Comeback [SasuSaku Fanfiction...

By MandaNawa_

228K 22.1K 2K

Sepuluh tahun setelah kegagalannya dalam menjalin rumah tangga dengan Uchiha Sasuke, Sakura akhirnya dapat me... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30 (End)
Epilog

13

5.5K 633 56
By MandaNawa_

Kembali dia dihadapkan dalam ekspresi penuh air mata itu, wanita yang sedang membekap pipinya. Membuatnya menggelengkan kepala kuat, mencoba untuk menolak kenyataan yang benar terjadi. Bukan dia yang melakukannya,  dia tidak sengaja tidak benar-benar ingin melakukannya. 

"Aku mau cerai." Ucapan itu membuat Sasuke terjaga, dengan keringat yang mengucur deras, napas yang tersengal dan tangan kanan yang seolah memerah panas, dan bergetar hebat. Sasuke menggenggam tangannya mencoba untuk menghilangkan rasa panas itu, namun tidak kunjung hilang, hanya membuat tangannya semakin panas. 

Dia hanya perlu menenangkan dirinya, seperti yang dokternya katakan. Sasuke menarik dalam lalu menghembuskan-nya, berusaha untuk terlihat teratur. Setidaknya dia sedang berusaha.

"Papa?" Sarada memasukan kepalanya di celah pintu kamar  yang dia buka sedikit. "Mimpi buruk?" Tanyanya saat Sasuke tidak menjawab, tapi dia tau papanya mendapatkan mimpi buruk lagi. Karen tadi dia mendengar jeritan tertahan dari Sasuke. 

"Ya, Kau belum tidur." Sasuke menghidupkan lampu tidur di sampingnya hingga kamarnya mendapatkan penerangan cukup. 

"Belum." Sarada menghampiri, ikut naik ke ranjang besar milik papanya. "Tangan Papa sakit lagi?" Lanjutnya saat melihat getaran di tangan Papanya. 

"Kenapa belum tidur?" Ucap Sasuke sambil membiarkan tangannya jatuh di pangkuan Sarada. 

"Mengerjakan PR." Sarada sambil memijat lembut tangan Sasuke, dia melirik foto besar di dinding. Mama dan papanya yang sedang tersenyum bahagia.

Sasuke mengusap rambut anaknya dengan tangan kirinya. Ya, walau mungkin dia sudah kehilangan Sakura, dia masih punya putri kecilnya. "Belajar terlalu lama itu tidak baik."

"Sarada tidak belajar, Sarada hanya mengerjakan PR."

"Apa PRnya sulit hingga sampai tengah malam mengerjakannya?" Tangannya sudah mulai membaik, sentuhan tangan kecil itu lebih baik dari pada obat penenangnya. 

"Aku lupa mengerjakannya karena terlalu asik main RPG."

Sasuke tertawa, tentu saja Sarada anaknya, yang suka lupa diri saat main game. Hingga dulu dia sering meminta Sakura mengerjakan PRnya di sekolah. Dia akan menjemput Sakura pagi-pagi sekali dan memintanya untuk mengerjakan PRnya "Sudah membaik, kau akan menjadi dokter hebat kelak."

"Apa tidak sebaiknya Papa bilang ke Mama tentang tangan Papa. Oh tapi Mama dokter anak ya."

"Papa sudah punya dokter sendiri untuk ini. Terimakasih sayang, kembalilah ke kamarmu dan tidurlah, Papa sudah baik-baik saja." 

"Oke, Selamat malam Papa." Sarada mengecup pipi Sasuke. 

"Selamat malam sayang. Mimpi indah," 

Setelah gadis cantiknya keluar dari kamarnya, dia hanya berharap saat kembali tidur tidak ada lagi mimpi buruk, dan dia bisa bangun besok pagi. Atau bahkan sampai orang lain harus membangunkannya. 

"Selamat malam Sakura," Ucapnya lalu memejamkan matanya. Bukan pada Sakura yang sekarang ada dalam pelukan lelaki lain, melainkan Sakura yang tersenyum bahagia dalam balutan gaun pernikahannya, dalam dekapan hangatnya. Pada Sakuranya yang dulu. 

Sekarang dia sadar bahwa Sakura bukan lagi miliknya. Mengingat apa saja yang telah dia lakukan untuk wanita itu, seperti melindungi posisi Sakura di rumah sakit. Menyelidiki Nami yang dia anggap sebagai ancaman bagi tempat Sakura dan dia bahkan tidak suka lelaki melirik Sakura. Semua itu membuatnya tertawa dalam hatinya, untuk apa dia melindungi wanita milik orang lain. Semua menjadi salah setelah dia melihat dengan matanya sendiri betapa dia sudah tidak sepatutnya mendekati Sakura atau bahkan menganggap nya masih menjadi wanitanya.
Kisahnya dan kisah Sakura sudah usai.

Ternyata dia tidak bisa tidur hingga matahari terbit, walau sudah berkali-kali mencoba terlelap. Akibatnya sekarang membuat lingkar hitam dibawah matanya semakin terlihat. 

"Pagi," Ucapnya pada keluarga besarnya yang sedang menikmati Sarapan di meja makan. Seperti biasa dia duduk di samping Sarada. 

"Pagi Papa, mau roti?" Sasuke mengangguk dan menunggu anaknya menyiapkan rotinya, sedang dia menyesap kopinya. 

"Bagaimana, menikmati mainan barumu?" Ucap Itachi dengan mulut yang baru saja disuapi roti isi. 

"Mainan apa?" Izumi menyahut.

"Konoha Hospital,"

"Bukannya kau yang mengurusnya?" Ucap Izumi pada suaminya. 

"Awalnya iya, berhubung ada wanita cantik di sana jadi dia mengambilnya lagi dariku."

"Kak!" Bentak Sasuke, dia tidak ingin membahas Sakura pagi-pagi. 

"Pa... Berhenti bermain-main dengan wanita. Kalau Papa memang mau menikah lagi, carilah yang benar-benar mencintai Papa. Jangan yang hanya bermain-main." Sarada sudah tidak lagi memaksakan kehendaknya untuk mengembalikan kedua orang tuanya.

Satu bulan bersama Mamanya membuatnya tau banyak hal, banyak sekali yang juga tidak dia mengerti tentang perasaan orang dewasa. Yang dia pahami hanyalah mamanya mencintai kekasihnya dan mereka bukan pasangan yang buruk. Lagi pula Sasori juga sangat mencintai mamanya, sekarang tinggal dia menunggu papanya juga menemukan wanita terbaiknya.
Tidak ada anak yang tidak ingin hidup bersama orang tua kandungnya, tapi Sarada tau egoisme tidak akan membuat orang menjadi bahagia. Dan dia tidak mau memaksakan kehendaknya untuk membuat kedua orang tuanya menikah lagi. Perasaan tidak semudah menyelesaikan soal trigonometri dalam matematika.
Lebih rumit dari itu.

"Setelah Papa pikir-pikir, Papa hanya ingin hidup denganmu. Lihatlah kau pintas sekali membuatkan sarapan untuk Papa." Sasuke mengunyah roti buatan Sarada, dia tidak sabar sampai anaknya cukup besar dan mulai penasaran terhadap masakan. Mudah-mudahan seperti itu, atau justru anaknya akan lebih tertarik pada game.

"Papa tetap harus menikah, bagaimana kalau nanti akhirnya Sarada menikah. Papa akan sendirian, Sarada tidak mau begitu."

"Wow wow keponakanku sudah bisa berpikir untuk menikah ternyata. Dengan siapa by the way?" Sarada melempar tatapan kesal pada uncle nya "Mitsuki? Atau Boruto?" Wajah Sarada langsung memerah.

"Uncle!"

"Anatta," Izumi memukul lengan kekar suaminya. "Jangan goda dia, tapi Sarada benar Sasuke, kau masih terlalu muda untuk memutuskan tinggal sendiri. Aku tau kau sangat kesepian."

"Bukan sesuatu yang harus segera dipikirkan."

"Selamat pagi semua!!!!" Teriakan Karin menggema dan membuat kedua lelaki yang berurusan dengannya mendesah frustrasi. Setelah wanita itu datang mereka berdua seolah diingatkan pada pekerjaan yang menggunung. "Pagi Sayang," lanjutnya sambil mencubit roti milik Sarada.

"Karin, kau belum cuci tangan." Sahut Sarada kesal.
Karin memang tidak mau dipanggil Tante atau kakak dia akan marah, jadi Sarada akan selalu memanggilnya hanya dengan nama, mungkin juga karena Karin hidup lama di luar negeri.

"Kau harus punya sedikit kuman dalam tubuhmu agar kau punya body protect yang kuat."

"Karin jangan ajari cucuku untuk jorok."

"Oke maaf. Sarada jangan ditiru." Ucapnya dengan tidak sungguh-sungguh. " Itachi ada rapat dengan Nara grub jam 9 nanti kan? Perlu aku temani?" Itachi menggeleng dia lebih baik sendiri dari pada seperti kemarin, dia benar-benar seperti tidak punya muka di depan koleganya.

"Sasuke, banyak dokumen yang harus kau tanda tangani dan pelajari di Hospital." Padahal dia berharap tidak perlu kesana hari ini, dia merasa enggan untuk bertemu Sakura.

"Aku mau mengerjakan semuanya di kantor Uchiha saja. Kau ambil semua berkasnya aku tunggu di kantor."

"Kenapa?" Karin menatap penuh tanya pada bosnya, karena selama ini dia selalu sangat bersemangat untuk ke rumah sakit. Dari pada harus ke kantor Uchiha.

"Sedang malas saja kesana jauh juga."

"Alasan yang tidak masuk akal." Karin langsung melesat pergi setelah mencuri roti milik Sarada yang masih sisa setengah.

******

Sakura merasa terusik saat tangan dingin menyentuh pipinya.

"Selamat pagi."

"Pagi" Sakura menggeliat, sambil melirik jam di nangkasnya.

"Kau akan terlambat jika tidak bangun sekarang." Ucap Sasori dengan senyum lebar, dia terlihat lebih bersemangat pagi ini.

"Mandilah, aku sudah menyiapkan sarapan. Lalu aku juga harus kembali pagi ini, setelah mengantarmu."

"Secepat itu?"

Sasori mengangguk, dia tidak ingin sebenarnya, tapi pekerjaan menuntutnya untuk segera kembali. "Banyak pekerjaan yang menunggu."

Setelah memberikan kecupan singkat dia meninggalkan Sakura di kamarnya.
Sakura begitu menikmati acara mandinya pagi itu, seolah air hangat menghujani setiap jengkal tubuhnya, menghapus segalanya, rasa yang semalam begitu membingungkan, dia Sadar semalam bukanlah bercinta yang indah, yang mungkin Sasori harapkan. Atau malah menjadi percintaan yang buruk bagi Sasori, jika Sasori menyadari bahwa Sakura hanya berpura-pura mengalami pelepasan yang hebat.

Seandainya Sasuke tidak menyentuhnya sebelum itu, mungkin dia bisa menikmatinya, atau malah menolaknya. Dia meyakini bahwa semalam dia hanya terbawa suasana, gelenjar rasa sentuhan dari Sasuke masih begitu melekat sampai pada saat Sasori juga menyentuhnya. Jadi dia terlalu bingung untuk menganggap semalam itu sebagai apa.

Sampai di depan Hospital, Sakura langsung disambut dengan mobil Sasuke, tapi ternyata bukan Sasuke yang keluar. Justru wanita nyentrik yang kata Sasuke lesbian.  Bahkan mereka berada dalam satu lift.

"Sasuke tidak ke kerja?" Dengan segenap keberanian selama satu tahun dia kumpulkan hanya untuk mengeluarkan kalimat itu.

"Oh, tidak nyonya dia sedang malas ke sini."
Sakura mengerutkan keningnya. Benar-benar tidak punya tata bahasa yang baik. Batin Sakura. "Oh,,"

"Dia memintaku untuk mengambil berkas."

Awalnya Sakura mengira hal itu wajar terjadi, Sasuke punya banyak sekali urusan di luar sana. Dan dia juga tidak perlu setiap hari ke rumah sakit untuk bekerja. Tapi setelah satu bulan dia sama sekali tidak mendapati batang hidung lelaki itu. Justru dia sering bertemu kakaknya, walau tidak banyak berbincang, Itachi selalu menyapanya jika berpapasan, dan Sakura tidak pernah berani bertanya pada Itachi tentang Sasuke.

Saat itulah dia mulai berpikir kalau semua itu ada hubungannya dengan kejadian di ruang kerjanya. Tapi dia tidak tau persis bagaimana kejadian itu membuat Sasuke terkesan seperti menghindar.

Bunyi ketukan pintu, membuyarkan lamunannya.

"Ya, masuk!" Ucap Sakura setengah berteriak, agar orang yang berkepentingan bisa mendengarnya. 

"MAMA...." 

"Sarada?" Sakura langsung beranjak dari kursinya, melihat kepala Sarada yang menongol di sela-sela pintu yang sedikit terbuka. Baiklah, mungkin Sarada menyukai itu. "Dengan siapa kesini sayang?"

"Minta antar Papa. Sambil Papa ambil berkas di ruang kerjanya." Sarada masuk ke dalam ruang kerja Sakura dan menutup kembali pintunya. 

"Sekarang Papa kemana?""

"Ke ruangannya."

"Kau bilang tidak bisa ketemu akhir pekan karena ada acara dengan temanmu?" Ucap Sakura, mereka memang sering chating bahkan vidio call, Sasuke tidak pernah melarangnya lagi. 

"Iya, besok. Sekarang bisa, ayo Ma nonton ada film yang ingin Sarada tonton."

"Memangnya ada yang bagus sekarang?"

"Ada Dolittle."

"Oke sebentar Mama beres-beres dulu." Sakura langsung menyetujuinya, lagi pula itu sudah jamnya pulang. Dia juga tidak punya jadwal operasi nanti malam bahkan sampai besok, jadi dia bisa menemani anaknya. 

Sambil mendengarkan Sarada yang menceritakan sedikit tentang film yang akan mereka tonton. Mereka berjalan menyusuri lorong-lorong, yang akhirnya terhadang oleh beberapa dokter dan perawat di UGD yang saat itu lumayan sepi. 

"Sakura dia anakmu? Ya ampun kenapa kau tidak pernah menceritakannya? Kau sudah menikah?" Tanya Tenten yang sudah sibuk mencubit-cubit pipi Sarada. 

"Dokter Haruno benar-benar sudah menikah?" Ucap Lee seorang kepala perawat yang tergila-gila dengan otot. Dan rumor mengatakan kalau lelaki itu menyukai Sakura. 

"Ya, begitulah, tapi kami sudah lama bercerai. Dan ya dia anakku."

"Ya Ampun cantiknya, siapa namamu sayang?" 

"Sarada," Ucap Sarada ramah, "Terimakasih sudah bilang Sarada cantik." Lanjutnya dengan senyum lebarnya.

"Tuhan, Sakura anakmu benar-benar cantik dan pintar, dia juga ramah."

Ribuan pujian mereka tujukan pada Sarada, bahkan anak itu sampai capek berterimakasih. 

"Yah hujan..." Ucap Sarada saat mereka berada di depan rumah Sakit dan hujan turun begitu deras. "Ya,,," Ucapnya lagi dengan tatapan sedih, dia sedikit kesal waktunya banyak terbuang untuk meladeni teman-teman Mamanya. 

"Tenang Mama akan carikan taksi online." 

Selagi Sakura sibuk dengan ponselnya, tiba-tiba Sarada berteriak. "ITU PAPA, PAPAAAAA!" 

Sasuke yang melihat lambaian tangan anaknya, memberhentikan mobil tepat di depan mereka. 

"Kalian belum berangkat?" Sakura tidak menjawab dia tau kalau pertanyaan itu ditujukan pada putrinya bukan padanya, karena Sasuke sedikitpun tidak melirik kearahnya.

"Antar kami ke bioskop ya.,,," Sasuke langsung turun dengan membawa payung, untuk menghampiri mereka yang jauhnya sekitar 3-4 meter mungkin. Lumayan bisa membuat baju mereka basah. 

Saat Sasuke sampai di depan mereka Sarada langsung berlari tanpa payung dan masuk ke mobil. "Ayo Ma,," Ucapnya setelah sampai di sana dan menongolkan kepala ke kaca mobil yang tadi dibuka Sasuke. 

"Anak nakal." Ucap Sasuke lirih, mau tidak mau Sakura berjalan dalam satu payung dengan Sasuke kearah mobilnya. Walau hanya dengan jarak sedekat itu, mereka sempat merasakan ada getaran dalam hati masing-masing. Sasuke membukakan pintu depan mobil untuk Sakura, dia tidak mau dianggap supir. 

"Tadi teman-teman Mama menyapa jadi kami tidak bisa langsung berangkat." Ucap Sarada saat, mobil mulai melaju dengan kecepatan sedang. 

"Ohh, mau nonton di mana?" Sarada menyembutkan lokasi mall yang cukup besar, karena pasti akan banyak bangku kosong di sana. 

"Kenapa Papa tidak ikut nonton sekalian?"

"Tidak, Papa tidak suka film anak-anak."

"Papa ini bukan film anak-anak, ini film keluarga, dan juga petualangan dan ada komedinya juga, Papa pasti suka. Ayolah."

"Tidak ada salahnya sih ikut." Ucap Sakura, setelah sekian lama dia bungkam, lagi pula Sasuke juga tidak mengajaknya berbicara. 

"Baiklah." 

Sesampai di bioskop ternyata antriannya sama panjangnya dengan lokasi-lokasi lain. Padahal Sarada sudah memprediksi kalau tidak akan sepanjang itu jika mereka datang kesana. 

"Papa akan hubungin Karin, untuk mengambilkan tiketnya." ucap Sasuke saat dia sudah gerah berdiri cukup lama di barisan. 

"Papa berhenti bersikap seperti itu. Budayakan mengantri, apa Papa tidak kasihan pada mereka semua yang juga mengantri?" 

"Oke terserah." Sasuke menyerah, karena dia tidak mau ceramah anaknya akan semakin panjang. 

"Duduklah, aku tau kau tidak suka mengantri." Ucap Sakura, lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban dari Sasuke. 

"Iya, atau alangkah baiknya kalau Papa juga ber-kontribusi, beli pop corn dan minuman untuk kita." Sarada menganti di barisan sebelah Sakura, sama-sama mengantri berharap bisa menghemat waktu. Sasuke menurut dan beranjak pergi. 

Cukup lama mengantri akhirnya barisan Sakura lebih dulu, Sarada langsung bergabung dengan Sakura membiarkan orang lain maju. 

"Dolittle untuk tiga orang." Ucap Sakura pada petugasnya. 

"Hanya tersedia di jam 12 malam." Sakura berpikir sejenak ini lewat dari jam malam Sarada, tapi melihat anaknya yang memelas. 

"Sebaiknya tanya Papa dulu." Ucap Sakura, dan terus memperhatikan anaknya yang langsung berlari menghampiri Sasuke. "Sebentar ya?" 

Sang petugas hanya mengangguk dan tersenyum. 

Dari sana dia bisa melihat Sarada mengacungkan jempolnya. "Oke untuk tiga orang. " Sakura memilih tempat yang menurutnya nyaman. 

"Sudah dapat, lalu apa yang akan kita lakukan sampai jam itu? Sudah Papa bilang kalau akan lebih mudah jika kita menghubungi Karin kan?" 

"Papa, ini tempat umum bukan tempat milik Papa." Sarada mengambil tiket dari tangan Sakura dan memotretnya, untuk membuat instastory. Bukan tiket yang Sarada pamerkan, tapi cerita dibaliknya, dia mengatakan dalam storynya 'akhirnya bisa nonton sama mama papa'"Kita bisa jalan-jalan, atau makan mungkin."

"Deal makan." Ucap Sasuke. dia juga sudah mulai lapar, siang tadi dia melewatkan jam makannya.

Malam itu Sakura merasa ada yang berbeda dari Sasuke, dia seolah tidak mau berbicara dengannya, jangankan berbicara melirik pun seolah tidak mau. Sakura tidak tau dimana letak kesalahannya, jika mengangkat telepon Sasori menjadi masalah, dia sudah mau mengabaikannya, tapi Sasuke sendiri yang menjauh dan memilih pergi. 

Ingin Sakura bertanya, tapi tidak pernah ada kesempatan, lagi pula malam itu adalah malam milik Sarada, gadis itu sangat bahagia bersamanya dan Sasuke. Makan dengan lahap dan bercerita penuh semangat. 

Hanya dalam beberapa waktu mereka terlihat seperti keluarga. 

Itulah yang selalu Sarada rindukan. 

Sasuke dan Sakura harapkan dulu. 

****

TBC


Continue Reading

You'll Also Like

76.5K 8.3K 86
Sang rival yang selama ini ia kejar, untuk ia bawa pulang ke desa, kini benar-benar kembali.. Tapi dengan keadaan yang menyedihkan. Terkena kegagalan...
206K 4.8K 19
Warn: boypussy frontal words 18+ "Mau kuajari caranya masturbasi?"
86.3K 8.2K 33
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...
86.8K 8.6K 36
FIKSI