For You, I am.

Von j-statham

468K 33.1K 2.5K

-Book 1- Katya Maguire awalnya mengira Zayn Malik yang ia temui itu orang yang dingin, suka membentak, dan te... Mehr

Prologue
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 58
Part 59
Part 60
Epilog
Author's Note
Hello

Part 57

4.7K 398 35
Von j-statham

Bulan keenam, Katya mulai merasakan betapa sulitnya menjadi orang hamil. Ia tiba-tiba merasakan bagaimana dulu ibunya membawanya kemana-mana selama 9 bulan, kemudian melahirkannya ke dunia.

Pasti butuh perrjuangan, pikirnya.

Zayn melarang Katya melakukan aktivitas yang membuatnya kecapekan, jadi Katya hanya menghabiskan hari-harinya di rumah. Ia membaca buku, menonton film, berenang, dan kegiatan lainnya yang cukup menarik.

Katya kadang-kadang menemani Zayn latihan. Walaupun ia hanya duduk sambil melihat Zayn dari kejauhan, setidaknya melakukan kegiatan lain membuatnya tidak mati bosan sendirian di rumah.

Aaron dan Cassie sesekali datang ke rumah untuk membawakan makanan atau peralatan-peralatan bayi. Katya bahkan tidak tahu apa gunanya karena bayinya bahkan belum lahir, tetapi mereka tetap saja membawakannya.

Hari itu Katya hanya diam di rumah, mencoba beberapa resep masakan baru. Ia sudah memasak makanan prancis untuk Zayn, yang mungkin sebentar lagi pulang.

Omong-omong soal Zayn, cowok itu sedikit banyak berubah akhir-akhir ini. Zayn jadi lebih pendiam, lebih serius, lebih tertutup, dan lebih dingin. Zayn jadi seperti Zayn yang dulu—yang Katya kira adalah orang yang mengerikan.

Katya merindukan seringai iseng Zayn, bercandaannya yang membuat Katya jengkel, dan yang lainnya. Sekarang Zayn lagi-lagi berubah pendiam. Katya tahu pasti ada sesuatu yang yang salah. Zayn selalu jadi seperti itu kalau ada yang salah.

Sejujurnya, Katya takut Zayn yang itu.

Kalau sedang seperti ini, Zayn terlihat seolah ia bisa membunuh seseorang hanya dengan sekali tatap. Tetapi kalau tatapan bisa membunuh, mungkin Zayn benar-benar bisa membunuh seseorang hanya dengan menatapnya.

Deru mesin mobil Zayn terdengar dari luar rumah. Katya tidak beranjak untuk menghampiri Zayn, alih-alih hanya diam ditempatnya menunggu Zayn masuk ke dalam rumah.

Zayn masuk beberapa menit kemudian, dengan baju putih dan celana training pendek warna biru. Rambutnya basah seperti habis keramas. Tas adidasnya terselempang di bahu kirinya.

Saat menatap Katya, Zayn menyinggungkan senyum tipis. Ia meletakkan tasnya di sofa depan, kemudian berjalan menghampiri Katya yang kebetulan sedang duduk di kursi meja makan.

“Hari yang berat?” tanya Katya.

Zayn menghela napas, kemudian cowok itu mengangguk muram. Selama beberapa detik Zayn menatap kosong ke arah piring di hadapannya, tetapi akhirnya cowok itu mengangkat dagunya sedikit untuk menatap Katya.

Tiba-tiba, Zayn tersenyum. Sangat manis.

“No matter how hard it is, as long as you’re here when I get home, I don’t mind,” kata Zayn. “I’ll walk through anything just to come home to you.”

Katya tertawa kecil. “Mm-hmm?”

“Mm-hmm,” Zayn tersenyum lagi. Ia beringsut mendekat untuk mencium Katya, lalu kembali ke tempatnya. “Nah, sekarang lebih baik kita makan.”

***

Semakin hari, Zayn semakin takut.

Di bulan ketujuh ini, mereka sudah dua kali mengunjungi Dr. Flynn. Pria itu juga sudah secara terang-terangan mengatakan kalau ini terlalu beresiko. Terlalu memojokkan Zayn pada pilihan yang tidak akan sanggup dipilihnya.

Tetapi Katya bersikeras kalau ia bisa. Semuanya bakal baik-baik saja, begitu Katya meyakini Zayn. Zayn awalnya berpikir seperti itu juga, tetapi ia sama sekali tidak ingin mengambil resiko. Resikonya 50:50, yang artinya, kemungkinan untuk kehilangan Katya sangatlah besar.

Zayn sebisa mungkin mengenyahkan pikiran-pikiran itu dari otaknya karena tentu saja masih banyak cara yang bisa ditempuh, tetapi entah kenapa suatu bagian kecil di otaknya mengatakan bahwa ini semua benar.

Katya harusnya tidak mempertahankan...

Tidak.

Malam itu semakin terasa dingin. Zayn mematikan semua pencahayaan yang ada di halaman belakangnya, sehingga yang dilihatnya sekarang adalah kegelapan total. Tetapi kegelapan itu sama sekali tidak menggentarkannya. Tidak cukup seram untuk membuatnya takut.

Zayn tergoda untuk merokok lagi, tetapi ia sedang tidak ingin mencari masalah dengan Katya, jadi Zayn hanya duduk terdiam sambil menikmati semilir angin malam yang menusuk. Walaupun saat itu musim semi, malam tetaplah malam.

Tiba-tiba, Zayn jadi merindukan Travis.

Ia dan teman bartendernya itu pernah duduk di atap bar sambil menonton orang-orang berkelahi di jalanan. Mereka pernah satu kali membahas tentang malam—kenapa malam gelap dan pekat, dan semacamnya.

Sekarang mungkin sudah sekitar jam 12 malam. Zayn belum mengantuk sama sekali. Ia bosan hanya duduk-duduk disini sambil memandangi sesuatu yang nyaris tidak bisa dipandang. Zayn akhirnya masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu belakang.

Saat Zayn berbalik, Katya tahu-tahu sudah berdiri di depan pintu kamar dengan rambut cokelatnya yang menjuntai, persis seperti hantu. Zayn hampir-hampir terjungkal ke belakang saking kagetnya. Ia berharap wajahnya sekarang tidak seperti habis melihat hantu.

“Hey,” Zayn akhirnya bersuara walaupun yang keluar nyaris seperti cicitan serak. “Kau mimpi buruk atau apa?” tanyanya.

Katya mengangguk. “Mimpi buruk.”

Zayn tersenyum tipis seraya menghampiri Katya dan mengajaknya masuk kembali ke dalam kamar. Katya langsung naik ke tempat tidur sementara Zayn hanya duduk di pinggiran.

“Tidak apa-apa,” kata Zayn. “Cuma mimpi.”

Katya mengangguk lagi. “Aku mau mcdonalds.”

“Apa?”

“Aku mau mcdonalds,” ulang Katya. “Mcdonalds, Zayn.”

Tentu saja, dasar bodoh, Zayn mengutuk dirinya sendiri. Dia kan lagi hamil. Dia boleh meminta apapun kapanpun dimanapun sesukanya.

“Oke,” Zayn tersenyum kecil. “Aku belikan. Tunggu sebentar, ya.”

Zayn menyambar kunci mobil yang ia letakkan di atas meja kecil, mengambil topi dan jaket yang tergantung di belakang pintu, lalu berjalan keluar rumah untuk membelikan Katya mcdonalds.

***

Ketika memasuki bulan ke sembilan, Katya merasa seperti mayat hidup. Ia nyaris tidak bisa makan, tidak bisa tidur, tidak bisa melakukan apapun tanpa merasa kesulitan. Hal-hal kecil yang biasanya dilakukannya dengan mudah sekarang menjadi sangat sulit.

Zayn sedikit-sedikit membantu Katya meringankan bebannya. Cowok itu selalu ada untuk Katya, meluangkan banyak waktu untuk Katya, bahkan terkadang pulang dengan membawa kejutan-kejutan kecil yang membangkitkan semangat.

Katya dan Zayn sudah berbicara dengan Dr. Flynn. Dr. Flynn sudah mengetahui jenis kelamin anak Katya, tetapi Katya dan Zayn tidak ingin tahu karena mereka ingin mendapat sedikit kejutan. Katya dan Zayn bahkan sudah berunding untuk nama anak mereka.

“Aku ingin menamainya Percy kalau dia laki-laki,” katya Katya waktu itu, membuat Zayn yang ada di hadapannya tersenyum antusias.

“Kalau perempuan?”

Katya mengangkat bahu. “Aku suka Alaska,” katanya. “Berasal dari kata Aleyska, yang artinya which sea breaks against.”

“Wow,” Zayn menyeringai. Seperti biasa, cowok itu hanya mengatakan, “Keren. Aku setuju saja denganmu.”

Entah kenapa, Katya sangat berharap anaknya perempuan.

Katya melirik jam dinding ruang tengah yang ternyata sudah menunjukkan pukul 7 sore. Zayn berjanji akan pulang jam 7 lalu mereka akan makan malam romantis (yang mereka hampir tidak pernah lakukan) di restoran dekat sini.

Walaupun itu akan menyita banyak sekali tenaga Katya, tetapi nyatanya Katya sangat senang. Ia sudah rapi dengan dressnya yang baru dibelinya—karena dress lamanya sudah sangat kekecilan—dan sekarang tinggal menunggu Zayn pulang.

Beberapa menit kemudian Katya mendengar suara mesin mobil Zayn, jadi ia mengambil tas selempang kecilnya, lalu berjalan hati-hati untuk menghampiri Zayn.

***

Zayn menyebutnya The Last Good Day.

Malam itu semuanya terasa sempurna. Ia dan Katya makan malam di sebuah restoran yang super cozy, bercanda dan tertawa seperti dua remaja ingusan yang sedang dimabuk cinta. Zayn merasa sangat bahagia sampai-sampai ia takut takdir mengkhianatinya.

Katya memang terlihat sedikit pucat, tetapi di bawah sinar rembulan, mata abu-abunya yang terlihat berkilat-kilat gembira membuatnya semakin cantik. Katya nyaris tidak menggunakan make up tetapi cewek itu tetap saja cantik.

Zayn jadi bertanya-tanya, apakah jangan-jangan Katya ini sebenarnya seorang dewi? Pertanyaan tolol, sih, tetapi bisa jadi. Soalnya kecantikan Katya terkesan natural, seperti sesuatu yang datang dari alam.

Eh, apa dia malaikat, ya?

Entahlah. Persetan dengan semuanya.

“Zayn, jangan lihati aku seolah-olah di wajahku ada sesuatu,” gerutu Katya saat Zayn ketahuan memperhatikan wajah Katya sedetail mungkin. “Kau membuatku gugup.”

“Aku membuatmu gugup?” tanyanya sambil tertawa.

Katya mengangguk. “Sudah, ah.”

Setelah itu, mereka terdiam cukup lama. Katya terlihat seperti sedang memikirkan atau mengkhawatirkan sesuatu, tetapi rautnya sangat sulit dibaca. Zayn harap ia bisa membaca pikiran orang semudah ia membaca tulisan ‘stop’ di pinggir jalan.

Zayn menginginkan malam itu untuk menjadi malam yang sempurna, jadi ia kembali mencairkan suasana. Zayn bercerita tentang hal-hal yang menarik dan lucu, mulai dari teman setimnya sampai cerita film-film yang pernah ditontonnya.

Setelah merasa lelah, mereka memutuskan untuk pulang. Zayn menenggerkan jaket polonya di bahu Katya—kebiasaan yang nyaris dilakukannya tanpa sadar kalau Katya sudah meletakkan kedua telapak tangan di lengannya.

Saat sampai di rumah, Katya berganti baju sementara Zayn memilih untuk mandi terlebih dahulu. Zayn sedang ingin mendi dengan air panas, jadi ia menyalakan pemanas air dan memenuhkan bathub.

Seperti biasa, air panas merilekskan tubuhnya. Otot-otot Zayn yang kaku sehabis latihan tadi siang juga perlahan-lahan mulai lebih rileks. Zayn memejamkan mata, hampir-hampir tidur kalau ia tidak teringat sedang berada di air sekarang.

Tiba-tiba, Zayn teringat akan satu hal.

Ia belum sempat memberikan buku 1001 hal yang disukainya dari Katya, padahal buku itu sudah jadi. Sebenarnya banyak hal yang diulang-ulang atau sengaja ditulisnya berkali-kali karena ia benar-benar menyukai hal itu.

Seperti misalnya, senyum Katya.

Paling tidak Zayn mengulang kata-kata itu tiga ratus kali karena Zayn benar-benar menyukai senyum Katya.

Zayn mungkin akan menghadiahkan buku itu sebagai kado saja saat nanti anaknya lahir. Atau kapanpun disaat yang tepat, yang jelas Zayn pasti akan memberikannya karena ia sudah janji.

Setelah cukup lama berendam, Zayn memutuskan sebaiknya ia pergi ke kamar dan menyusul Katya tidur.

Katya sudah tidur begitu Zayn berbaring di sampingnya, membuat Zayn hanya tersenyum kecil. Zayn berbaring menghadap langit-langit kamar yang putih, membayangkan betapa menyenangkannya hari ini.

Tetapi, Zayn belum sadar akan satu hal.

Itu memang adalah The Last Good Day-nya.

***

Hai! Author udah cepet nih updatenya. Vote&comment yang banyak kek HAHAHAHA

Eh btw author udah ngepost prolog buku keduanya loh! Jadinya judulnya Slightly Infinite, tentang Harry. Silahkan cari di profil author aja bagi yang tertarik buat baca. Kalo engga ya gapapa :3

Part 1 buku kedua nanti ya dipostnya pas cerita ini udah abis. Spoiler banget soalnya kalo dipost sekarang HAHAHA luv u guys

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

45.8K 4.7K 45
《《Siapkah kau jatuh cinta?》》 [Romance Story 15+] Seo Joohyun wanita berusia 27 tahun yang tidak percaya cinta karena masa lalunya, dan berpegang pada...
4.8M 176K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
3.4K 503 12
Bagi seorang penulis, berhalusinasi itu hal yang biasa 'kan?
2K 403 18
Salah kah aku jika memilih dia? #1 hunrene (10 mei 2023)