Once Upon A Time in Seoul: A...

By AnnNora389

246 1 0

Bercerita tentang Han Nora, seorang desainer interior Indonesia yang bekerja pada salah satu stasiun televisi... More

Prolog
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11 - It Starts Now
Chapter 12 - Be My Girl and I will always be your sweety
Chapter 13 - The Revealed Truth
Chapter 14
Chapter 15 -
Chapter 16 - A Silent Farewell
Chapter 17
Chapter 18 - When a Plum Flower has become a Beautiful Cherry Blossom
Chapter 19

Chapter 01

35 0 0
By AnnNora389


Bagaimana mungkin Ketua Im Soo Mi menyuruhku melakukan hal ini?

Malam-malam begini?

Malam ini pukul 21.20 KST, Nora harus melakukan tugas dari atasannya, menemukan gudang penyimpanan semua properti panggung yang digunakan dalam desain interior pada drama atau acara yang ditayangkan di salah satu stasiun TV swasta tempatnya bekerja sekarang. Atasannya mengatakan kalau semua furnitur pesanan timnya telah datang pagi tadi dan harus diperiksa malam ini juga karena esok hari mereka sudah harus mempersiapkan semuanya untuk sebuah acara talk show baru yang akan melakukan syuting perdananya esok malam.

Aku memang hanyalah seorang karyawati magang, tapi bukankah Ketua seharusnya mengirimkan satu orang bersamaku?

Nora terus menggumam sambil tetap melangkah dan mengawasi sekitarnya yang sepi. Baru dua minggu ia bekerja di sini, tapi tiba-tiba saja malam ini atasannya menyuruhnya melakukan hal yang bahkan belum pernah ia lakukan pada pagi hari. Sialnya, ketika ia menanyakan dimana letak gudang itu atasannya malah menyuruhnya untuk menanyakannya kepada pihak keamanan.

"Baiklah, sepertinya memang ini tempatnya. Tapi, dimana gudang itu? Gelap sekali disini."

Nora mengeluarkan smartphone dan menyalakan lampu senternya. Diarahkannya smartphone itu memutari lapangan cukup besar yang berada tidak jauh dari gedung utama stasiun TV ini. Tempat dimana gudang itu berada, itu kata salah seorang satpam yang memberitahunya tadi. Dan tak lama kemudian, matanya menangkap beberapa bangunan besar yang berjejer horizontal, mungkin terdiri dari empat bangunan besar yang berjejer rapi.

"Mungkin itu."

Dengan sedikit mempercepat langkahnya ia menuju deretan bangunan itu. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti. Hatinya mulai ragu melihat hanya satu lampu yang menyala tepat di bangunan kedua dari empat bangunan itu. Sebuah penerangan yang tidak cukup untuk menerangi sekitarnya dan sialnya, Nora adalah gadis yang penakut.

"Jangan khawatir. Tidak akan terjadi apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja, Nora."

Perlahan tapi pasti langkahnya mulai mendekati keempat bangunan itu , tangannya kemudian mengarahkan senter smartphonenya pada setiap papan berisi tulisan yang terdapat di masing-masing pintu dan tak butuh waktu lama, ia akhirnya menemukannya. Bangunan kedua dari empat bangunan itu. Tangan kanannya kemudian mengambil satu kunci yang terdapat di dalam map putih yang tengah ia bawa.

KLEK!

Pintu itu pun terbuka, dengan hati-hati ia memasuki gudang besar yang berisi ratusan furnitur dan rangka-rangka kayu yang telah dan akan digunakan dalam setiap show mereka. Pelan ia menutup pintu itu, menyalakan saklar lampu , kemudian mengeluarkan dua lembar kertas berisi list barang baru yang telah datang pagi tadi. Sambil melangkah ia mulai memasuki area yang lebih dalam di gudang ini, melewati beberapa rangka kayu besar, meja, sofa, lampu dan semua furnitur yang baru saja digunakan oleh satu drama untuk episode terakhirnya sore tadi.

Dibacanya satu persatu list barang lalu mencocokkannya pada beberapa furnitur yang berada dalam satu area bertuliskan 'barang baru'. Tangan dan matanya mulai bekerja, segera ia men checklist nama barang yang sudah ia lihatnya. Satu tea table, tiga standing lamp, dua dresser, beberapa downlight, wall uplight dan tujuh flower box sudah ia centang. Kini ia mulai mencari furnitur selanjutnya, dua buah terracotta sofa dengan satu dark blue wood table.

"Dimana barang-barang itu?"

Langkahnya terus memasuki area yang lebih dalam tapi masih saja ia tidak menemukan furnitur yang sedang ia cari. Sesekali matanya mengawasi sekitarnya yang walaupun terang tapi tetap saja ini mengerikan karena ia sendirian sekarang. Sendirian diantara kumpulan properti itu.

"Itu dia! Akhirny-,"

Tiba-tiba saja beberapa lampu yang menerangi bagian dalam gudang itu padam.

"Eoh? A-, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba.." sontak Nora menghentikan langkahnya. Jantungnya mulai berdegub lebih kencang, dengan gusar ia mengeluarkan smartphone dan langsung menyalakanya. Rasa takut mulai melingkupinya, secepat mungkin ia melangkah keluar dari kepungan furnitur-furnitur itu, beberapa kali kakinya secara tidak sengaja membentur furnitur, tapi ia tidak perduli. Ia masih melangkah cepat menuju satu-satunya pintu yang dimiliki gudang ini.

"Eoh! Ini kenapa? Aku yakin aku tidak menguncinya tapi kenapa malah terkunci?"

Berkali-kali ia mencoba membuka pintu itu tapi tetap saja tidak bisa. Ia tidak tahu kenapa pintu ini bisa terkunci padahal kunci gudang ini sedang berada dalam map putihnya sekarang, dengan keringat yang mulai mengucur deras ia segera pindah ke tempat lain, saklar lampu. Tanganya mulai menekan beberapa tombol saklar lampu itu, menyalakannya lalu mematikannya tapi tetap saja lampu-lampu itu tidak ada yang menyala.

"Hhh, apa yang harus kulakukan sekarang?" Nora berlari kembali menuju pintu utama dan berusaha membukannya sambil menggedor badan pintu dengan cukup keras.

"Cogiyo! Masih ada orang disini! Cogiyo! Cogiyo!" teriaknya keras.

Tidak ada sahutan.

"Kumohon,, siapa pun yang ada di luar sana tolong buka pintu ini! Cogiyo!!."

"Halo? Maaf Hyung, aku baru mengambil naskahku yang tertinggal di sini. Apa? Ah disini? Studio satu, Hyung tahu kan? Iya Hyung, aku dalam perjalanan ke tempat parkir sekarang. Iya."

Kang Woo mematikan sambungan telefonnya sambil melangkah cepat meninggalkan deretan studio yang terdapat di lapangan luas itu. Malam ini ia cukup beruntung, dibanding beberapa malam yang telah ia lewati, malam ini proses syuting berakhir cepat. Walaupun setelah ini ia harus segera menuju kantor manajemen untuk melakukan latihan vokal tapi paling tidak ia bisa mengistirahatkan badannya untuk beberapa saat.

Matanya masih mengawasi sekitarnya yang sepi dan gelap. Ia tidak tahu kenapa hanya ada satu penerangan yang terdapat di depan keempat deretan studio yang tengah dilewatinya sekarang. Membuat tempat ini cocok untuk digunakan dalam syuting drama thriller atau semacamnya. Gelap dan menakutkan. Ditambah lagi tidak ada orang lain disini selain dirinya.

"Eoh?" langkahnya sontak memelan melihat seorang pemuda yang terburu-buru mengambil dokumen yang berjatuhan kemudian berlari tanpa melihat kebelakang. Sesekali pemuda itu melihat ke kiri, satu studio yang digunakan untuk menyimpan properti drama. Raut ketakutan tergambar jelas diwajah pemuda itu.

"Ada apa dengannya?" dengan rasa penasaran yang mulai menjalar di pikirannya, Kang Woo mempercepat langkahnya menuju gudang penyimpanan properti itu. Ia lalu menghentikan langkahnya tepat di depan pintu gudang. Diputarkannya kedua bola matanya mengitari sekitarnya. Tidak ada apa-apa, pikirnya. Tapi kenapa tadi pemuda itu terlihat ketakutan dan berlari begitu saja tanpa menoleh ke sekitarnya?

"Mungkin ia hanya berhalusinasi. Sudahlah, aku harus segera sampai di tempat parkir. Jae Yeong Hyung pasti sudah menungguku sekarang." Gumamnya sambil melangkah pelan. Ya, sepertinya memang begitu, siapa yang tidak akan berhalusinasi yang bukan-bukan jika melewati tempat segelap ini dan semalam ini?

Baru saja ia melangkah tapi tiba-tiba ia terhenti. Ditolehkannya kepalanya ke kiri dan matanya langsung menatap bingung pada pintu gudang di sampingnya.

"Apa ada yang menangis?" sejenak ia terdiam. Mencoba membuktikan kalau ternyata telinganya telah salah mendengar. Mana mungkin masih ada orang dalam gudang itu semalam ini.

Tapi tiba-tiba matanya sedikit membesar. Tidak, telinganya tidak salah mendengar. Ada seseorang didalam gudang itu yang tengah menangis sekarang. Segera ia melangkah cepat dan berhenti tepat di depan pintu gudang dan mengetuk pintu itu keras.

"Cogiyo! Apa ada orang didalam?? Cogiyo!" serunya.

Seketika suara tangisan itu menghilang.

"Cogiyo? Apa ada orang didal-"

"Kumohon tolonglah aku."

Sebuah sahutan yang terdengar bergetar memotong pertanyaannya. Seketika Kang Woo tersentak, tangan kananya mencoba membuka pintu itu tapi tidak bisa. Pintu itu terkunci.

"Nona, aku akan segera memanggil pertolongan. Tolong bertahanlah disana!"

"Cogiyo? Apa ada orang didalam?"

Nora seketika menghentikan tangisannya. Diangkatnya kepalanya yang sedari tadi ia tenggelamkan pada kedua lututnya dan ditolehkannya ke arah pintu. Apa ada yang baru saja berbicara?

"Cogiyo? Apa ada orang didal-"

Iya! Ia tidak salah mendengar. Segera ia beringsut dari lantai dan berdiri pelan.

"Kumohon tolonglah aku." Sahutnya lemas sembari berjalan sambil berpegangan pada furnitur di sekitarnya.

"Nona, aku akan segera memanggil pertolongan. Tolong bertahanlah disana!"

Kaki Nora tiba-tiba terasa lemas. Ia terduduk kembali di lantai yang dingin dan mendesah lega. Sebuah senyuman perlahan terukir di wajahnya.

Akhirnya

Tak lama, sebuah suara pintu terbuka secara otomatis terdengar dan saat itu juga semua lampu yang terdapat didalam gudang itu menyala terang. Membuat Nora harus menyipitkan matanya untuk menghindari terangnya sinar lampu-lampu itu. Sampai ia tidak sadar bahwa kini tiga orang pria dewasa tengah berjalan kearahnya. Satu berseragam petugas keamanan yang tengah terlihat cemas sambil membawa senter, satu yang lain berbadan cukup gempal dan satu lagi, seorang pemuda yang memakai kaos hitam dan membawa sebuah naskah drama.

"Nona, kau tidak apa-apa?" tanya pemuda pembawa naskah itu.

Nora terdiam. Ia belum bisa mengatakan apa-apa sekarang. Ia terlalu terkejut.

"Eoh? Kakimu berdarah?" tanya pemuda itu sambil menunjuk kaki kanan Nora yang tengah mengeluarkan darah. Mungkin tergores beberapa furnitur ketika ia berusaha keluar dalam kegelapan tadi. Nora seketika tersadar dari rasa terkejutnya. Matanya kemudian melihat kaki kanannya yang ternyata telah mengeluarkan darah. Ah, berdarah. Tapi kenapa aku tidak merasakannya tadi?

"Kau bisa berdiri? Ayo kita keluar dan obati lukamu sebelum memburuk." Kata pemuda itu sambil berusaha membantu Nora untuk berdiri. Dengan lemas Nora mencoba mengikuti kemana badannya ditarik pelan oleh pemuda itu dan perlahan ia menatap pemuda yang tengah merangkulnya kini. Sontak Nora terkejut.

Han Kang Woo?

Siapa ini? Han Kang Woo? Pemuda yang tengah membantunya kini adalah Han Kang Woo? Seorang aktor dan solois 25 tahunyang sedang berada dalam masa emasnya akhir-akhir ini?

"Hyung, tolong bantu aku." Ucap pemuda itu kemudian.

*

"Ini minumlah. Kau terlihat sangat pucat sekarang." Kata manajer Kang Woo sambil memberikan satu gelas air mineral kepada Nora. Dengan tangan yang sedikit bergetar Nora menerima gelas itu. Tapi tiba-tiba saja Kang Woo mengambil gelas itu.

"Aku bantu. Kau tidak ingin gelas ini akan jatuh dan menimpa lukamu yang baru diobati kan?"

Nora terkejut. Sekilas ia melihat balutan perban yang memutari lengan kanan kakinya.

"Ini. Pelan-pelan." Kata Kang Woo sambil membantu memegang gelas berisi air itu sedangkan Nora meminum isinya.

"Terima kasih." Ucap Nora akhirnya. Kang Woo tersenyum sambil kembali meletakkan gelas itu diatas meja yang terdapat di sebelah ranjang rumah sakit.

"Rumahmu dimana? Kami akan mengantarmu pulang." Kata manajer Kang Woo. Nora seketika menoleh dan menggeleng cepat.

"Tidak perlu. Aku-, aku tidak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri." Jawabnya.

"Tidak. Kami akan mengantarmu. Kami tidak akan membiarkan seorang gadis yang tengah terluka pulang sendirian malam-malam seperti ini. Dimana rumahmu?" tanya Kang Woo.

Nora terdiam. Sepertinya ia tidak bisa menolak permintaan kedua pria itu. Terutama seorang pemuda yang tengah tersenyum lembut sambil menatapnya sekarang. Pemuda yang terlihat sangat ramah itu, bahkan pada seseorang yang baru ditemuinya seperti dirinya saat ini.

Sebuah mobil van putih berhenti tepat di depan gerbang perumahan elit di daerah Gangnam. Seketika lampu dalam mobil itu pun menyala.

"Aku turun disini saja. Kalian tidak perlu masuk kedalam." Ucap Nora sambil bersiap turun.

Kang Woo yang duduk di jok depan sontak memperhatikan sekitar. Sebuah perumahan elit dengan rumah-rumah mewah dii lingkungan itu memenuhi matanya.

"Benar kau tidak apa-apa? Kami bisa mengantarkanmu sampai ke depan rumahmu." Tawar manajer Kang Woo yang disambut anggukan pelan Kang Woo sambil menatap Nora dibelakangnya.

Nora menggeleng dan tersenyum

"Tidak perlu repot-repot. Rumahku tidak jauh. Hanya berjarak tiga rumah dari gerbang ini." Jawab Nora sambil melepas seat belt nya dan mengambil salah satu map transparan dari dua map yang tertumpuk di jok sebelahnya. Bersiap untuk turun.

"Terima kasih telah menolongku. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku jika kalian tidak datang menolongku tadi." Ucapnya sembari tersenyum sambil sesekali membetulkan rambut panjangnya yang menutupi wajahnya.

Kang Woo dan manajernya tersenyum.

"Dan aku tidak tahu balasan apa yang harus kuberikan kepada kalian." Lanjutnya.

"Tidak perlu. Mungkin ini karena kau telah melakukan satu kebaikan yang membuat Tuhan mengirimku ke tempatmu untuk menolongmu tadi." Jawab Kang Woo.

Nora tersenyum manis.

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Maaf telah merepotkan kalian dan terima kasih. Kamsahamnida." Ucap Nora sambil menganggukkan kepalanya pelan lalu membuka pintu mobil. Perlahan ia keluar dan menutup pintu itu. Sejenak ia berdiri di samping mobil itu dan sekali lagi menganggukkan kepalanya yang disambut senyuman dan anggukan yang sama dari dua orang berada didalam mobil. Mobil yang perlahan pergi meninggalkan dirinya.

Di dalam mobil yang semakin menjauh dari depan gerbang perumahan elit itu, Kang Woo sesekali menoleh kebelakang. Memperhatikan gadis yang melangkah pelan memasuki perumahan elit itu.

"Ada apa? Kenapa kau terus memperhatikannya?"

"Tidak Hyung. Hanya saja, kenapa seorang gadis yang tinggal di tempat se elit itu masih mau bekerja di stasiun TV sebagai karyawati biasa?" tanyanya bingung. Manajernya hanya terdiam sambil mengedikkan bahunya. Ia juga tidak tahu alasannya tapi ia tidak ingin memikirkannya hal itu karena yang terpenting sekarang adalah mereka bisa sampai di kantor manajemen tepat waktu dan segera melakukan jadwal selanjutnya untuk anak asuhnya ini.


Permisi! (untuk mendapatkan perhatian dari orang lain)

Panggilan untuk pria yang lebih tua dari sesama pria/ kakak

Terima kasih

Continue Reading

You'll Also Like

15.6K 477 16
Alaz, usulca elini yanında uyuyan Asi'nin karnına doğru indirdi avucunda hissettiği sertlik ve şişlik harici hareketliği sonucu canı sıkıldı, çok sık...
4.1M 88.2K 62
•[COMPLETED]• Book-1 of Costello series. Valentina is a free spirited bubbly girl who can sometimes be very annoyingly kind and sometimes just.. anno...
78.3K 263 11
As the title says
50.4K 1.4K 35
„You are the reason why I'm here today." _-_-_-_-_ After the truth about the relationship between Max Verstappen and Kelly Piquet came out, his world...