Comeback [SasuSaku Fanfiction...

By MandaNawa_

225K 22K 2K

Sepuluh tahun setelah kegagalannya dalam menjalin rumah tangga dengan Uchiha Sasuke, Sakura akhirnya dapat me... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
28
29
30 (End)
Epilog

27

5.3K 577 118
By MandaNawa_

Dari tempat yang indah samar-samar dia melihat seorang lelaki berjalan ke arahnya. Sedikit menyilaukan matanya karena tepat di belakang lelaki itu ada seberkas cahaya yang terlalu terang. 

"Itu Papa." Lalu sebuah suara kecil seolah membuat matanya lebih tajam hingga dia bisa melihat jelas wajah tampan Sasuke. Dan dia menatap gadis di sampingnya, yang sedang menggenggam tangannya, dia tersenyum lebar. Sesaat setelahnya anak itu berlari meninggalkannya ke arah Sasuke. 

"Sarada tunggu." Teriaknya, namun suaranya sama sekali tidak keluar. Sekeras dia mencoba berteriak yang ada hanya bisikan lirih keluar dari mulutnya. Akhirnya dia ikut berlari mengejarnya, berlari sekuat tenaga, tapi tidak pernah mencapai mereka. Rasanya mereka berdua begitu jauh, mereka tidak pergi di ujung sana mereka berdiri bergandengan menunggunya. Tapi dia tidak bisa berlari menghampirinya, rasanya semakin dia kencang berlari semakin jauh pula jarak mereka. 

"Tunggu mama akan berusaha." Ucap Sakura lirih, dia terus berjalan. 

"Cukup Sakura kau tidak bisa meninggalkan mereka." Sasuke menunjuk ke arah belakang Sakura, membuat Sakura menoleh dan di hadapannya ada Sasori dan seorang bayi dalam gendongannya. Sakura mundur beberapa langkah, melihat Sasori tersenyum padanya dan seolah akan menyerahkan bayi itu ke tangannya, dia menolak. 

"Ini anak kita Sakura." Ucap Sasori. 

Sakura memalingkan wajahnya dan kembali lagi melihat Sasuke dan Sarada yang sudah berjalan semakin menjauh. 

"TUNGGU!!!" Kini dia bisa berteriak sekeras-kerasnya. Dan membuatnya terbangun, sepertinya dia berteriak sungguhan sekarang. Sampai membangunkan Sasori yang tidur di sampingnya. 

"Hei! Kau baik-baik saja?" 

"Ya, hanya mimpi buruk." Sakura mengusap wajahnya kasar untuk membuat dirinya sadar sepenuhnya, lalu Sasori mengusap keringat di keningnya.

"Kau masih sering mimpi buruk?" Sakura mengangguk. "Tidurlah lagi, aku akan menjagamu."

" Tidak akan membuat mimpi itu pergi." Jawab Sakura, dia ingat selama bersama Sasuke dia tidak pernah sekalipun mimpi buruk, lelaki itu seolah mempunyai kekuatan untuk menghalau mimpi buruknya. Kenapa lelaki ini tidak bisa? 

"Ya aku tau, tapi setidaknya saat kau terbangun lagi, ada seseorang di sampingmu. Atau aku tidak akan tidur, aku akan mencegah kalau mimpi itu datang lagi."

Sakura merebahkan dirinya lagi, membiarkan tangannya digenggam oleh Sasori. Mimpi itu begitu menyakitkan untuk Sakura, hingga rasanya dia ingin berlari saat itu juga untuk mendatangi Sasuke dan Sarada memeluk mereka seerat mungkin agar mereka tidak bisa pergi seperti dalam mimpinya. 

Nyatanya bukan mereka yang akan pergi melainkan dirinya. Dia ingat tadi sebelum Sasuke pergi dia mengatakan kalau mereka telah selesai,  Sasori mungkin mengira pembicaraan mereka lah yang selesai. Tapi Sakura tau itu adalah kalimat untuk memutuskan segala hubungannya dengan Sasuke. Sasuke sudah menyelesaikannya, tapi sampai malam itu dia masih mengharap kalau kata itu tidak pernah terucapkan. 

*****

Hari ini dia tidak perlu lagi menyibukkan diri hanya untuk menghindari Sasuke, karena lelaki itu tidak akan pernah muncul di depannya lagi. Selamanya, dia bisa menjamin itu. Sasuke terlalu marah dia tidak akan mau bertemu dengan dirinya. 

Tapi dia salah Sasuke masih datang ke rumah sakit, dengan Asistennya. Dan penampilannya pun masih sama seperti biasanya, segar dan penuh karisma. 

"Anda tidak ikut nyonya?" Tanya Karin yang sudah ada di dalam lift. 

Sedangkan Sakura yang berdiri di depan pintu, dia masih berpikir haruskah dia masuk dan berada dalam satu ruang bersama Sasuke setelah kejadian semalam. 

"Dia tidak akan masuk." Ucap Sasuke, sambil menekan tombol untuk menutup pintu lift. Detik berikutnya Sakura melangkah masuk dan berdiri sejauh mungkin dari Sasuke. 

Keheningan seolah mencengkram lehernya, hingga membuatnya sulit bernapas. Dia berusaha melirik ke belakang, berharap bisa melihat sedikit tingkah Sasuke, tapi tidak bisa matanya tidak mungkin bisa berpindah ke belakang kepalanya. Dan jika itu benar terjadi, mungkin dia sendiri yang menjerit ketakutan. 

Cukup lama dia menunggu akhirnya sampailah di lantai ruang kerjanya. Dia baru bisa bernapas lega setelah keluar dari lift, berjalan cepat menuju ruangannya. Sepertinya hari ini pun dia harus menyibukkan diri untuk melupakan beban pikiran di kepalanya. 

Sore harinya saat dia istirahat di ruang kerjanya, suara ketukan pintu membuatnya segera terbangun dari lamunannya. 

"Ya masuk."

"Mama" Sarada dengan wajah ceria memasukan kepalanya di cela pintu yang dia buka. Sakura tidak kaget lagi itu memang kebiasaan anaknya, dan itu lucu menurutnya. 

"Sudah pulang?" 

Tadi Sarada mengirim pesan kalau mau menginap di apartemennya, dan Sakura tidak keberatan walau dia tau saat ini di apartemennya ada Sasori. Dia tidak bisa menyembunyikannya lagi, cepat atau lambat Sarada pasti akan tau. 

"Ya, tadi Sarada ketemu Papa dulu."

"Oh ya Papa bilang apa?"

"Papa melarang Sarada menginap, nanti malam mau Papa jemput. Karena katanya Mama sedang ada tamu. Siapa?"

"Ya memang, tapi Sarada bisa menginap kok. Ada Sasori."

" kenapa Uncle Sasori ada di sana?" 

Sakura menelan ludah, rasanya kering sekali tenggorokannya. 

"Mama tidak putus kan dengan Papa?" Mengatakan itu sebenarnya Sarada sedikit bingung bagaimana bagusnya menyebutkan hubungan orang tuanya yang rumit itu, baru minggu lalu rasanya dia mendengar kalau mereka akan menikah lagi, dia juga sempat senang saat tau Papa dan Mamanya datang ke pesta bersama. Dan sekarang situasi apa ini? Sasori? Sarada hampir melupakan lelaki itu. 

"Sarada, begini sayang. Sarada salah paham Mama dan Papa tidak pernah punya hubungan seperti yang Sarada kira."

"Papa tidak pernah membicarakan omong kosong, tidak mungkin Papa mengada-ada dan bercerita pada Uncle Itachi kalau Papa akan menikah dengan Mama lagi. Sarada juga tau kalau Mama sama Papa masih saling mencintai, Sarada pernah melihat Papa mencium Mama saat Mama tidur. Dan Sarada juga tau Mama dan Papa berciuman di dapur. Mama jangan membohongi Sarada, Sarada tau semuanya."

"Oke begini, memang saat itu kami sudah memikirkannya untuk kembali, tapi kami tidak bisa melakukannya."

"Kenapa berhenti? kenapa kalian berhenti memikirkannya lagi? Pikirkan lagi, jangan berhenti dan menyerah."

"Sarada tidak akan mengerti_"

"Mama yang tidak mengerti. Ma,, Papa sangat mencintai mama, Papa selalu mimpi buruk, Papa jarang bisa tidur semua karena papa merasa bersalah pada Mama.
Mama tau, di kamar Papa masih ada foto mama, Papa tidak pernah membuangnya karena papa masih mencintai mama."

"Mama tau."

"Apa mama tidak mencintai papa lagi? Mama mencintai Uncle Sasori sekarang?"

Sakura terpaksa mengangguk, dia menahan air mata yang mulai menggenang di kelopak matanya. 

"Sepertinya Sarada tidak jadi menginap. Papa benar, Sarada tidak boleh mengganggu." Sarada keluar dari ruang Sakura, dia berlari kencang melewati koridor-koridor yang sudah dia hafal. 

"Sarada tunggu." Sakura merasa seperti dejavu, itu adalah mimpi semalam, bedanya saat itu dia bisa berteriak, dia bisa berlari terus mengejar Sarada yang melesat begitu cepat. 

Hingga anak itu menabrak beberapa orang, yang berlalu-lalang di depannya. Sampai akhirnya dia dihentikan oleh tangan kuat Sasuke, kebetulan dia berada di lantai itu dan akan menuju lantai dasar bersama Nami. 

"Kenapa Sarada?" Sarada memeluk tubuh Sasuke, dia membenamkan wajah pada perut papanya. 

"Sarada.." Sakura terenggah-enggah. Sakura berhenti berlari saat melihat Sasuke yang menatapnya tajam. 

Sasuke langsung menggendong Sarada. Anak itu memeluk leher Sasuke erat, bahunya bergetar. 

"Ada apa?" Sasuke sebenarnya sudah bisa membaca situasinya, tapi dia belum yakin. 

"Sarada mau pulang." ucap Sarada dengan suara bergetar.

"Sarada,,,, " Sakura mendekat dan mencoba menyentuh punggung anaknya, dan membuatnya juga harus berdekatan dengan Sasuke. 

Tapi anak itu justru mempererat pelukannya. 

"Ada apa dengannya?" Tanya Sasuke dengan suara lirih dan berat. 

"Dia tau tentang aku dan Sasori."

"Oh shit! tidak bisakah kau bersabar dan biarkan aku memberi tahunya?" Sasuke mulai menampakan wajah kecewa. 

"Papa ayo pulang." Sarada berbicara lagi, kini suaranya dikombinasi dengan isakan.

"Sarada maafkan mama sayang, bisa kita bicara dulu?" Sakura mengusap bahu Sarada, tapi anak itu semakin menenggelamkan wajah di leher Sasuke. 

"Dia tidak mau Sakura, biar aku yang bica_"

"Aku tidak mau kehilangannya Sasuke, biarkan aku bicara dengannya." Sakura tidak bisa lagi menghentikan tangisnya. Dia tidak peduli lagi kalau orang melihatnya.

Nami yang melihat itu hanya diam menunggu sampai keluarga kecil itu selesai, karena dia ada acara dengan Sasuke. 

"Kau sudah melukainya. Aku akan bicara dengannya, lagi pula dia tidak mau kan?"

"Tapi."

"Sarada mau pulang papa, ayo pulang." Sarada benar-benar tidak mau mengangkat kepalanya. 

"Oke, mobil papa ada di depan, dan ada Uncle Suigetsu di sana, kau kesana dulu. " Sasuke menurunkan Sarada, dan anak itu langsung berlari pergi. Saat Sakura mau mengejar, Sasuke mencengkal tangannya. 

"Kalau kau tidak mau kehilangannya harusnya kau tidak menyakitinya. Sudah tidak sabarkah kau untuk menikah dengannya hingga menunda memberitahu Sarada saja tidak bisa."

"Sekarang atau kapanpun sama saja, aku tidak mau membohonginya lagi."

"Aku tidak mengerti denganmu. Aku akan mencoba bicara dengannya, tapi bagaimana keputusannya itu terserah padanya." Tidak tega sebenarnya melihat Sakura menangis seperti itu, tapi dia lebih tidak suka lagi kalau anaknya yang menangis. Dia merasa tidak bisa menerimanya saat Sakura menyakiti anaknya, lebih baik dirinya sendiri saja yang kecewa dan terluka. 

Sasuke meninggalakan Sakura, Nami mengikutinya. 

Sakura menghapus air matanya dan kembali ke ruangannya dengan kepala ditekuk. Sampai di dalam ruangan itu dia menangis sejadi-jadinya. Jika dipikirkan lagi dia telah melukai orang-orang yang dia cintai demi lelaki yang telah menyelamatkannya.

****

Malam itu Sasori telah menyiapkan segalanya untuk makan malam spesial nya dengan Sakura. Dia sudah reservasi di tempat makan mewah.

"Bagaimana?" Tanya Sasori setelah mereka masing-masing menyuapkan steak daging sapi terbaik. Bagi Sakura semua makanan enak itu terasa begitu pahit saat masuk mulutnya. Dia tidak bisa menghilangkan pikiran tentang Sarada yang marah padanya.

"Ya, enak."

"Emm Sakura, aku sudah menyiapkan ini jauh sebelum nenek masuk rumah sakit." Sasori mengeluarkan cincin perak dengan berlian mungil sebagai maniknya. Sederhana tapi indah, saat dipandang dalam sisi tertentu berlian itu berubah menjadi berwarna pink cerah, warna pink seperti bunga sakura.

"Sasori aku_" nafsu makan Sakura menghilang sepenuhnya.

"Sakura jika kau menyuruhku menunggu lagi maaf aku sudah menunggu selama 15 tahun, aku tidak bisa menunggu." Sasori mengambil tangan Sakura menggenggamnya lembut. "Tidak semua jalan berlubang  sama, kalau ada pun kita pasti bisa menghindarinya. Percayalah padaku Sakura aku akan membahagiakanmu, tidak akan aku biarkan kau terjatuh seperti yang dulu. Kau tau aku mencintaimu begitu besar, dan sekarang ini aku tidak punya siapapun lagi selain dirimu."

"Ini terlalu cepat."

"Aku rasa tidak, aku sudah sering mengatakannya padamu, dan kau pasti sudah memikirkannya." Sasori mempererat genggamannya menatap mata Sakura yang penuh dengan keraguan. "Menikahlah denganku Sakura."

Sakura terdiam lama, banyak yang dia pikirkan tapi sepertinya berpikir tidak akan mempengaruhi jawabannya. Karena dia sudah memilikinya. Dia hanya tidak menyangka dia harus memberikan jawaban itu sekarang juga. Setelah dia mengecewakan anaknya, yang dia tau sangat berharap banyak padanya.
Tapi Sarada mempunyai Sasuke, dan Sarada tidak akan pernah kehilangannya. Dia akan tetap menjadi ibu Sarada.
Seperti rencana awalnya, mereka akan menjadi ayah dan ibu Sarada meski tak bersama lagi.

"Oke." Sasori langsung sumringah, senyumannya lebar sekali, bahkan Sakura tidak pernah tau kalau Sasori punya senyuman selebar itu.

Sasori memakaikan cincin itu di jari manis Sakura, cincinnya semakin terlihat indah di jari manis Sakura. Lalu mereka saling melempar senyuman yang sama tapi tidak dengan perasaan yang sama.

"Oh Sakura." Suara wanita membuyarkan acara mesra-mesraan mereka.

"Nami?" Ucap Sakura dengan nada penuh ketakutan.

"Siapa dia?"

"Saya tunangannya Sakura, Sasori." Sasori memperkenalkan diri.

"Nami rekan kerjanya."

"Oh, dokter juga? "

"Ya spesialis anak. Aku baru selesai rapat, mau makan boleh gabung? Jika tidak mengganggu." Nami memiringkan kepalanya, dan tersenyum manis.

"Oh bisa. Kami juga baru selesai bicara." Sasori memang terlewat ramah, dia bahkan memanggil pelayan untuk menambahkan kursi di meja itu.

"Untuk dua orang." Tambah Nami.

Dalam hati dia berharap bukan lelaki yang dia kenal yang akan duduk di kursi itu. Tapi beberapa menit setelahnya harapannya pupus, hari yang sangat tidak menyenangkan bagi Sakura, bagaimana dia bisa menelan makanannya malam ini kalau kini di hadapannya sudah ada Sasuke yang terlihat juga terpaksa duduk di sana.

"Apa kabar Sasuke?" Ucap Sasori, dan Sasuke hanya menjawab dengan senyuman masam. "Wajahmu seperti telah kalah taruhan." Lanjut Sasori.

"Ya memang, karena aku mengalah pada lawan mainku. Aku harap kau mengerti bedanya." Jawab Sasuke santai.

Nami dan Sakura merasa tegang, Nami menatap mata yang saling beradu antara Sasori dan Sasuke. Tatapan mereka sama-sama tajam tapi masih tersungging senyuman di wajah mereka.

"Oh,,, bukankah itu kebodohan bung. Kau memberi kesempatan lawanmu."

"Memberi kesempatan untuk orang yang lebih bodoh itu bukan kebodohan. "

"Jika lawanmu adalah temanmu, aku rasa temanmu itu akan sangat terluka. Tapi kalau lawanmu adalah musuhmu kau sudah dimanfaatkan. Dan menurutku itu bodoh. "

"Ohhh begitu ya, aku tidak tau. Menurut mu apa kau bahagia menang  karena orang lain mengalah untukmu."

"Tergantung dia temanku atau bukan."

Sasuke tau jawabannya dia akan mendebat lagi tapi pesanan mereka keburu datang.

"Sebaiknya makan dulu baru bicara lagi nanti." Sakura mulai mengangkat pisau dan garpunya.

"Ya kali ini aku setuju dengan Sakura, lagi pula kalian ini membicarakan apa? Judi? Sebaiknya tidak membicarakan itu di meja makan." Sahut Nami.

Sasuke terkekeh tiba-tiba saat melihat cincin di jari manis Sakura. Sakura berusaha tidak menatap mata Sasuke, sebisa mungkin, tapi sisi lain dari dirinya mengendalikan matanya dan menatap Sasuke yang menatapnya marah. Sasuke meneguk wine di gelasnya hingga habis, lalu mulai mencabik-cabik dagingnya. Melahapnya dengan nikmat.

Sedangkan Sakura benar-benar tidak bisa menelan satu potongpun.

"Kau tidak pernah menceritakan kalau akan menikah." Ucap Sasuke setelah mereka selesai makan, untuk memecahkan keheningan yang cukup lama.

"Ya karena aku baru memutuskannya malam ini."

"Wah! Berarti kami mengganggu kalian dong, sumpah aku minta maaf." Sungguh perkataan Nami itu terdengar dibuat-buat dia sebenarnya penasaran akan sesuatu tentang hubungan Sakura dan Sasuke. Itulah dia sengaja ingin bergabung ketika tidak sengaja bertemu Sakura yang sedang bersama lelaki lain.

"Tidak apa-apa, aku tidak berniat membuat acara lamaran yang romantis kok." Jawab Sasori.

"Harusnya kau melakukan dengan sangat romantis, dia menyukai hal-hal romantis seperti itu. " Sasuke tersenyum miring. " Kau ingat kan aku pernah menjadi suaminya, menjadi yang paling dia cintai."

"Ya bagaimana aku bisa lupa." Jawab Sasori santai, jika memungkinkan Sakura ingin menaruh krim kue di hadapannya itu ke dalam lubang telinganya agar tidak mendengarkan pertarungan dingin ini. "Oh ya, kalian akan makan bersama? Kencan?"

Cukup Sasori tidak perlu diperjelas lagi. Ucap Sakura dalam hati dia benar-benar sudah tidak sanggup.

"Begitulah, tidak ada orang yang bisa hidup sendiri di dunia ini kan? Walau sebenarnya aku sangat mampu melakukannya, aku pikir hanya orang lemah yang tidak bisa melakukannya. Bagaimana menurutmu?"

Bara dalam tatapan Sasori semakin membesar. Sasori mengangkat bahu, memilih tidak menjawab.
"Tapi aku mencoba untuk memilikinya, bukan untukku tapi untuk anakku. Karena saat ini hanya Sarada yang aku pikirkan, aku tidak peduli dengan diriku, asal anakku bahagia akupun akan bahagia. Dan kebetulan sekali dia cantik dan seksi, juga pintar memuaskan ku di ranjang."

Nami tersenyum, dia terlalu pintar membaca situasi. Dia mengikuti permainan Sasuke, sekarang Sakura yang terbakar.

Kesuksesan untuk Sasuke, sekali tepuk dua lalat mati.

"Aku permisi kebelakang sebentar." Ucap Sasuke, dia sudah menang, untuk saat itu dia tidak ingin melihat kekalahan lawannya.

Beberapa menit kemudian Sakura menyusul dan langsung masuk begitu saja ke toilet laki-laki. Beberapa orang di sana langsung menatapnya marah, bingung dan malu. Ada yang berusaha menutupi kemaluannya, ada yang cuek dan melanjutkan acara kencingnya.

"Tenang aku dokter sudah biasa melihatnya, silahkan lanjutkan saya disini untuk mencari seseorang." Sakura menggedor-gedor setiap pintu di bilik-bilik. "Sasuke keluar." Lelaki itu keluar di bilik paling ujung dengan sebatang rokok di bibirnya. Dia terlihat santai membenarkan celananya.

Sakura segera menarik tangan Sasuke hingga mereka keluar dari toilet dan berdiri di lorong.

"Ada apa lagi sekarang huh?" Sasuke menghembuskan asap rokoknya.

"Bagaimana Sarada?"

"Dia bukan urusanmu lagi."

"Sasuke aku ibunya, selamanya akan menjadi ibunya."

"Bagaimana jika kau mempunyai anak dengannya? Apa kau masih punya waktu untuk Sarada?" Sakura bungkam. "Kau memang luar biasa Sakura, kau langsung bertunangan dengannya, sedangkan kau selalu menolak untuk menikah denganku. Dengan alasan masih trauma, sekarang kau sudah tidak trauma? "

"Sasuke, aku sudah menjelaskannya padamu bagaimana situasinya."

"Ya,aku mengerti. Sekarang sudah selesai kan?" Sasuke beranjak dia sudah malas berurusan dengan Sakura.

"Sasuke..." Sakura mencengkram lengan Sasuke.

"Apa lagi huh!! Kau yang memutuskannya, dan aku mencoba untuk menerimanya. Andai kau tau Sakura bagaimana hatiku sekarang ini melihat di tanganmu melingkar sebuah cincin tapi bukan dariku. Begitu mudah dia mengambilmu dariku, begitu mudah kau menerimanya sedangkan, kau perlu berpikir ratusan kali untuk kembali padaku. Lelaki yang kau bilang sangat kau cintai ini. Aku merasa tidak lagi memiliki cintamu. "

Sakura menangis, terjatuh, berlutut di depan Sasuke. Dia tidak bisa menahannya lagi saat melihat setetes air mata jatuh di pipi Sasuke. Hanya setetes tapi itu cukup untuk membuktikan kebenaran dari semua kalimat panjangnya.

*****

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

56.1K 4.1K 27
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
48.6K 3.5K 50
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...
824K 87.1K 58
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
65K 5.9K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...