Comeback [SasuSaku Fanfiction...

بواسطة MandaNawa_

225K 22K 2K

Sepuluh tahun setelah kegagalannya dalam menjalin rumah tangga dengan Uchiha Sasuke, Sakura akhirnya dapat me... المزيد

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30 (End)
Epilog

17

5.8K 647 61
بواسطة MandaNawa_

Ternyata dia salah, saat mengira Sasuke akan marah dan mendukungnya untuk membalas apa yang telah wanita itu lakukan pada Sarada. Secara tidak langsung wanita itulah penyebab hancurnya keluarganya, jika saja wanita itu tidak meninggalkan Sarada di rumah sendiri dengan begitu tega. 

Sakura menatap dirinya di cermin, wajahnya benar-benar kacau, lingkar hitam dibawah matanya begitu ketara. Wajah polos tanpa make up, terasa begitu menjijikan baginya. Berulang kali dia membasuh mukanya, untuk menghilangkan warna kusam di wajahnya yang kelelahan. Kopi dan Onigiri dari Sasuke tadi lumayan bisa membantunya untuk mengganjal kekosongan di lambungnya. 

"Ayo lakukan Sakura, kau bukan seorang pendendam akut." Ucapnya sambil menepuk kedua pipinya pelan. 

Ruang operasi terasa sangat tegang, Tenten sebagai asistennya saat itu. Sakura melihat wajah-wajah yang separuh tertutupi masker, mata-mata mereka seolah menunjukan seberapa lelahnya mereka, tapi tetap dipaksa untuk berdiri di ruang itu. 

"Aku tau kita sudah sangat lelah, tapi bukan berarti kita boleh teledor pada menangani pasien. Mari kita selamatkan dia seperti sanak saudara sendiri. Oke mulai." Sakura mulai membedah dada anak perempuan itu. 

Sejujurnya kantuk sudah menguasainya, tangannya sudah tidak bisa selincah dan secepat biasanya. Matanya pun tak jarang mengabur, hingga membuatnya harus berhenti sejenak untuk kembali memfokuskan pandangannya.

"OH " Seorang perawat membungkukkan badan setelah melihat ke ruang pantau di atas ruang operasi. Sakura mengikuti arah pandang perawat itu, begitu juga beberapa lainnya, mereka membungkukkan badannya sedikit untuk memberikan hormat pada lelaki di sana. 

"Untuk apa pemilik rumah sakit melihat kita?" Ucap Tenten. 

"Untuk memastikan aku tidak membunuh anak ini." Jawab Sakura, kembali fokus pada pekerjaannya. 

"Hah untuk apa?" Tenten kembali bertanya, "Siapa anak ini? Apa ada hubungannya dengan beliau?" 

"Tenten fokus saja pada operasinya." Ucap Sakura dengan nada dingin. Jika di luar dia akan bersikap baik sebagai teman tenten tapi di dalam ruang itu dia adalah bosnya dia harus bisa bersikap selayaknya bos.

"Baik." 

Setelah menghabiskan berjam-jam di sana akhirnya mereka selesai dengan sempurna, Sakura juga menjahit dada anak itu dengan sangat rapi. Lalu dia mendongak, matanya bertemu dengan mata Sasuke di sana. Senyuman tipis tersungging dari bibir lelaki itu, lalu dia keluar dari ruang pantau. Bersamaan dengan itu Sakura juga pamit untuk keluar dulu. 

Di depan ruang operasi dia melihat wanita itu lagi yang menatapnya takut-takut. 

"Nyonya maafkan saya." Wanita itu kembali berlutut di hadapan Sakura. "Dan terimakasih atas bantuannya."

"Anda tau, anak yang memapah anda untuk berdiri tadi, itu anak yang telah anda tinggalkan sendiri di dalam kamar, di atas box tidurnya. Dan anak itu yang menjerit kesakitan saat dia terjatuh dari box, anak yang meminta pertolongan tapi tidak ada siapapun yang menolongnya. Dia anakku, sekarang pikirkan betapa beruntungnya anak anda yang tidak perlu menjerit hanya untuk meminta pertolongan. " Ucap Sakura lirih tapi penuh penekanan. "Saya tidak peduli dengan berapa banyak perhiasan yang anda curi, saya hanya marah karena anda meninggalkan anak saya sendiri."

"Maaf, maaf, maaf.... saya sudah memastikan sebelumnya kalau nona Sarada sudah tidur. " Wanita itu menangis sejadi-jadinya. 

"Bukan berarti kau bisa meninggalkan nya. Anakku hampir mati karena mu! Dan sekarang kau masih punya muka untuk memohon padaku untuk menyelamatkan anakmu.!!" Wanita itu hanya terus menangis, malu, merasa sangat berdosa tapi dia sadar bahwa kata maaf saja tidak akan cukup untuk menyembuhkan kekesalan Sakura.

"Meminta maaflah pada gadis yang menolong anda tadi. " ucap Sakura, lalu meninggalkan wanita itu, yang masih menangis berlutut di lantai. 

"Dia pasti sudah sangat tersiksa." Ucap Sasuke yang menyambut Sakura di balik lorong. 

"Aku harap begitu."

"Pasti begitu, dia akan selalu merasa bersalah saat melihat anaknya sudah kembali sehat." Sakura tersenyum entah mengapa rasa lelahnya sedikit berkurang, rasanya dia bisa berbagi rasa lelah itu dengan Sasuke. "Tidak aku sangka akan selama itu, Sarada tidur di ruangan ku. Kau sudah bisa pulang?"

"Ya aku rasa bisa, tapi aku akan melihat kondisi Boruto dulu, harusnya dia sudah sadar."

"Dia sudah Sadar, kau pikir Sarada akan bisa tidur kalau Boruto belum sadar?" 

"Benar, tapi aku tetap harus melihatnya."

"Aku tunggu di tempat parkir." Sakura mengangguk, tidak buruk kan mempunyai seorang teman. Batin Sakura sambil berlalu kearah yang berbeda dengan Sasuke. 

****

Setelah memeriksa keadaan Boruto yang sudah bisa dibilang membaik, sesuai janji dia menghampiri Sasuke yang sudah lama menunggu, tapi tidak sedikitpun lelaki itu menampakan wajah kesalnya. 

"Bagaimana sepertinya rencana kita batal." Sasuke menunjukan ke bangku belakang, Sarada tidur di sana dengan selimut bulu yang sepertinya masih baru. 

"Ke apartemenku saja bagaimana? aku akan memasakkan pasta untuk kalian." Sakura memijat tengkuknya yang terasa kaku. "Lagi pula sepertinya tidak memungkinkan untuk aku berpergian. Dan aku belum mandi sejak kemarin."

Sasuke mengangkat bahunya, "Aku tau."

"Ya udah ke apartemenku saja, dekat dari sini." 

Aku juga tau. Batin Sasuke, dia bahkan tau lantai berapa dan di nomor berapa Sakura tinggal. 

"Oke, biar aku yang masak, kau mandi saja." 

Sasuke melesatkan mobilnya, di perjalanan dia menghubungi Karin untuk menggunakan reservasinya bersama Hugo dan Suigetsu. Dia juga bilang kapan lagi mereka makan gratis di tempat mewah. 

Matahari sudah tenggelam saat mereka keluar dari rumah sakit, Sakura bahkan hampir tidak memperhatikan jarum jam yang berputar sangat cepat. Kita selalu merasa bahwa jam berjalan lebih cepat saat sedang sibuk, atau sedang bahagia. Tangannya kaku, pergelangan kakinya sudah terasa mau patah, dan paling parah punggungnya yang sudah menjerit minta direbahkan.

Sesampai di apartemen dia membiarkan Sasuke masuk ke kamarnya untuk menidurkan Sarada, setelah menjelaskan secara singkat di mana letak-letak alat-alat dan bahan-bahan masakan dia memutuskan untuk berendam air hangat sebentar. Sasuke bukan orang yang tidak bisa diandalkan dalam hal masak-memasak, masakan Sasuke dulu selalu menjadi favoritnya. 

Ultimatum pertemanan itu entah mengapa seolah membuat mereka menjadi keluarga lagi. Sakura bisa merasakan kalau Sasuke mencurahkan sedikit perasaan sayang padanya, mungkin juga dirinya. Bagaimanapun mereka pernah saling menyayangi, mereka tau bagaimana rasanya dicintai dan mencintai. Saat itu, saat Sakura memejamkan mata, dia merasa bahwa Sasuke masih mencintainya, terlihat dari perilakunya hari ini. 

Beberapa detik kemudian dia segera menepiskan semua itu.

Tidak mungkin dia masih mencintaiku, dia sudah hampir menikah dua kali. Jangan berpikir macam-macam, semua itu wajar dilakukan seorang teman. Batin Sakura, dia bangkit dan memilih untuk membilas badannya. Walau air hangat itu begitu nyaman membalut tubuhnya, masalahnya adalah perutnya yang sudah berkoar-koar. 

Aroma masakan mulai tercium saat dia keluar dari kamar mandi, hanya menggunakan handuk kimononya, dia menghampiri anaknya yang duduk menghadap meja dapur, sedangkan Sasuke masih sibuk dengan penggorengannya. 

"Sudah sampai mana?" Sakura mendekat melihat pekerjaan Sasuke. 

"Serahkan saja padaku, kau bisa menunggu di_" Sasuke tertegun saat melihat Sakura yang hanya mengenakan kimononya, memang tertutup tapi Sasuke bisa membayangkan bahwa di baliknya tidak ada kain yang melekat lagi. "Oh sebaiknya kau pakai baju dulu."

"Kenapa?"

"Kenapa?" Sasuke mendekatkan wajahnya di telinga Sakura hingga dia bisa mencium aroma sabun menyeruak dari sana "Kau mau menggodaku?" Bisik Sasuke, pelan sekali agar tidak didengar oleh anaknya. 

Sakura hanya tertawa dan beranjak dari dapur, oh ya sebelumnya dia mampir dulu untuk mengecup pipi anaknya. Tekankan lagi anaknya, bukan mantan suaminya.

"Mama keren sekali kan Pa," Ucap Sarada saat Sakura sudah masuk ke kamar. "Dia melakukan pijat jantung dengan tangannya. Wah ,,, Sarada ingin sepertinya."

"Kau pasti bisa." Sasuke ternyenyum lebar sekali, sambil terus mengaduk saus pastanya. Dia juga terpesona saat wanita itu sibuk memerintah dan berkutat dengan organ kecil itu, apalagi sebenarnya Sakura terpaksa melakukannya. Tapi wanita itu menyelesaikannya dengan sempurna, tanpa ada halangan apapun. Dia harus mengakui kalau _dia telah jatuh cinta untuk yang kedua kalinya pada Sakura. 

"Pa,,, apa Papa tidak merasa kalau Mama tadi sengaja menggoda Papa?" Ucap Sarada berbisik. 

Sasuke mengetuk kepala Sarada dengan sendok. "Kau masih kecil, tau apa tentang ini?" 

Sarada hanya cemberut sambil mengusap kepalanya. "Papa yang gak peka."

Peka sekalipun Papa tidak akan mau tergoda ucap Sasuke dalam hati. Dia tidak akan bisa menyentuh Sakura walau dia mau.

"Siapa yang tidak peka?" Sakura mulai bergabung dengan mereka. Kini piyama motif bunga membalut lembut di badannya. 

"Papa." 

"Sarada!" 

Sarada hanya mencibir Papanya. "Pa, besok sarada ijin tidak sekolah dulu ya, Sarada mau menemani Boruto, Mitsuki juga berniat membolos besok. Ya Pa?" Ucap Sarada memohon, lucunya dia memohon untuk diperbolehkan membolos. 

"Tentu saja tidak!" Jawab Sasuke tegas, Sasuke membawa dua piring pasta ke meja, yang satunya Sakura yang bawa. Sakura menuangkan air ke tiga gelas bening. "Kau bisa menjenguknya sepulang sekolah kan? Kaki dan tanganmu juga tidak terlalu parah. Kau bahkan bisa berlari keliling lapangan." 

"Benar, kau bisa datang setelah pulang sekolah." Ucap Sakura mendukung Sasuke.

"Oke, tapi Sarada mau menginap disini." Ucap Sarada, "Besok dan besoknya lagi, sampai Boruto sembuh." Lanjutnya.

"Boleh." ucap Sakura sebelum Sasuke menjawab. 

"Oke, aku akan meminta Karin mengambil barang-barangmu. Tapi janji kau tidak berkeliaran keluar sendiri saat mama bekerja."

"Janji" Sarada mengacungkan kelingkingnya dan menggerakannya seperti ulat. Sepertinya itu tanda janji yang papa dan anak itu buat, karena Sasuke juga melakukan hal yang sama. Sakura hampir menitikan air mata melihat itu, salahkah jika sedikit saja dia berharap dulu mereka tidak bercerai dan menjalani kehidupan yang sebaik ini. 

Sasuke yang banyak memberikan waktu untuknya, memasak untuknya dan menunggunya pulang. Lalu makan bersama sambil bercanda, menonton film bersama, bercanda bersama. Betapa indahnya bayangan itu dalam benak Sakura. 

_____

Sakura menemani Sarada tidur di kamarnya, dan meninggalkannya saat dia sudah pulas. Tidak lupa menyelimutinya, dan mengecupkan ciuman sayangnya, ciuman bangganya pada anak itu. 

"Aku kira kau sudah pulang," Ucapnya saat keluar kamar dan melihat Sasuke duduk di meja kerjanya, menyandar ke tembok dan menatap keluar jendela. Tempat Sakura bercinta dengan Sasori semingguan lalu. 

Sasuke beranjak dari sana, dan duduk di sofa depan televisi. "Kemarilah," Sasuke menepuk bagian sofa tepat di sebelahnya. 

Saat Sakura menurut dan duduk di sebelahnya, dia mengambil kedua kaki Sakura dan dia taruh di pangkuannya. "Apa yang kau lakukan?" 

"Penghargaan khusus untuk dokter baik di rumah sakitku." Sasuke memaksa Sakura untuk merebahkan diri di Sofa dan menyelimutinya. Lalu dia mulai memijat pergelangan kaki Sakura. 

"Ohhh, hebat sekali rumah sakitmu." Ucap Sakura tidak lagi menolak, justru menikmati pijatan Sasuke di pergelangan kakinya yang pegal.

"Ya, kau harus bangga, seorang direktur memijat kakimu." 

"Apa kau juga akan melakukan pada dokter lain?"

Sasuke terdiam lama, menatap tayangan televisi yang tidak benar-benar dia lihat, begitu juga Sakura yang sudah mulai memejamkan matanya. "Aku rasa tidak, bahkan pada wanita manapun, aku rasa hanya kau yang bisa membuatku berperilaku layaknya budak." Sasuke menoleh, menatap Sakura yang sudah mendengkur. Dia tersenyum, merasa lega karena tidak perlu mendengar tanggapan Sakura pada kalimatnya barusan atau dia memang sengaja menjawab saat dia rasa Sakura sudah tertidur. Sasuke masih memijat pergelangan kaki Sakura, lalu berpindah pada tangan lentiknya. 

Setelah dia rasa sudah sedikit meringankan rasa capek Sakura, dia mengangkat tubuh itu untuk dipindahkan ke kamar. Sasuke sedikit menahan napasnya saat mengangkat tubuh Sakura, sepertinya berat badan Sakura bertambah pesat, atau dia yang tidak lagi terbiasa dengan berat itu. 

Seperti meletakan keramik mahal, pelan dan tanpa suara, dia meletakan tubuh Sakura di samping Sarada yang sudah mendengkur juga. Mereka memang mengalami hari yang sangat berat hari itu, wajar jika mereka tertidur seperti mayat. 

Sasuke menyelimuti Sakura dengan selimut yang sama dengan Sarada. Memindahkan anak-anak rambut nakal yang berani-beraninya menutupi wajah cantik itu. 

Seperti ada setan yang menyuruhnya untuk memperhatikan bibir Sakura yang terkatup rapat, serapat pejaman matanya. Dia mengecup singkat bibir Sakura. 

Bagaimana Sakura, semakin dekat denganmu aku semakin ingin memilikimu lagi

Ucapnya dalam hati lalu beranjak dari kamar itu, untuk merebahkan dirinya sendiri yang tidak kalah capeknya. Dia memutuskan untuk menginap, memutuskan untuk pulang terlalu beresiko, karena dia mengantuk. Lagipula dia ingin memastikan dua wanita itu bangun pagi harinya, jangan sampai mereka bangun di siang hari. 

Di dalam kamar, tanpa sepengetahuan Sasuke, saat dia mencium Sakura, saat matanya dan mata Sakura terpejam rapat ada mata kecil yang membelalak menatapnya. Sekarang di sana Sarada tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya, bahkan dia tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak menjerit. Akhirnya pelan-pelan dia bangun, menjauh dari Mamanya dan meloncat-loncat pelan, berusaha tidak menimbulkan suara. Lalu teriakan kencang di dalam hatinya. Dia akan menceritakan pada Boruto besok. 

*****

Sinar matahari mulai masuk ke kamarnya, begitu terik hingga mengusik tidurnya yang sangat nyaman tanpa ada mimpi buruk. Dia benar-benar terkejut saat melihat jarum jamnya sudah menunjukan pada angka 8 lebih. Dia melihat sampingnya, Sarada sudah tidak ada. Seingatnya anak itu mau menginap di sana. 

Sakura langsung melesat keluar dari kamar dan melihat Sasuke yang membereskan piring-piring yang sudah kering kembali ke lemari. "Kau masih di sini?"

"Ya, karena aku mengkhawatirkan Sarada terlambat ke sekolah karena ibunya yang tidur seperti kerbau." 

Sakura memanyunkan bibirnya. "Kenapa kau tidak membangunkanku, harusnya aku yang membantu Sarada bersiap."

"Tidak perlu repot-repot anak itu sudah biasa bersiap sendiri, bahkan dia tadi mencuci piring sebelum berangkat." 

Sakura menuangkan susu dalam gelas besar, dan dia bawa ke meja kerjanya, dia membuka jendela di sana, lalu duduk di kursi di sana untuk menikmati matahari pagi menjelang siang. "Aku harus mengakuinya, kau mendidik Sarada menjadi anak yang istimewa." 

Sasuke menghampiri Sakura sambil mengancingkan kemejanya yang tadi dia lipat hingga sesiku. Lalu menarik Sakura berdiri, dengan malas Sakura menurut. Lalu Sasuke mengangkat tubuh Sakura hingga duduk di meja kerjanya. 

"Sasuke, berhenti melakukan hal ini." Ucap Sakura tidak suka, dia sudah mengira semalam juga pasti Sasuke menggendongnya ke kamar. Dan itu membuatnya malu, belum lagi kalau Sarada sampai melihatnya. 

"Kau akan kedinginan tidur di sofa kalau aku tidak melakukannya."

"Kau bisa membangunkanku."

"Sudah tapi kau tidak bisa bangun, kau pingsan tadi malam." Dusta, bahkan dia tidak berani menimbulkan suara sedikitpun.

Sasuke menyerahkan dasinya pada Sakura. "Sebagai teman. Tolong pakaikan." Dusta lagi, dia hanya ingin merasakan lagi, momen yang selalu membuatnya rindu.

"Apa kau tidak bisa melakukannya sendiri?" Walau begitu Sakura tetap melakukannya, menarik kerah baju Sasuke, hingga lelaki itu mendekat. 

"Bisa."

"Lalu?" Tatapan Sakura fokus pada tangannya yang masih sangat menghafal pola untuk membuat segitiga rapi. Sedangkan tatapan Sasuke jatuh pada bibir Sakura yang menggoda. 

"Aku merindukannya."

Sakura menghentikan gerakannya tertegun sesaat lalu lanjut merapikan letak segitiganya hingga pas di tengah, mengembalikan kerah itu ke posisi semula. Saling bertatapan, Sakura tidak mengerti dengan tatapan Sasuke saat itu. Seperti marah, seperti terluka, tidak ada tatapan bahagia sama sekali. 

Jika memang dia merindukan hal itu, dan Sakura sudah menurutinya, kenapa tatapan itu tidak mengisyaratkan kebahagiaan sama sekali? 

"Tapi sepertinya kau merindukan bercinta di sini bersama lelaki lain." Sakura tertegun lagi, dia hanya bisa diam memperhatikan Sasuke yang memakai jasnya, dan melangkah ke pintu "Oh ya, aku sudah siapkan makan, dan aku sudah menyuruh Karin untuk mengurus cutimu hari ini, jadi istirahat saja sambil menunggu Sarada pulang. Aku berangkat dulu." 

***

TBC

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

57K 4.1K 27
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
55.6K 11.2K 13
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
49.1K 6.5K 40
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
49.6K 3.6K 51
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...