KAIROS

By inariwritingproject

216K 24.7K 3.4K

Update setiap hari Senin pukul 08.00 WIB. Marco dan Floriska bersahabat sejak lama. Marco si tukang berantem... More

Inari Writing Project
INTRO KAIROS
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
Imajinasi Tokoh
Present
BAB 17
BAB 18
BAB 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Random 0.1
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Between Two Stars
Cuap 0.1
Vote
Kairos Terbit
PO Kairos dibuka

Bab 26

4.1K 592 138
By inariwritingproject

“Mengapa cinta  begitu rumit? Karena meskipun cinta membuat bahagia, cinta juga  membawa kecemasan. Kecemasan akan kehilangan, akan perpisahan, akan pengkhianatan dan segala hal yang akan membawamu dalam kubangan kesedihan pada akhirnya.”

^*^


“Gue nitip Floriska, titip doang dan jangan diapa-apain! Awas kalau lo macem-macem!”

Floriska menyodok rusuk Marco.
“Nggak usah gitu deh, Ko,” protesnya lirih. Arga memperhatikan mereka berdua.

Kabar tentang berbaikannya Marco dan Floriska sudah terdengar di telinga Arga. Ketika dia bertemu dengan Floriska, cewek itu mengiakannya. Membuatnya sedikit merasa kecewa.

Tapi tidak apa-apa, toh Floriska memenuhi janjinya untuk menonton pertandingan futsalnya. Sebuah hal yang membuatnya luar biasa bersemangat.

“Gue ngajak Floriska nonton pertandingan gue, bukan ngajak dia ke hotel cinta, plis deh Bung,” balas Arga tegas lalu beralih kepada Floriska. “Yuk Flo, kita berangkat.”

Floriska mengiyakan ajakan Arga, lalu berpaling pada Marco, “Ko, nitip Bio ya?” pintanya lirih. Merasa tidak enak.

Marco mengangguk, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Floriska. Sengaja karena Arga memperhatikannya. “Nanti, kalau kamu bosen nonton pertandingan dia, pikir aja ke mana kita akan pergi, oke?”

Floriska tak menjawab. Hanya memandang Marco dalam diam.

“Ya udah jalan, hati-hati,” lanjut Marco. Floriska pun beranjak, masuk ke dalam mobil Arga, Marco menutup pintunya. “lo ngebalikan dia jangan malam-malam!” peringat Marco tegas dari kaca jendela mobil yang terbuka. Melewati Floriska.

“Gue tahu, berisik banget deh!” sahut Arga ketus. “Dah, minggir lo kalau nggak mau gue lindes pakai ban. Gue mau jalan nih.”

Mobil pun mulai melaju, dari kaca spion Floriska menatap pantulan bayangan tubuh Marco yang mulai mengecil dan menjauh.

“Jadi, siap nonton pertandingan nggak?” Celutuk Arga membuat Floriska berpaling. “Nanti rame loh, tapi jangan khawatir, ada banyak teman dari sekolah kita kok yang nonton,” Arga memastikan.

Floriska menggeleng, lalu tersenyum. “Nggak kok, nggak apa-apa.”

Pertandingan itu digelar di salah satu kampus di Jakarta Pusat. Suporter dari SMA lain membanjiri gedung olahraga. Arga mengantar Floriska terlebih dulu ke sisi tribun khusus suporter dari sekolahnya sebelum dia bergabung dengan timnya. Ada beberapa teman sekolahnya yang sudah datang dan mereka memandangi Arga dan Floriska dengan ingin tahu.

“Nih, buat jaga-jaga kalau lo nanti bosen,” ujarnya Arga sambil menyerahkan sebuah buku kecil seukuran tiga jari berisi macam-macam ringkasan materi miliknya kepada Floriska. Cewek itu terkejut sedikit lalu terkekeh pelan menerimanya.

“Makasih, tapi aku nggak bisa nonton pertandingan sambil baca flash card.”

Arga mengedikkan bahunya. “Ya siapa tahu, oh ya, sama ini,” Arga mengeluarkan tas kertas kecil dari tasnya sendiri. “Cuma minuman sama camilan,” jelasnya menjawab pandangan bertanya Floriska.

“Nggak usah repot-repot. Serius deh Ga,” Floriska menyahut sungkan.

“Nggak apa, gini aja kok. Ya udah gue gabung sama tim dulu ya?” pamitnya lalu pergi. Setelah beberapa langkah cowok itu berbalik kembali. “Flo, makasih banget udah mau dateng. I’m happy,” ujarnya sambil tersenyum girang.

Mendengar Arga berujar seperti itu, membuat Floriska mengingat dirinya sendiri ketika perayaan ulang tahun Bio. Dia juga merasa seperti itu ketika menikmati kebersamaannya dengan Marco juga Bio. Akhirnya dia pun balik tersenyum dan menyemangatinya, “good luck, Ga!”

Betapa suatu momen terasa jauh lebih indah dengan kehadiran orang-orang kita sayangi.

***

Tim futsal SMA Gama Adiprama keluar sebagai juara dengan skor final 4-2. Membuat tribun suporter riuh dengan teriakan dan tepuk tangan. Floriska tanpa sadar mendapati dirinya di antara suporter-suporter berbahagia itu. Dia merasa gembira, dan tidak menyangkan bahwa bisa juga menikmati acara seperti ini. Sempat dia merasa dia seperti bukan Floriska yang biasanya.

“Maaf lama,” Arga menghampiri Floriska di pintu keluar gedung. Wajahnya basah namun tampak berkilat bahagia. Cowok itu sudah mengganti jersey-nya dengan pakaian kasual. “Teman-teman tim ngerayain bentar di ruang ganti. Maaf ya?”
Floriska menggeleng. “Perayaannya udah selesai?”

“Udah, besok baru tumpengan di rumah Pak Karyo, lagian udah malam. Pak Karyo nyuruh anak-anak cepat balik. Takut ada apa-apa,”
Akhirnya Arga dan Floriska pun berjalan berdampingan menuju parkiran.

“Ga, selamat ya, aku nggak ngerti banget soal futsal, tapi kamu tadi keren,” Floriska bergumam sembari melangkah. Dari empat gol yang tercipta, Arga lah yang menyumbang tiga gol.

“Beneran?” Arga tersipu. Hatinya semakin meledak girang. “Makasih banyak, Flo.”

Floriska hanya membalasnya dengan senyum ringan. Ketika perjalanan pulang, Arga mengajaknya makan malam, tetapi Floriska menolak.

“Atau mau beli sesuatu dulu buat Bio?” tawar Arga lagi sambil fokus menyetir.

“Nggak usah, ada Marco. Palingan Marco ngajak Bio ke McD.” Jawab Floriska sambil menengok jam tangannya. Delapan tiga lima.

Arga manggut-manggut. “Marco dekat banget sama Bio?”

“Banget. Pas kami berantem beberapa hari yang lalu, dan Marco nggak datang ke rumah, Bio ngamuk banget ke aku dan nangis. Pas Papa dan Mama pergi, Bio nggak pernah nangis karena mereka, tapi pas Marco pergi, dia malah nangis dan ngamuk.” Floriska terkekeh kecil.

“Mungkin Bio udah nganggap dia kakak atau malah ayah.”

Floriska merengung. “Aku nggak tahu gimana Marco di mata Bio. Anak itu sudah bukan balita tapi sepertinya dia nggak bisa tertinggal sedikit pun dari Marco. Dia bahkan mulai menyukai segala macam serangga seperti Marco, banyak bertanya dan membaca buku-buku yang diberi Marco. Semacam ensiklopedi anak-anak berbahasa Inggris. Mungkin dia memandang Marco sebagai role model. Entahlah. Tapi aku udah ngewanti-wanti Bio biar nggak niru sifat Marco yang gampang nonjok orang itu,” kekeh Floriska. Tampak begitu riang ketika menjelaskan semua itu.

“Kalau sama gue, dia bisa kayak gitu nggak ya?” celutuk Arga dengan nada cemburu, diikuti dengan kekeh kecil.

Floriska tertawa ringan. Menatap baliho yang menyala sepanjang perjalanan. “Dia gampang bergaul sama orang kok, Ga.”

“Lalu gimana seandainya kalau Marco benar-benar pergi waktu itu?”

Kepergian Marco yang disinggung itu membuat perih sekilas terasa dalam benak Floriska.

“Aku nggak ngerti. Tapi pas aku dan Bio bertengkar, dia sepertinya mengerti jika Marco suatu saat akan pergi. Yang dia nggak bisa terima adalah kenapa aku membuat Marco tak lagi datang ke rumah bahkan sebelum Marco harus benar-benar pergi. Dia sepertinya sangat terluka.”

Arga menggut-manggut. “Pasti sekarang dia udah happy karena Marco udah kembali.”

Happy banget." Sahut Floriska cepat sambil tersenyum kecil. "Malam itu, setelah aku berbaikan sama Marco, esoknya, pagi sekali Marco datang ke rumah. Mungkin nyaris belum subuh. Bajunya masih kusut dan mukanya masih mengantuk. Aku bingung dan tanya kenapa, dia bilang nggak ada apa-apa, lalu dia naik gitu aja ke kamar Bio. Tidur di sana sampai pagi dan berangkat sekolah dari rumahku.” Floriska terdiam sesaat, entah kenapa mendadak matanya berkaca-kaca. Mengingat betapa girangnya Bio pagi itu ketika mendapati Marco tidur di sebelahnya. “Marco sepertinya begitu menyesal nggak menemui Bio hanya karena masalahku dengannya.”

Mendengar semua itu membuat Arga merasa, dia sama sekali bukan apa-apa dibanding dengan Marco.

“Mereka benar-benar dekat, dan kalian sudah seperti keluarga.” Arga mengakuinya meskipun dengan berat hati.

“Semakin kami bertiga begitu dekat, semakin aku nggak mau kehilangan dia.” Setelah berkata seperti itu, Floriska langsung menyesal. Maaf Ga, aku nggak bermaksud…”

“Nggak apa-apa kok,” sambar Arga. Tersenyum hampa, tanpa menatap Floriska.

Dan mereka pun tak saling bicara sampai mobil Arga berhenti karena lampu merah.

“Lo dulu pernah bilang ke gue kalau nggak mau sampai ke tahap pacaran sama Marco, tapi gue lihat lo sama Marco makin dekat setelah berantem kemarin. Ada yang beda sama Marco kalau gue perhatikan,” Arga nekat berkata blak-blakan sehingga dia mendapatkan perhatian penuh Floriska. “Gue emang nggak ngerti pasti apa yang terjadi di antara kalian berdua, tapi sekarang gue jadi mulai paham kenapa lo nggak mau ke tahap pacaran. Karena lo benar-benar serius nggak mau kehilangan hubungan persahabatanmu kalian dan juga karena Bio.”

Floriska mendadak terhenyak mendengarkan semua perkataan Arga. Dia bahkan lupa jika pernah berkata seperti itu. Dia lupa bahwa, cinta bisa menghancurkan segalanya. Dia lupa bahwa orangtuanya saling berhenti bicara dan berpisah karena cinta di antara mereka telah padam.
Dan dia baru menyadari setelah ditampar ucapan oleh Arga, bahwa dia dan Marco sedang mulai melangkah ke jenjang itu saat ini.

Hatinya yang sekarang sering berdebar akan kehadiran Marco, perasaan gelisah yang mulai dia rasakan tiap malam, bayangan Marco yang selalu memenuhi pikirannya dan perubahan sikap Marco padanya…

Go out with me, Flo!

“Floriska,” suara Arga membuyarkan lamunannya. Dia pun menatap Arga yang balik menatapnya serius. “Pacaran sama gue, Flo.”

Lampu berwarna kuning padam dan lampu berwarna hijau menyala. Mobil kembali melaju pelan. Permintaan itu datang mendadak, di tengah kemacetan jalan raya dan lalu lintas yang semrawut.

“Hah?”

“Jangan bilang kalau lo udah jatuh cinta sama Marco, Flo.” Lanjut Arga seakan tahu apa yang sedang ada di pikiran cewek itu. “Lo tahu sendiri apa akibatnya nanti pada hubungan kalian berdua. Dan jika itu memang udah terjadi, dan lo nggak menginginkan perasaan itu, gue pengin bantu lo. Api yang sedang membara itu emang susah buat dipadamin. Butuh waktu. Bahkan seringkali butuh bantuan orang lain agar segera padam. Dan gue mau jadi orang yang madamin api di hati lo itu.”

Floriska tertegun, tak mampu berbicara satu kata pun.

“Gue suka sama lo Flo, dan gue pengin banget jadi bagian dari hidup lo dan sebaliknya. Gue emang belum kenal banget sama lo atau kehidupan lo, tapi perasaaan gue ke lo udah begitu adanya. Gue nggak bakal misahin persahabatan lo sama Marco, tapi gue bisa jadi alternatif perasaan lo.” Arga menjeda kalimatnya ketika mobil kembali berhenti karena lalu lintas yang macet, kemudian Arga menatap serius Floriska. “Jatuh cinta sama gue, Flo, dan tetaplah bersahabat dengan Marco.”

------
------

I'm back 😊

Udah kangen Marco belum? Hihihi
Libur satu part, giliran muncul malah si Arga ^^

Arga itu baik loh. Jangan benci dia ^^

Ps : buat nemenin gabut kalian pas nunggu Kairos update, boleh banget baca White & Grey 🤗
Cek di akunku ya marcelynay
Ceritanya gak kalah seru juga loh ^^

Continue Reading

You'll Also Like

575K 27.5K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
4.9M 388K 37
[DIMOHON BUAT READER'S SEBELUM BACA CERITA INI UNTUK TAHU KALAU INI MENCERITAKAN TENTANG TRANSMIGRASI YANG CUKUP KLISE. JADI JIKA ADA KALIMAT YANG SA...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 60K 27
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.8M 230K 69
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...