BEAUTY VENUS [#4 VENUS SERIES]

By RiriLidya

659K 49.7K 7.1K

The fourth book of Venus Series. [21+] This story about Hera Louiza Vourou (The mother of Venus) More

Beauty Venus (#4 Venus Series)
BEAUTY VENUS
Beauty Venus - Chapter 1
Beauty Venus - Chapter 2
Beauty Venus - Chapter 3
Beauty Venus - Chapter 4
Beauty Venus - Chapter 5
Introducing Characters
Beauty Venus - Chapter 6
Beauty Venus - Chapter 7
Beauty Venus - Chapter 8
OPEN PO VENUS SERIES BOOK 1 & 2
Beauty Venus - Chapter 9
Beauty Venus - Chapter 10
Beauty Venus - Chapter 11
Beauty Venus - Chapter 12
Beauty Venus - Chapter 13
Beauty Venus - Chapter 14
Beauty Venus - Chapter 15
Beauty Venus - Chapter 16
Beauty Venus - Chapter 17
Beauty Venus - Chapter 18
Beauty Venus - Chapter 19
Beauty Venus - Chapter 20
Beauty Venus - Chapter 21
Beauty Venus - Chapter 22
Beauty Venus - Chapter 23
Beauty Venus - Chapter 24
Beauty Venus - Chapter 25
Beauty Venus -Chapter 26
Beauty Venus - Chapter 27
Beauty Venus - Chapter 28
Beauty Venus - Chapter 29
Beauty Venus - Chapter 30
Beauty Venus - Chapter 32
Beauty Venus - Chapter 33
Beauty Venus - Chapter 34
Beauty Venus - Chapter 35
Beauty Venus - Chapter 36
Beauty Venus - Chapter 37
Beauty Venus - Chapter 38
Beauty Venus - Chapter 39
Beauty Venus - Chapter 40
Beauty Venus - Chapter 41
Beauty Venus - Chapter 42
Beauty Venus - Chapter 43
Beauty Venus - Chapter 44
Beauty Venus - Chapter 45
Beauty Venus - Chapter 46
Beauty Venus - Chapter 47
Beauty Venus - Chapter 48
Beauty Venus - Chapter 49
Beauty Venus - Chapter 50
Beauty Venus - Chapter 51
Beauty Venus - Chapter 52
Beauty Venus - Chapter 53
Beauty Venus - Chapter 54
Beauty Venus - Chapter 55
Beauty Venus
C H A P T E R 5 7
C H A P T E R 5 8
C H A P T E R 5 9
THE LAST CHAPTER
RIRI'S NOTE
E P I L O G
NEW STORY!
OPEN PO
OPEN PO BEAUTY VENUS

Beauty Venus - Chapter 31

7.1K 738 27
By RiriLidya

Seperti pagi biasanya, Miguel dan Hera akan sarapan di meja makan bersama. Namun setelah menunggu waktu yang cukup lama, Hera belum juga turun. Baru saja ia hendak berdiri dari kursi, suara langkah kaki yang tidak asing mendekat.

Miguel melirik Hera tanpa ekspresi. Wanita itu menggunakan atasan polos lengan panjang berwarna abu-abu, rok kulit kecil berwarna coklat kemerahan, stoking gelap dan ankle boots hitam 5 senti. Tidak lupa juga syal kotak-kotak, kacamata hitam di atas rambutnya, dan sling bag hitam.

Miguel memperhatikan saat Hera duduk di hadapannya. Lalu bertanya, "Kau tidak pergi bekerja?"

"Aku harus ke dokter kandungan. Pengecekan awal. Setelah itu aku akan ke kantor."

"Dengan pakaian seperti itu?"

Hera memiringkan kepalanya dengan bingung. "Apa yang salah dengan pakaianku?"

Miguel kembali fokus pada sarapannya. "Kenakan mantel. Sekarang musim hujan, terlalu dingin hanya mengenakan itu di luar."

Tanpa disuruh dua kali, Jo memerintahkan pelayan lain pergi ke atas untuk mengambil salah satu mantel terbaik Hera.

Hera yang melihat itu cukup mengangguk puas. Setidaknya pelayannya tidak mengambil mantel yang tidak cocok untuk pakaiannya hari ini. Jadi, dia hanya diam dan melanjutkan makannya.

Beberapa menit kemudian, mereka selesai sarapan. Miguel berdiri seraya mengenakan jas. "Ayo."

Hera mengerutkan dahinya halus.

"Aku akan menemanimu pergi ke rumah sakit."

Hera tertawa. "Itu tidak perlu. Yang dibutuhkan dokter hanya aku dan perutku."

Tidak menunggu Hera selesai tertawa, Miguel berkata dengan jelas, "Aku ingin melihat anakku."

Seketika tawa Hera lenyap.

***

Sampainya di rumah sakit, Miguel dan Hera duduk dalam diam di ruang tunggu. Entah kenapa Hera merasa suasana tersebut sangat canggung. Namun berbeda dengan Miguel di sebelahnya, pria itu terlihat tenang, santai dengan pandangan ke depan.

Ponsel Miguel berdering dan Hera meliriknya. Melihat nama yg tertera, Miguel menyuruh Hera menunggunya sebentar kemudian pergi ke area yang lebih sepi.

Setelah mengangguk, Hera memandang kepergian Miguel hingga berbelok ke lorong lain. Setelah itu ia menyibukkan dirinya dengan ponsel. Merasa banyak yang memperhatikannya, Hera segera melirik mereka. Terlihat beberapa orang yang juga sedang menunggu bertingkah seperti sedang membicarakannya,

Tertangkap basah, seorang ibu muda tersenyum. "Kalian pasangan serasi. Sangat jarang suami menemani istrinya di jam kerja."

Hera terdiam. Ia bahkan tidak tahu ingin menunjukkan ekspresi apa yang tepat. Serasi di bagian yang mana?! Teriaknya di dalam hati.

"Apakah ini anak pertama kalian?"

"Ya." Hera menjawab singkat.

"Kau pasti sangat menantikannya." Wanita itu berkata seraya mengusap perut besarnya.

Hera melirik perut wanita di depannya lalu bertanya, "Kau akan melahirkan?"

"4 Minggu lagi." Wanita itu terlihat sumringah.

"Dimana suamimu?" Tanya Hera hati-hati.

"Aku menyuruhnya membeli sesuatu. Seharusnya dia sudah—" Wanita itu melirik di ujung lorong dan tersenyum. "Itu dia!"

Hera tidak memperhatikan suami wanita di depannya. Ia terlalu malas melihat pria beristri. Jadi, ia hanya tersenyum.

"Bagaimana denganmu? Sudah berapa Minggu?"

"12 Minggu."

Wanita di depannya cemberut melihat perut Hera. "Masih rata, aku iri padamu." Kemudian tertawa.

"Hai, babe. Maaf aku terlalu lama. Ini minumanmu." Suami dari wanita di depannya segera duduk di sebelah wanita itu dan menatapnya penuh perhatian.

Hera melihat. Jujur, ia merasa pasangan di depannya juga serasi.

"Aku Silvia. Dan ini suamiku, Paul." Wanita di depannya memperkenalkan diri.

Hera melirik mereka berdua lalu mengangguk pelan. "Hera."

Suami Silvia melirik Hera cukup lama sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada Silvia.

Tak lama kemudian, seorang perawat datang dan memanggil nama Silvia. Mereka masuk ke dalam ruangan bertepatan dengan kembalinya Miguel.

"Apakah kita sudah dipanggil?"

Hera menggeleng. Dan mereka kembali duduk bersebelahan dalam diam dalam keadaan canggung.

"Apakah kau bosan saat menunggu seperti ini?" Tanya Miguel mencoba mencari topik pembicaraan.

"Ya." Hera menjawab dengan malas.

"Lalu kenapa tidak membuat janji terlebih dulu dengannya?"

Hera melirik Miguel dengan kesal. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa menurutmu membuat janji seperti ini tugasku?!"

Miguel berdeham. "Lain kali aku akan menyuruh Brian—" Mendapat tatapan tajam Hera, Miguel mengoreksi kalimatnya, "Aku akan membuat janji ke depannya."

Hera mendengus puas lalu kembali menghadap ke depan.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya perawat keluar seraya memanggil nama Hera. Paul dan Silvia segera menyusul perawat tersebut keluar.

Hera dan Miguel berdiri dan berjalan menuju ruangan. Dalam langkah lebarnya melewati Paul dan Silvia, Miguel bisa merasakan jika kedua orang itu sedang menatap Hera. Maka, Miguel dalam diam melirik mereka berdua bergantian. Sedangkan Hera, wanita itu tampak biasa saja seolah tidak ada sesuatu yang mencurigakan.

Paul dan Silvia membalas tatapan Miguel. Namun mereka menegang saat melihat tatapan dingin Miguel. Itu sedikit membuat mereka bergidik.

Paul hendak melangkah ingin memegang bahu Miguel. Namun kejadian seketika begitu cepat. Pintu tersebut sudah ditutup duluan oleh Miguel.

"Mr. & Mrs. Donovan?" Dokter tersebut tersenyum tidak enak hati. "Tidak seharusnya kalian ikut mengantri. Maafkan aku."

Hera tidak menjawab. Begitupun Miguel. Membuat sang dokter sedikit salah tingkah. Dengan cepat dia mengajak Hera melakukan prosedur USG.

Setelah Hera berbaring dan sedikit mengangkat bahunya ke atas, dokter wanita tersebut dengan sigap mengoleskan gel khusus di atas perut Hera.

"Sudah minum air putih, Mrs. Donovan?"

"Sudah." Hera menjawab dengan singkat.

Si dokter tersenyum ramah. Kemudian, dia menggerak-gerakkan transducer di atas perutnya seraya melihat layar monitor di samping. "Wah, sudah masuk 12 minggu. Apakah Anda pernah melakukan USG sebelumnya?"

Hera menggeleng. "Aku cukup sibuk beberapa bulan ini." Dan masih terkejut, tambahnya di dalam hati.

Sang dokter tersenyum lembut memaklumi. "Bagaimana dengan morning sickness? Apakah terlalu parah?"

"Lumayan. Dokter sebelumnya sudah memberikanku obatnya."

Dokter mengangguk paham.

Namun berbeda dengan Miguel. Pria itu terkejut. "Aku tidak tahu kau mengalami morning sickness. Seberapa parah?"

"Awalnya menyakitkan. Tapi karena terlalu sering hal itu sudah biasa saja bagiku."

"Mengapa tidak memberitahuku?"

Apakah Hera harus mengatakannya di saat mereka sarapan bersama dengan nada sedih seperti, 'Hei, aku mengalami morning sickness yang menyakitkan, loh!' Setelah mengatakan itu Hera yakin Miguel akan semakin mengatur pola makan dan hidupnya. Bisa-bisa dia juga tidak dapat bekerja. Jadi, tentu saja Hera tidak akan memberitahunya. Bahkan Jo saja Hera suruh tutup mulut.

"Tenanglah, Miguel. Johanna selalu membantuku tiap pagi membersihkan muntahanku." Hera memutar matanya.

"Oh... Johanna tahu ini." Miguel bergumam dengan tenang dan dingin tanpa jejak emosi. Ia bukan memarahi Hera. Tapi ia marah pada Johanna karena tidak mengadukan hal ini padanya.

Dinginnya aura Miguel sampai pada sang dokter. Bahkan ia merinding saat melihat wajah Miguel yang terlihat mengerikan. Alhasil ia cegukan.

Hera menatap si dokter dengan kasihan lalu menatap Miguel dengan garang. "Miguel!"

Miguel mengerjapkan matanya kemudian wajahnya kembali lembut. "Lain kali beritahu aku supaya aku tidak khawatir."

Hera menghembuskan nafasnya kasar lalu mengangguk membuat Miguel tersenyum tipis.

Dengan kikuk dokter kembali melakukan tugasnya. Ia mengambil doppler dengan tangan kanan, menggerakkan doppler tersebut dan terdengar suara seperti detak jantung yang menggema cukup keras. Suaranya terlalu bersemangat.

Hera dan Miguel tertegun dengan kaku. Seolah jantungnya berhenti berdetak saat mendengarnya.



Continue Reading

You'll Also Like

302K 16.9K 47
SINOPSIS Jasmen D'calista Roswell adalah gadis mempesona berusia 17 tahun yang mempunyai fobia langka terhadap hujan, dia adalah gadis yang lemah le...
162K 8.3K 54
Sequel 'After You-came and changed my life' series kedua novel keluarga Anderson. Dianjurkan untuk membaca 'After You-came and changed my life' terle...
175K 15.9K 75
Buku #2 dari serian Black 1821 DEWASA! BRUTAL! PANAS! BUKAN BUAT ANAK KECIL PSYCHO MAFIA LOVE STORY Namanya Shadow Black, tapi semua orang memanggiln...
29.7K 2.1K 18
baca aja yg gak suka skip