We Find The Way ✔

By hoiland_

8K 1.1K 1K

[SELESAI] Cerita tentang Gendis. Si gadis ceroboh dan petakilan. Dipenuhi masalah keluarga yang seperti tak a... More

BAGIAN 1 - CUILAN SURGA
BAGIAN 2 - 4 SAUDARA
BAGIAN 3 - TERIMA KASIH UNTUK HUJAN
BAGIAN 4 - TUGAS KELOMPOK
BAGIAN 5 - NGINEP (1)
BAGIAN 6 - LO NGGAK SENDIRI!
BAGIAN 7 - NGINEP (2)
BAGIAN 8 - KOMUNIKASI
BAGIAN 9 - DOA DAN USAHA
BAGIAN 10 - ADA APA DENGAN NUNU?
BAGIAN 11 - JALAN KELUAR
BAGIAN 12 - CURHAT
BAGIAN 13 - TINGGAL SATU LAGI
BAGIAN 14 - KETAHUAN TIDAK YA?
BAGIAN 15 - PENGAKUAN
BAGIAN 16 - SIAP 86
BAGIAN 17 - PAMIT
BAGIAN 18 - GAME OVER
BAGIAN 19 - INFLUENZA
BAGIAN 20 - ATTA
BAGIAN 21 - REZEKI
BAGIAN 22 - BISMILLAH
BAGIAN 23 - JALAN BERTIGA
BAGIAN 24 - KAPAN MAU NGLAMAR?
BAGIAN 25 - SIAP NIKAH
BAGIAN 26 - DROP OUT
BAGIAN 27 - DITUNDA
BAGIAN 28 - QUALITY TIME
BAGIAN 29 - SAH
BAGIAN 30 - TUKANG SERVIS
BAGIAN 31 - ADEK, HARUS KUAT
BAGIAN 32 - SEBUAH TULISAN TANGAN
BAGIAN 34 - BAGAI DIKURUNG, WALAU TAK DIPENJARA
BAGIAN 35 - HARUS MULAI DARI MANA?
BAGIAN 36 - FILOSOFI KAKTUS
BAGIAN 37 - SESI PEMOTRETAN
BAGIAN 38 - PIKNIK, YUK?
BAGIAN 39 - TENTANG WAKTU
BAGIAN 40 - AKU SAYANG KALIAN (Akhir)
BAGIAN 41 - ANGGER (Special Part)

BAGIAN 33 - MAAF

168 29 36
By hoiland_

Hari ini Gendis rilis dari rumah sakit. Setelah sekitar semingguan dia menginap disana.

"Gue gendong ya, dek?" tawar Kula.

"Nggak perlu lah mas, adek masih bisa jalan." Gendis perlahan turun dari mobil. Kula was-was saja, takut Gendis sakit lagi. Namun tetap saja, Kula mangkat untuk memapah Gendis. Percuma menolak, Kula akan terus memaksa.

"Adek bobonya di kamar mas Lanang aja, yang deket." Jelas bapak. Gendis menurut, begitu masuk kamar. Masih tertinggal aroma maskulin milik Lanang, disana.

"Istirahat ya dek," Gendis mengangguk setelah Kula mengantarnya sampai pintu kamar.

Dingin, kasur Lanang yang memang jarang digunakan. Dengan perlahan, Gendis merebahkan tubuhnya disana. Tapi seketika beranjak lagi, Gendis melihat tas gendong rajut warna cokelatnya, mengambil agenda yang sekarang mulai dia isi dengan tulisan. Lebih ke positif selftalk, sih, dia menulis tentang apa yang dia dapat satu hari itu. Walaupun hanya sekedar, 'terima kasih Ya Allah, masih memberiku nafas hari ini'.

"Dek," Gendis mendanga, ketika kepala Panji menyembul dari balik pintu. Lalu berjalan mendekat dan ikut duduk di kasur. Tangan kanannya membawa dua kantong kain, Panji mulai membukanya, dan memunculkan sebuah boneka dari dalam sana. Tetapi Gendis dibuat tertawa karena kelakuan Panji yang menirukan ekspresi dari boneka kucing teler itu.

"Mamas, ih." Panji ikut terbahak. Lalu memberikan bonekanya pada adeknya itu.
"Makasih,"

"Mirip sama adek, tuh."

"Kok?"

"Teleran." Seketika, Panji boneka kucing itu mendarat di wajah Panji. "Aw!" sebenarnya tidak sakit, Panji cuma pura-pura. "Kan sekarang adek gampang teler." Gendis cuma memberenggut kesal.

"Sama ini, titipan dari Atta." Gendis membukanya sendiri, isinya juga boneka, tapi boneka sapi, pakai syal pink polkadot. Ah! Gendis meleleh. "Jangan baper, inget yang ada di luar negri." Asem memang, mamas satu ini. Gendis jadi merona, kan.

"Makasih," Gendis memeluk keduanya. "Em, mas." Panji menoleh, lalu mengangkat kedua alisnya, seperti bertanya 'ada apa?'
"Boleh tanya, nggak?"

"Boleh," ucap Panji sambil menganggukkan kepalanya.

"Kakak yang kemarin itu siapa?" Panji terhenyak, namum kembali ke mode tenang sedetik kemudian.

"Yang kemarin ... "

-WFTW-

Kemarin.

"Panji?" atensi Panji dan Gendis teralih. Pada gadis di depan mereka, meskipun jaraknya lumayan jauh. Gendis mengalihkan fokusnya ke Panji.

"Adek, duduk dulu sini ya?" Gendis mengangguk, dia duduk pada kursi panjang yang ada di lorong. Dia dan Panji ceritanya lagi jalan-jalan. Gendis bosan, lagipula Panji tidak mau ditinggal berdua dengan seorang gadis. Nanti jadi fitnah. Tapi, bukan konsumsi juga buat Gendis. Panji memberikan ponselnya, takut Gendis bosan.

Panji berderap menuju gadis yang masih berdiri mematung di hadapannya. Walaupun dulu dia punya masalah, tapi setidaknya, dia ingin menyapa.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam."

"Hanum, gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah, baik. Lo?"

"Gue baik," Panji ikut mengarahkan pandangan yang sama dengan Hanum, ke arah gadis berpiyama pasien, sedang duduk, asik membaca webtoon. "Adek gue." Hanum ber-oh ria.

"Sakit?" Panji manggut-manggut.

"Lo ngapain disini?" Hanum seperti salah tingkah. Namun terselamatkan berkat mamanya keluar.

"Hanum ngapain, lama bang ㅡ," ucapan seorang wanita terpotong kala melihat Panji. "Oh, ada temen kamu rupanya. Mama mau ambil minum, kamu jagain papa, ya?" Hanum mengangguk.

"Papa kecelakaan," ucapan Hanum menjawab pertanyaan diotak Panji.

"Boleh jenguk?" Hanum terkesiap. Tapi kemudian mengiyakan.

"Dek, masuk, yuk bentar."

-WFTW-

Mata Panji beradu tatap dengan papanya Hanum. Rautnya nampak berbeda. Lalu menunduk. "Bapak sudah baikan? Maaf, saya datang mendadak. Jadi tidak membawa apa-apa." Pria itu menggeleng.

"Nggak papa, nak Panji sudah mau jenguk saja saya sudah senang." Papa Hanum tersenyum, miris. "Padahal kami pernah menyakiti kamu."

"Sudahlah, saya sudah melupakan itu." Iya, Panji sudah ikhlas. Dia tak mau mengungkitnya lagi.

"Nak Panji, kami minta maaf untuk perlakuan kami dulu. Tidak seharusnya kami berbuat itu. Kami menyesal. Dan maafkan anak saya, karena telah memfitnah kamu. Dia sudah mengakui semuanya. Kami malu, sungguh malu." Hanum mulai terisak disamping Gendis yang bengong duduk di sofa, disebelah Hanum.

"Kamu masih bisa masuk kuliah lagi, maaf karena tidak etis kami minta maaf seperti ini. Sebenarnya kami sudah berniat mendatangimu. Kami benar-benar menyesal. Tapi kami malu hanya untuk sekedar minta maaf." Panji tersenyum, papa Hanum saja heran.

"Saya sudah memaafkan bapak sekeluarga, sebelum bapak minta maaf. Dan saya tekankan lagi, saya sudah lupa akan hal itu. Tidak perlu dibahas lagi. Untuk kuliah, saya akan memikirkannya nanti. Karena sekarang, saya sedang merintis bisnis, pak. Terima kasih karena memecat saya dari kampus. Saya jadi mandiri." Panji mengakhiri kalimatnya dengan seulas sunggingan dibibirnya. Hanum juga terhanyut dengan ucapan Panji. Gendis bahkan sudah menatap bangga pada kakaknya sejak tadi. Bukan Panji cari muka atau apa. Panji sedang bicara dari dalam hatinya. Metal sekali, kan, dia? Iya, metal. Melow total. Biarlah!

"Kamu menyindir saya?" papa Hanum terkikik geli karena Panji yang juga terkekeh. "Terima kasih sudah memaafkan kami. Saya tunggu di kampus."

-WFTW-

Sekarang.

"Oh, jadi dia orangnya. Cantik ya?" Panji mengangguk, mengakui. "Mamas suka?" Panji mendelik, walau matanya tetap sipit.

"Nggak lah, kamu ini ada-ada aja. Kalau suka, udah mas lamar." Giliran Gendis yang mendelik.

"Jadi mamas udah bener-bener ikhlas." Lagi-lagi, Panji mengangguk, sebagai jawaban. "Mamas jadi kuliah, lagi?"

"Belum tahu, ntar bicarain dulu sama mamah, sama bapak. Tidur gih, pasti capek. Oiya, ada salam dari Azka."

"Wa'alaikumussalam."

"Mas, keluar ya?" Panji mengusap lembut kepala Gendis. "Tidur."

"Iya."

-WFTW-

Selepas menutup pintu. Panji tidak langsung pergi, dia bersandar disana. Pikirannya berkecamuk. Dia juga tidak tahu sedang memikirkan apa, otaknya sibuk sekali rasanya, tapi tidak ada hasil apa-apa.

"Panji," langkah Panji terhenti. Lalu berbalik memandang si pemanggil. "Meskipun udah terlalu lama. Tapi gue mau bilang, maaf, buat semuanya. Gue emang pengecut, ya?"

"Pengecut?" Panji tersenyum simpul, "pengecut itu, buat dia yang nggak mau bilang maaf sama orang, tapi yang lebih pengecut lagi dia yang nggak mau maafin kesalahan orang. Gue tahu, lo butuh pemikiran berkali-kali lipat untuk bilang maaf. Gue juga nggak bisa langsung nerima. Berat memang, sulit, gue akui itu. Mengakui kesalahan tidak akan mencoreng nama baik kita, atau menjatuhkan harga diri kita, kan? Justru malah membuat kita menjadi terhormat." Panji menunduk lalu mengangkat kepalanya lagi kemudian. "Gue menghargainya."

-WFTW-

Ciyeeeett... Ulu-ulu, Panji...

Boneka sapinya...jadi pengin, siapa yang mau ngasih emak?

-Kagak ada mak!

Oh oke.

Mulmed bukan punya ana.
Terima kasih sudah membaca.

Salam hangat,
HOI

Wonosobo, 08 Februari 2019.

Continue Reading

You'll Also Like

167 64 12
Kisah seorang pria berkursi roda dan artis idolanya yang tampan rupawan
5.6M 376K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
6.2M 264K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
32.8K 3.3K 59
Summary? Go check to the history ~ PROSES REVISI ~