadang dia membenci ketampanan yang mengutuknya itu.

Berapa gadis yang telah dibuatnya patah hati? Berapa banyak gadis yang telah dibuatnya tergila-gila? Apakah dulu ayahnya juga mengalami hal yang sama? Ada apa dengan darah keturunan keluarga Dewangga? Wisnu mendesah, usianya sudah 25 tahun, seperempat abad, tapi dia tidak mengenal cinta sama sekali, apakah Tuhan lupa memberi sebongkah hati untuknya? Sehingga dia tidak memiliki perasaan apapun saat seorang wanita menangis, mengiba dan mengatakan cinta padanya?

Masih jelas tergambar dalam ingatannya, bagaimana peristiwa yang tak terduga menyatukan dirinya dan Tiara dalam ikatan pernikahan.

---

Gending Asmaradana mengalun lembut di pendopo Dalem Utama keluarga Dewangga. Setelah nyaris seperempat abad, akhirnya ada putri bangsawan agung yang akan melangsungkan pernikahan, tidak main-main, sang putri nan jelita berjodoh dengan seorang pengusaha sekaligus aktor penyanyi tampan yang sedang berada di puncak karier. Tak hanya ucapan selamat, ujaran kebencian dari haters menghujani sosial media sang tuan putri. Penggemar si penyanyi tampan, sangat tidak rela idolanya akan resmi dimiliki gadis lain.

Lelaki itu menghela napas melihat ribuan pesan mengutuk pernikahan adiknya. Netizen tak tahu diri ini benar-benar tidak bisa mengerem apapun! Setiap hal kotor dan sumpah serapah yang tertuju pada sang adik membuat lelaki itu menggeram kesal. Adiknya yang begitu cantik dan lembut seperti teratai, apakah pantas diperlakukan demikian? Toh lelaki itu yang melamar adiknya setelah mengalami berbagai penolakan! Lelaki itu yang menyodorkan dirinya berulang kali hingga adiknya luluh menerima cincin pertunangan! Jadi apa salah adiknya yang lembut bagai malaikat itu?

Di luar kamar suasana terdengar semakin riuh. Para emban hilir mudik membawa begitu banyak alat upacara hingga wangi bunga mawar semerbak memenuhi udara. Ah ya, ini malam midodareni, bukan?

Lelaki itu menguatkan hati untuk beranjak dari kamarnya. Melangkahkan kaki dan hendak menengok adik kesayangannya yang esok hari akan dimiliki pria lain secara sah.

Ah, adik...

Pantaskan jika hubungan yang selama ini bersemayam dalam di lubuk hatinya, tersimpan rapat dan terkunci dalam peti rahasianya yang terdalam, keinginan terkuat dalam hidupnya terhadap gadis itu...terselubung hubungan kakak adik yang konyol ini? Jika dia adalah lelaki biasa, tentu dia menyadari kenapa adiknya berkali-kali menolak pernyataan cinta lelaki sempurna itu. Jika dia mau menyadari, setiap kali 'adik' nya menatap matanya, isi cahaya mata itu lebih dari sekedar cinta, tetapi juga pemujaan, dan kepedihan. Tetapi apa yang harus dia lakukan? Bukankah mereka adalah kakak dan adik? Sejak kecil mereka dibesarkan bersama dan eyang kakung selalu menekankan jika hubungan mereka tak lebih dari seorang kakak dan adik. Dia harus menepatinya walau itu terasa menyakitkan. Karena sebenarnya, sudah bertahun-tahun silam dia merasakan hal yang menyakitkan itu, dia mencintai adiknya sendiri!

Lelaki itu melangkahkan kaki menuju ke kebun belakang, sebuah rumah-rumahan mungil dari daun kelapa telah dihias begitu cantiknya untuk prosesi siraman adiknya. Para emban mengangguk hormat saat lelaki itu lewat dan berdiri di balik pohon kenanga yang rimbun. Terlihat ibunya yang memakai pakaian tradisional tengah bercanda dengan bibi dan neneknya. Para perempuan penghuni Dalem Utama berkumpul dan melihat ke satu arah, tersenyum sumringah melihat calon pengantin putri dituntun para emban memasuki area siraman perlahan. Lelaki itu tersenyum, entah sudah berapa lama dia tidak melihat rambut hitam panjang itu terurai? Saat kelas dua SMA adiknya selalu memakai hijab rapat seperti ibu, tidak seperti bibi yang sampai hari ini tidak mengenakan hijab. Bahkan adiknya lebih lengket dengan ibu Medinna daripada ibu Paramitha yang merupakan ibunya sendiri.

"Aduh mbakyu, rasanya waktu begitu cepat berlalu. Tiba-tiba aku sudah akan menikahkan anakku dan sebentar lagi menjadi nenek..." lelaki itu mendengar bibi Paramitha berujar. Medinna yang berada di sebelahnya tersenyum dan mengangguk.

"Seperti baru kemarin aku mendengar langkah kecilnya menapaki lorong Dalem Utama, sekarang dia melangkah untuk memasuki kehidupan barunya. Lihatlah, dia sudah begitu dewasa, sebentar lagi akan menjadi seorang istri lalu seorang ibu..."

Lelaki itu melihat sang adik dipandu para emban memasuki rumah-rumahan dan dimulai dari eyang putri, ibu dan ibu Mitha, memberikan siraman air bunga dari tujuh mata air ke tubuh gadis itu. Air mengaliri tubuhnya yang langsat dan indah, kemben yang dikenakannya menjadi basah dan mata lelaki itu nyaris tak bisa melepaskan pandangan dari tubuh adiknya.

Adik, adik ...adik!

Lelaki itu mengepalkan tangan. Jika perempuan itu benar-benar adiknya, dan putri dari adik lelaki ayahnya, maka Paman Anton akan berada di taman ini sekarang, turut memandikan putrinya, bukan? Tentu Eyang Kakung juga akan berada di sini melihat prosesi siraman cucu perempuannya bukan? Lelaki itu menggigit bibir dengan pahit. Sampai mereka SMA, dia masih mengangap Mutiara Mahendradatta sebagai adiknya walau sejak SMP dia sebenarnya telah menyadari adanya rasa kasih sayang yang berlebih pada adiknya. Rasa penasaran dan frustasi membuatnya nekat membongkar setiap berkas di ruang rahasia keluarga Dewangga! Mutiara sampai sekarangpun, tidak mengetahui jika dia bukan anak kandung bibi Paramitha dan paman Anton! Dari catatan rahasia yang dibacanya, lelaki itu mengetahui jika paman Anton kehilangan istri pertamanya karena kecelakaan, setelah itu tiga bulan kemudian dia menikahi wanita dari keluarga Sanjaya. Melihat berkas kematian ibu kandung Mutiara, terkuak lagi rahasia yang membuat lelaki itu tidak habis pikir. Najwa Maulida bergolongan darah A begitu pula paman Anton, sementara sewaktu Mutiara cedera, golongan darahnya sama seperti dirinya, AB. Apakah Mutiara adalah anak kandung Bramantya Dewangga? Perintah keras kakeknya membuat lelaki itu bahkan berfikir, bisa jadi Mutiara adalah anak dari ayah kandungnya sehingga sang kakek selalu memberi ultimatum kepadanya untuk menjaga Mutiara layaknya seorang adik?

Lelaki itu, Wisnuwardhana Dewangga, mengepalkan tangannya. Penyelidikan lebih lanjut semakin membuatnya shock. Latar belakang Mutiara ternyata jauh lebih rumit. Kegusarannya yang konyol kepada Bram yang dicurigainya bermain api dengan Najwa, terjawab oleh berkas rahasia berisi data forensik tentang Najwa Maulida. Dalam berkas yang terkunci rapat di brankas keluarga Dewangga itu, Wisnu mengetahui rahasia kelam Mutiara. Juga alasan kenapa kakeknya melarang Wisnu untuk memiliki rasa berlebih pada adiknya.

"Wisnu?"

Lelaki itu menoleh melihat siapa yang menyapa.

"Ya, ibu?"

"Kenapa kau berada di sini?" Medinna menatap putranya.

"Kenapa tidak boleh, ibu? Bukankah Mutiara adalah adik Wisnu? Apa yang salah?"

Wisnu dengan terang terangan menatap tubuh adiknya yang kuyup dan nyaris setiap lekuk tubuh Mutiara terlihat di balik kemben jarit yang basah.

Untuk pertama kalinya pula, Wisnu merasakan Mutiara menatap matanya begitu tajam, gadis itu bahkan tidak berusaha menutupi tubuhnya. Mutiara seolah ingin menunjukkan, upacara yang hari ini terjadi dan ijab qabul yang akan terlaksana esok hari adalah kesalahan Wisnu! Mata gadis itu berkaca-kaca, ada amarah dan tangis di sana, tapi hanya Wisnu yang mampu melihatnya.

"Sudah mbakyu, Wisnu benar, dia berhak berada di sini..." terdengar suara lembut bibi Paramitha yang menggamit lengan Medinna.

"Besok adalah pernikahan Mutiara, mungkin ada yang akan disampaikan seorang kakak pada adiknya? Kita sebaiknya tidak mengganggu mereka..."

Dahi Medinna mengernyit. "Tapi...tapi Mitha..."

Paramitha separuh menyeret Medinna keluar dari taman dan tersenyum pada putrinya.

"Ibu tunggu di kamar ya Tiara, monggo Budhe Rania, mbakyu...kita harus menghubungi Nyonya Nayla Mahavindra, kenapa putranya belum sampai juga padahal ijab qabul akan dilangsungkan besok jam delapan..."

"Nayla sudah menelfonku, dia sudah sampai di Yogyakarta..." kata Medinna.

"Tapi tidak bersama putranya, bukan? Ardan sedang berada di Paris sekarang! Anak muda jaman sekarang...benar-benar tidak menghargai tradisi, dulu, jangankan seminggu sebelum akad, empat puluh hari, anak-anak harus dipingit, jika terjadi sesuatu, bagaimana?"

"Duh, Mitha, jangan bicara yang anah-aneh..." Medinna memperingatkan. "Dari dulu, kata-katamu selalu membuatku merinding!"

Paramitha tersenyum misterius.

Melihat ketiganya telah beranjak pergi, Wisnu memandang Mutiara sejenak sebelum mengucapkan selamat menempuh hidup baru dengan lirih, setelah itu Wisnu berbalik dan meninggalkan taman tanpa menoleh ke belakang, meninggalkan Mutiara terduduk dan memeluk tubuhnya yang basah, menggigil dalam amarah dan tangis.

"Hanya itu yang kau katakan, mas?"

Gadis itu terisak hingga tubuhnya berguncang.

"Apakah semuanya akan tetap diam?"

---

Jam kuno di pendopo berdentang sembilan kali, itu artinya waktu untuk ijab qabul sudah lewat sejak sejam yang lalu, penghulu sudah terlihat gelisah, begitu pula para tamu yang hadir.

Dimana pengantin pria?

Bramantya melirik lelaki di sampingnya.

"Aku paham sekali, keluargamu begitu eksentrik, tetapi ini bukanlah main-main, Aryan, tidak bisakah putramu melakukan hal yang tidak sembrono, sekali saja?"

Aryan mendesah pelan.

"Aku juga tidak tahu, Bram. Kemarin malam Ardan sempat menelfon Nayla dari Paris, mengabarkan dia seharusnya sampai tadi malam atau dini hari tadi. Melihat sikap anakku, seharusnya dia tepat waktu berada di sini sekarang, apalagi setelah bertahun-tahun dia mengejar gadis yang dicintainya, masa dia berulah di detik terakhir?"

"Kau sudah menghubunginya?"

"Tentu, tetapi ponselnya mati, mungkin karena dia dalam perjalanan."

Aryan meraih ponsel di saku dan mendadak terlihat beberapa pesan masuk. Mata lelaki itu terbelalak memandangi gambar-gambar yang masuk lewat ponselnya.

"Innalilahi wa innailaihirojiun..." tubuh Aryan limbung dan Bram memegangi lengan sahabatnya.

"A...ada apa? Apa yang..." dengan cepat Bram mengambil ponsel Aryan yang terjatuh dan memeriksa isi pesan tersebut. Tampak sebuah sedan merah sedang ditarik dari dasar sungai menggunakan crane. Sebuah tas, ponsel yang remuk dan beberapa peralatan yang ditemukan, terpotret pada suatu frame. Terdapat identitas Ardanial Mahavindra, lelaki yang hari ini seharusnya melangsungkan pernikahan dengan Mutiara Mahendradatta.

"Ada apa Tuan Bram, Tuan Anton?" Ki Dipodiningrat yang bertugas sebagai penghulu mendekati Bramantya yang tampak tertegun.

"Ki Dipo...se...sepertinya pernikahan ini tidak bisa dilangsungkan sekarang..." kata Bram lirih. Aryan masih terlihat shock di sampingnya. Jika bukan dari KBRI yang mengkonfirmasi, mungkin Aryan masih bisa berfikir jernih, tetapi kabar yang mereka terima telah valid.

"Dia belum tentu meninggal, Aryan, kau harus tenang...tubuh Ardan belum diketemukan...." Bram berjongkok dan menenangkan Aryan, lalu pandangannya beralih pada ki Dipodiningrat. "Tetapi pernikahan harus dibatalkan, atau diundur, karena kami belum menerima kepastian tentang pengantin pria..."

Ki Dipo mengangguk, tetapi saat penghulu itu hendak beranjak, seorang lelaki muda menggunakan beskap maju dan berdiri di hadapan Bram.

"Tidak, ayah. Pernikahan ini akan tetap berlangsung, hanya saja...pengantin prianya yang diganti..."

Wisnuwardhana Dewangga melayangkan pandangan ke arah Mutiara yang duduk seorang diri di depan meja akad.

"Wisnu yang akan menggantikan Ardan!"

Melihat tekad di mata Wisnu, Bram tahu, kali ini tidak akan ada seorangpun yang bisa mencegah putranya bertindak. Tidak juga Anggara Dewangga yang terduduk pasrah di samping Kirania.

Penyatuan keluarga Dewangga dan Kusudiharjo, akhirnya tak terelakkan. Wisnu maju dan menggenggam tangan penghulu, bersumpah di hadapan Yang Maha Kuasa, menerima Tiara sebagai separuh jiwanya, yang akan dijaganya seumur hidupnya.

---

"Dia sudah tenang?" Bram memandang kamar Tiara. Medinna mengangguk.

"Aku sudah membujuknya untuk kembali bersabar dan tidak tergesa pulang ke rumahnya" gumam Medinna. "Wisnu memang keterlaluan, tidak bisakah dia bersikap lebih manis kepada wanita yang telah menjadi istrinya? Keluarga telah merestui, bahkan Ayah Angga pun pada akhirnya memberikan persetujuan akan penyatuan keluarga Dewangga dengan Kusudiharjo ini. Apa sebenarnya yang dipikirkan Wisnu?"

Bram tersenyum. "Bahkan sebagai ibunya pun kau tidak tahu apa yang anakmu pikirkan hmm?" dibelainya rambut Medinna dengan sayang.

"Tentu saja, dia cetak biru ayahnya! Dia sama persis sepertimu mas!" Medinna menggerutu.

"Kaupun dulu...jika aku tidak 'memperkosamu' maka kau tidak akan pernah menyempurnakan pernikahan kita dan Wisnu tidak lahir ke dunia!"

Bram terkekeh. "Benar juga! Kau memang wanita paling berani yang kukenal..." ejek Bram. "Jika kau tidak memberikan obat perangsang dalam dosis tinggi ke juice yang kuminum, maka Wisnu tidak akan tercipta....wah, Medinna....kata-kata itu membuatku bergairah, supaya hubungan kita tidak monoton, kau boleh melakukannya sekali lagi padaku..."

Medinna dengan gemas mencubit pinggang Bramantya.

"Ihhh, apaan sih, ngomong gitu!" wajah wanita itu masih memerah memikirkan 'dosa' yang dilakukannya berpuluh tahun silam.

Wisnu tertegun di depan kamar kedua orangtuanya. Gelak tawa Medinna berpadu dengan suara Bram yang dalam. Tampaknya kedua orangtuanya tidak memiliki masalah dalam percintaan. Mungkin Bram jatuh hati pada Medinna pada pandangan pertama seperti di film romantis. Ayahnya juga tidak pernah sungkan memuji atau membuat ibunya tersenyum.

Lelaki itu medesah, mungkin dia satu-satunya lelaki dengan jiwa yang aneh di keluarga ini. Wisnu berbalik dan tidak jadi bertanya kepada Bram, lelaki itu sejenak memandang pintu kamar Tiara, gadis itu pasti masih ngambek dan malam ini mereka tidur terpisah lagi.

Mungkin lebih baik begini.

Biarlah untuk sementara Tiara mengira Wisnu adalah lelaki baik yang selama ini dikenalnya.

Karena pada saatnya nanti, Tiara pasti akan mengetahui sisi gelap Wisnu yang sebenarnya.

Dia bersikap dingin pada Tiara, karena sangat-sangat-sangat menahan diri untuk tidak melukai Tiara.

Bagaimana Wisnu kelak akan menjelaskan kepada Tiara jika gadis itu telah merajai pikirannya bahkan ketika mereka baru beranjak remaja?

Siapa yang Wisnu impikan saat mimpi basahnya yang pertama?

Mutiara Mahendradatta.

Mengikat kedua tangan gadis itu di ranjangnya dan memperkosa Tiara habis-habisan. Mimpi yang menghantuinya selama bertahun-tahun.

Saat Mutiara tersenyum padanya dan memanggilnya kakak dengan polos, pikiran Wisnu hanyalah bagaimana caranya membawa gadis itu ke kamar dan bercinta habis-habisan dengannya. Mutiara adalah batas kontrol dirinya. Gadis itu pasti akan sangat ketakutan setelah malam pertama mereka nanti. Saat mengetahui sisi gelap Wisnu yang sebenarnya. Karena itulah Wisnu selalu menghindari bertatapan langsung dengan Tiara. Saat malam prom perpisahan SMA, Tiara menggandeng tangan Wisnu dan memberikan hadiah perpisahan, Wisnu akan melanjutkan studi ke Amerika dan Tiara berkeinginan setelah lulus setahun kemudian tetap berkuliah di Yogyakarta.

"Aku membelikan jam tangan ini khusus untuk kakak dengan uang tabunganku...," kata Tiara sambil tersenyum cemerlang. Dalam keremangan lorong sekolah, yang dipikirkan Wisnu hanyalah merangkum kedua tangan Tiara dan mencium habis-habisan gadis itu hingga tak bisa bernafas di lorong sekolah.

"Hmm, terimakasih...," Wisnu mengambil kotak hadiah dari Tiara dan segera pergi.

"Ayo kita pulang, Ra. Papa dan mama pasti menunggu di rumah...,"

"Kakak tidak ingin berdansa?,"

Ya, kakak ingin berdansa denganmu dan mengunci tubuhmu dengan tubuhku. Ah, Mutiara, semakin kau dewasa, kau terlihat semakin seksi, semakin aku menghindarimu, kenapa kau semakin baik padaku? Kau seharusnya mendapatkan lelaki yang baik dan pantas.

Wisnu meninggalkan Tiara yang berjalan di belakangnya.

Tiara hanya mengikuti Wisnu yang berjalan menjauh sambil terus berfikir. Apakah mereka akan tetap seperti itu selamanya.

Hanya Tiara yang menatap Wisnu sementara lelaki itu tidak pernah menoleh ke arahnya.

---

Isabelle merasakan kehangatan melingkupi tubuhnya. Telinganya yang sensitif mampu mendengarkan debaran jantung yang dirasanya begitu pas dengan alunan nafasnya sendiri. Apakah itu bunyi degup jantungnya? Terasa nyaman dan tenang. Tangan Isabelle merasakan kehangatan yang liat di sepanjang lengan dan punggung tangannya. Eh? Apakah ada seseorang?

Mata Isabelle mengerjap perlahan, sepasang mata hitam menatapnya dengan pandangan redup khas yang membuatnya melting. Isabelle terkejut dan matanya melotot lebar. Lelaki itu tersenyum padanya dan mengecup keningnya.

"La matinee, Isabelle...," kata Ardan menggumankan selamat pagi seraya kembali memandangi wajah istrinya, kenapa Isabelle terlihat terkejut daripada senang. Seolah dia kaget karena berada di pelukan lelaki asing.

"Se...selamat pagi..." Isabelle memberontak dari kungkungan lengan Ardan yang kokoh dan bangkit dari tidurnya, kentara sekali Isabelle merasa terkejut dilihat dari kedua tangan wanita itu yang berada di depan dadanya seolah meredam debaran jantungnya yang berdetak menggila.

Alis Ardan mengernyit dan Isabelle menyadari jika barusan dia melakukan kesalahan. Seharusnya dia tidak bertingkah seperti perawan suci yang dipeluk lelaki asing. Oke dia memang masih perawan, tapi lelaki itu juga suami sahnya. Dia harus memerankan diri sebagai Mrs. Khan dengan sempurna.

"Maaf, aku...hanya belum terbiasa.." gumam Isabelle pelan.

Ardan memiringkan tubuhnya dan bertopang dagu memandangi Isabelle. "Wajahmu yang kemerahan, sangat menggairahkan, Mrs. Khan. Seandainya perban-perban ini tidak menghalangiku, aku ingin sekali segera menyempurnakan pernikahan kita..."

Wajah Isabelle bertambah merah mendengar kata-kata Ardan.

Wanita itu terlihat salah tingkah. Ardan tersenyum.

"Aku...aku harus bekerja pagi ini, akan kusiapkan sarapan untukmu sebelum aku pergi...," Isabelle bagai terbang, berlari keluar kamar dan Ardan tergelak melihatnya lalu menggelengkan kepala melihat kelakuan istrinya. "Ya ampun sayang, aku hanya mengajak bercinta, tidak mengancam untuk memakanmu..."

Setelah menyiapkan sarapan, dan menyuapi Ardan, Isabelle membantu Ardan membersihkan diri dan berpakaian.

"Rumah sakit tempatku bekerja mengizinkanku bekerja paruh waktu hingga kau bisa mengurus dirimu sendiri, aku akan pulang jam duabelas siang..." janji Isabelle.

"Aku akan segera merindukanmu," gumam Ardan sambil menggenggam tangan istrinya. "Ah iya, bagaimana dengan keluargaku? Apakah kau telah mengabari mereka segala kondisiku? Atau...aku tidak memiliki siapapun selain dirimu?"

Isabelle menghela nafas. "Ini cukup rumit, Ardan..."

"Jadi, jelaskan saja kondisinya..." pinta Ardan, Isabelle menghela nafas.

"Kau memiliki keluarga di Indonesia, negara asalmu, tapi mereka.." Isabelle menggigit bibirnya.

"Mereka...kenapa?"

"Mereka tidak menyetujui hubungan diantara kita, Ardan. Kau telah dijodohkan, bahkan mereka hampir menikahkanmu dengan gadis itu, karena itulah kita kawin lari di Paris, kau berencana setelah melegalkan perkawinan kita di Paris, kelak kau akan kembali kepada keluargamu, membawaku...tapi semua rencana kita telah gagal. Jadi kupikir, sebelum kau benar-benar pulih dan mampu menghadapi keluargamu, sebaiknya kita tidak membicarakan mereka terlebih dahulu, maafkan jika kata-kataku terdengar egois.."

Isabelle menggenggam tangan Ardan dan memasang wajah sepolos mungkin yang bisa diupayakannya. "Aku takut mereka akan merenggutmu dariku jika kau bahkan belum mampu menggerakkan kakimu dan kedua tanganmu untuk melindungiku, mereka akan memisahkan kita berdua.."

Mata Ardan mengerjap.

"Aku mengerti, baiklah, kita tidak akan membahas mereka dulu," Ardan membelai wajah Isabelle. Lelaki itu medekatkan wajahnya dan bermaksud memberikan ciuman yang menenangkan hati Isabelle yang gelisah, tapi reaksi istrinya diluar dugaan. Kedua telapak tangan Isabelle menahan dada Ardan dan memberi jarak diantara mereka.

"Kenapa, Isabelle?" tanya Ardan tidak mengerti.

"A...aku harus bekerja dan ...aku harus berkonsentrasi dengan pekerjaanku, sentuhanmu membuatku ling-lung..." gumam Isabelle lalu menjauh. "Sampai jumpa nanti, suamiku..."

"Em, yah...oke...sampai nanti..."

Isabelle menutup pintu kamar dan segera menuruni tangga. Berlari sejauh mungkin dari Ardan. Sesampainya di luar apartemen, Isabelle memejamkan mata, mengusir bayangan wajah Ardan yang rupawan.

"Kapan aku bisa membunuhnya? Aku tidak tahan lagi!!" teriaknya kesal. "Ini sangat menyebalkan!!"

---

Continue Reading

You'll Also Like

260K 9.5K 7
Untuk pemesanan pdf hubungi admin. 082165503008 Admin Nana Seruni Arkadewi merasa dunianya runtuh satu persatu, saat sebuah kecelakaan merenggut kese...
325K 20.5K 17
Harapan Gianina hancur ketika mengetahui Ferdian yang membuatnya jatuh hati, ternyata telah bertunangan. Demi membalas rasa sakit hatinya, Gianina re...
925K 27.8K 24
Ini adalah versi revisi!! Hidupku hancur setelah hari itu tiba, kehidupan yang awalnya selalu di landasi dengan keceriaan kini telah hilang ditelan o...
40.2K 7.6K 25
Kisah Siera yang terpaksa menikah dengan River untuk menutupi rasa malu. Tidak ada yang tahu kalau di balik sikap River yang periang, tersembunyi rah...