KAIROS

By inariwritingproject

216K 24.7K 3.4K

Update setiap hari Senin pukul 08.00 WIB. Marco dan Floriska bersahabat sejak lama. Marco si tukang berantem... More

Inari Writing Project
INTRO KAIROS
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 16
Imajinasi Tokoh
Present
BAB 17
BAB 18
BAB 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Random 0.1
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Between Two Stars
Cuap 0.1
Vote
Kairos Terbit
PO Kairos dibuka

BAB 15

4.7K 629 92
By inariwritingproject

“Mengapa seharusnya tidak ‘jatuh cinta’? karena ketika ‘cinta’ itu menghilang, yang tersisa hanyalah ‘jatuh’. Dan ‘jatuh’ itu menyakitkan.”

^*^

“Sekarang apa?” tanya Galang sembari menyedot Thai Tea di stan kecil minuman tak jauh dari toko buku.

“Nunggu,” jawab Marco. Cowok itu duduk tegang di salah satu kursi plastik. Tangannya memegang minuman dan mata tetap menerawang ke toko buku. Setelah terpergok Bio, Marco terpaksa memutuskan segera ke luar dari toko buku karena takut kepergok salah satu dari mereka lagi.

“Sebenarnya rencana lo apaan sih, Ko?”

“Rencana gue bakalan berjalan pada waktunya,” balas Marco percaya diri. “Lo ikut gue aja, entar lo bakalan tahu.”

Tak lama kemudian, Marco melihat ketiga obyek mata-matanya keluar dari toko buku. Tampak Floriska berjalan bersisihan dan bercanda dengan Arga. Sementara Bio mengekor di belakang mereka.
Kenapa mereka berdua terlihat begitu akrab? Floriska tak pernah seperti itu ketika bersama dengan cowok lain selain dirinya. Bahkan bersama Ibram pun Floriska sering kehilangan selera humornya.

Senyum dan tawa Floriska adalah sesuatu yang mahal bagi Marco dan sekarang, betapa mudahnya Arga mendapatkan hal itu dari sahabatnya. Tiba-tiba dia merasa ada balok es batu yang tiba-tiba muncul di dalam dadanya.

Marco terus mengikuti Arga dan Floriska turun sampai ke lantai dua, dan di sana mereka berjalan menuju restoran cepat saji yang ditunjuk Bio. Semua sepertinya berjalan seperti yang Marco pikirkan. Floriska pasti makan malam bersama Arga. Kata Ibram, biasanya cewek itu jatuh cinta pas diajak makan bareng. Itu lah yang membuat Marco ketar-ketir.

“Gue juga lapar,” celetuk Galang tiba-tiba.

“Gue tahu, entar lagi gue traktir makan,” sahut Marco.

“Lo mau masuk ke sana?” ulang Galang. “Jangan bilang rencana lo itu mau ngerecokin mereka?”

Marco membalas hanya dengan cengirian licik. Dia berdiri tak jauh dari restoran, mengamati Floriska mengambil tempat duduk dan Arga memesan makanan. Begitu Arga dan makanan datang, Marco mengajak Galang masuk ke restoran itu.

Awalnya Marco memilih meja yang tak jauh dari Floriska dan Arga berada. Galang pun mengikutinya dengan santai seakan-akan tidak tahu mengenai keberadaan Floriska.

Meski berlagak santai, Marco dengan berisik menarik kursi yang kakinya terbuat dari besi sampai menggesek lantai dan menimbulkan bunyi memekakkan telinga. Sehingga beberapa pengunjung restoran banyak yang menatap ke arahnya. Termasuk Floriska, Arga dan Bio.

“Marco!” seru Floriska terkejut.

Marco menoleh dengan lagak kaget, “oh, kamu Flo, di sini juga?”

Floriska tampak tercengang kemudian mengangguk perlahan. Matanya bergantian menatap Marco dan Galang. Di depannya, Arga menatap Marco sama kagetnya dengan Floriska dan Bio diam-diam nyengir sembari mengangkat ketika jarinya.

“Oh, ini aku lagi jalan sama Galang,” terang Marco lagi dan Galang langsung mengangguk meyakinkan. Sungguh Marco tak keliru mencari partner mata-mata “Gue gabung ya? Nggak enak nih, masa satu sekolah duduknya beda meja,” kata Marco kali ini kepada Arga dan tanpa menunggu persetujuan, dia menyeret kursi dan bergabung di meja mereka.

“Kalau gitu, gue yang pesan makanan,” sahut Galang. “Lo mau apa, Ko?”

“Terserah lo deh, oh ya pakai duit gue dulu aja, biar ada kembaliannya. Gue butuh receh buat bayar parkiran,” terang Marco sambil membuka dompetnya, mengambil uang dan memberikannya pada Galang dengan senyum penuh arti. Tak menyangka, rencananya berjalan begitu mulus sejauh ini. Asal Bio tidak keceplosan saja.

“Udah dapat bukunya, Flo?” tanya Marco lagi untuk memecahkan keheningan yang timbul akibat kedatangannya yang tak disangka-sangka. Entah kenapa, Arga dan Floriska tampak begitu tertegun melihatnya.

“Udah kok,” jawab Floriska. “Tumben kamu jalan di mal, Ko?” tanya cewek itu lagi dengan pandangan yang aneh. “Biasanya kamu sama teman kamu suka main di tempat boling.”

“Galang butuh penyegaran sekaligus dia pengin dapat cewek baru. Di tempat boling isinya kebanyakan cowok semua. Jadi ya nggak mungkin kita jalan ke sana buat cari cewek baru,” terang Marco lancar. “Ya kan, Ga? Lo kan cowok, pasti paham maksud gue,” todong Marco pada Arga.

“Sori, tapi gue nggak hobi main ke tempat boling. Jadi gue nggak paham,” balas Arga kaku. Ekspresinya tampak begitu terganggu melihat kehadiran Marco.

Marco hanya mengangguk santai mendengar jawaban Arga.

“Nggak paham tapi udah berpengalaman,” sindir Marco halus.

“Apa maksud lo?” balas Arga.

“Nggak ada, udah lo lanjutin makan aja,” jawab Marco santai sambil tersenyum. “Eh Bio, beli buku apa tadi?” tanya Marco kemudian kepada Bio yang duduk berhadapan dengannya. Anak itu masih nyengir pada Marco.

“Buku tulis sama peralatan tulis. Juga ini.” Bio menyorongkan buku anak tentang serangga pada Marco. Buku itu tipis dan penuh warna.

“Ini bagus,” komentar Marco sambil mengamati buku itu.

“Aku nggak suka. Aku mau yang lebih besar dan tebal kayak punya Kak Marco,” jawab Bio sambil melirik Floriska dengan agak sebal. Cewek itu hanya balas melirik Bio sembari meneruskan mengunyah makanannya.

“Itu bagus buat kamu, Bio. Berwarna dan tulisannya besar-besar,” sahut Arga lembut. “Kak Marco dulu pasti belajar dari buku seperti ini juga,” lanjut Arga dengan nada yang terdengar meremehkan.

“Kak Marco nggak punya buku semacam ini di rumahnya,” sergah Bio serius. “Buku Kak Marco tebal-tebal. Satu gambar serangga ada banyak tulisannya. Bukan kayak buku itu, itu kan kayak buku anak TK. Buku Kak Marco keren-keren dan cuma dijual di luar negeri.”

Arga menaikkan alisnya mendengar penjelasan Bio yang berapi-api itu. Membuat Marco melipat tangan di dada dan tersenyum bangga. Dia merasa begitu keren saat ini.
Good job, Bio.

“Bio, habisin makananmu dulu,” tegur Floriska. Tapi Bio terlihat tak mendengarkan karena melanjutkan coletahannya.

“Kak Arga tahu, Kak Marco punya ruangan yang penuh serangga dari seluruh dunia di rumahnya.” Bio makin bersemangat. “Tiap kali masuk ke ruangan itu, Kak Marco selalu pakai jas warna putih, pakai sarung tangan, terus mengamati satu persatu serangga dalam tangki dan mencatat di buku. Pokoknya keren banget, lah, kayak professor yang ada di film-film superhero.”

Entah karena benar-benar terpukau dengan kisah Marco atau entah terpukau dengan cara bicara Bio mengenai kehidupan Marco, Arga tampak bingung menanggapi adik Floriska itu. Dia hanya batuk kecil kemudian menyuruh Bio melanjutkan makannya. Sementara Bio dengan iseng mengangkat ketiga jarinya kepada Marco yang dibalas dengan Marco dengan hal yang sama sambil nyengir.

“Keren!” seru Bio.

“Apa itu?” sambar Floriska sambil menatap bentuk tangan Bio.

“Keren, Kak Flo, keren!” ulang Bio pada Floriska sambil menyorongkan tangannya kepada Floriska yang memandangnya heran. Marco terkekeh.

“Oh ya Flo, kita nanti bakal dikirim ke Semarang cuma berempat. Bareng Pak Alif supir sekolah sama Bu Isma,” celetuk Arga.

Floriska menanggapinya hanya dengan mengangguk karena masih mengunyah makanan.

“Kita juga harus lebih banyak belajar bareng Flo, soalnya banyak peserta dari kota lain yang udah langganan dapat emas,” lanjut Arga lagi.

Marco batuk kecil dengan sengaja lalu berujar. “Aku punya teman, dia langganan dapat penghargaan olimpiade internasional. Tapi dia nggak ribet kayak lo yang dikit-dikit minta belajar bareng. Lagian kalian kan peserta olimpiade individual bukan tim.”

“Lo nggak pernah ikut olimpiade jadi lo nggak akan ngerti,” balas Arga.

“Hanya karena orang nggak pernah melakukan bukan berarti orang itu nggak ngerti. Selama ini Floriska selalu belajar sendiri tanpa dibantu orang lain. Nilainya juga selama ini selalu jauh lebih tinggi daripada lo. Seharusnya lo yang belajar lebih rajin, bukan dikit-dikit nyuruh Floriska belajar bareng.”

“Marco,” tegur Floriska.

“Memang apa salahnya sih belajar bareng?” tanya Arga dengan suara sedikit meninggi.

Marco baru saja akan membuka mulut, tapi Galang datang membawa nampan makanan, sehingga dia harus bergeser untuk memberi tempat pada cowok itu.

“Antri banget. Sori lama nunggu,” kata Galang sambil meletakkan makanan milik Marco di hadapan cowok itu.

Marco berterima kasih lalu mulai makan, sehingga selama beberapa saat meja itu hening. Hanya terdengar suara sendok yang membentur piring.

“Flo, kamu tadi ke sini bawa motor sendiri?” tanya Marco setelah selesai makan.

“Naik taksi,” sahut Bio, seketika membuat pandangan mata Marco tertuju serius kepada Floriska. Cewek itu tampak balik memandang Marco tanpa ekspresi.

“Kalau gitu, kamu sama Bio pulang sama aku. Aku ke sini bawa mobil Om Dewo,” ujar Marco dengan nada yang terdengar tak bisa dibantah.

“Tumben bawa mobil?” tanya balik Floriska.

“Kamu udah tahu kan, kalau Tante Sandra udah berhari-hari ngomel nyuruh aku bawa mobil Om Dewo biar nggak rusak karena nganggur. Dan kamu sendiri, tumben naik taksi?”

“Aku pengin naik taksi,” jawab Floriska datar.

“Biar gue yang antar dia pulang,” sahut Arga tegas.

Marco kembali menatap Floriska. “Kamu pulang sama aku,” ujarnya.

“Lo nggak bisa gitu, Ko. Gue yang ngajak dia, gue juga yang harus nganter dia pulang,” balas Arga lagi. Kali ini dengan nada lebih serius membuat suasana mendadak tegang.
Bio dan Galang tampak bingung mengikuti percakapan ini.

“Nggak perlu, udah ada gue. Biar gue yang antar dia. Rumahku searah sama rumah Floriska,” balas Marco keras kepala. “Udah selesai makan kan kalian berdua?” tanya Marco pada Floriska dan Bio. “Kalau gitu kita pulang,” lanjutnya kemudian bangkit berdiri.

“Bisa nggak, lo nggak seenaknya sendiri gitu?” sergah Arga. Dia ikut bangkit berdiri. Tampak mulai terpancing emosinya “Pertama lo tiba-tiba gabung di meja gue sama Floriska, terus lo tiba-tiba minta dia pulang sama lo padahal sejak awal dia pergi sama gue. Gue cowok yang bertanggung jawab. Gue yang ngajak, gue juga yang antar dia pulang.”

“Kalau lo tanggung jawab, dari awal lo nggak akan ngebiarin dia naik taksi demi ketemu lo. Lo sendiri dikit-dikit ngajak dia belajar bareng, sebenarnya lo cuma manfaatin dia kan karena dia lebih pinter dari lo kan.”

“Gue nggak gitu,” sergah Arga. “Dan kalau lo selalu aja iri karena gue dan Floriska bakal mewakili sekolah di olimpiade nasional, lo seharusnya ikut daftar sejak awal.”

“Sori, tapi gue nggak butuh dapat penghargaan buat nunjukin siapa gue di depan semua orang,” balas Marco dengan mata mendelik kepada Arga.

“Marco, kenapa sih gini aja ribut?” sambar Floriska. Dia ikut berdiri dan suasana semakin terasa tegang. Beberapa pengunjung restoran menatap mereka dan Floriska menyadari hal itu. Cewek itu pun segera menyambar tas dan barang belanjaannya. “Ayo ke luar dari sini,” ajaknya sambil melangkah ke luar restoran lebih dulu.

Di luar restoran, Floriska mengajak Marco memisahkan diri dari yang lainnya.

“Kamu pulang sama aku, Flo. Nggak usah bareng Arga,” ujar Marco dengan serius.

“Aku pulang bareng Arga. Kenapa? Karena dari awal kesepakatannya kayak gitu. Aku yang pengin naik taksi biar dia nggak muter jauh buat jemput aku dari Perpustakaan Kota. Dan aku nggak paham kenapa kamu tiba-tiba muncul di sini,” balas Floriska.

“Aku nemenin Galang jalan,”
Floriska menatap Marco ketus. “Galang nggak keliatan seperti cowok yang pengin nyari cewek di mal. Aku tahu kamu sengaja ke sini. Aku nggak masalahin sebenarnya, cuma pengin tahu, alasan kenapa kamu yang selalu berusaha ngajak berantem Arga.”

“Aku cuma khawatir,” balas Marco tak mau kalah.

“Oh, cuma khawatir. Asal kamu tahu, aku cuma jalan sama teman sekolah kita dan dia bukan pembunuh berantai,” balas Floriska sambil melipat tangan di dada. Marco membisu. “Aku pikir kamu benar-benar pengin aku agar ikut olimpiade itu, tapi kalau kamu kayak gini terus, aku jadi ragu kamu emang tulus atau nggak bantuin aku. Aku masih bisa mengundurkan diri dari olimpiade besok pagi kalau kamu tetap bertingkah kayak gini.”

“Kamu nggak percaya aku tulus gantiin kamu jaga Bio biar kamu bisa ikut olimpiade?”

“Bukan itu yang aku maksud,” sergah Floriska dengan kesal. “Dan kayaknya kamu nggak bakal pernah ngerti dengan apa yang aku maksud. Intinya beri aku ruang buat menyelesaikan persiapan olimpiade ini dan jangan terus ngajak ribut Arga!”

Marco menghela nafas ringan sebelum menjawab. “Kamu sepertinya pengin banget terus bareng sama Arga. Kamu suka dia?”

Floriska tampak tercengang.

“Menurutmu orang seperti aku keliahatan seperti orang yang gampang kencan?”

“Mungkin aja,” balas Marco sambil melengos.

“Menurutku kamu juga nggak tampak seperti orang yang cuma mengkhawatirkan sahabatnya. Kamu bersikap seperti orang cemburu, Ko, dan itu sangat mengesalkan,” tutup Floriska lalu berbalik pergi meninggalkan Marco yang tercengang mencengarkan ucapannya.

---------
---------

Menurut kalian, Floriska jadi pulang bareng siapa? ^^

See you next week bye bye bye 🖑

Continue Reading

You'll Also Like

866K 6.2K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
2.1M 97.7K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
2.4M 120K 26
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...
777K 57.4K 62
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...