AZURA

By saviraprl

81.2K 2.4K 89

[Untuk pembaca usia 15 tahun ke atas] "Apa yang kamu lakukan, baik atau buruk, pasti akan mendapat balasan. M... More

Tolong di baca terlebih dahulu
Chapter 1 - Ketakutan.
Chapter 2 - Aku tidak salah!
Chapter 3 - Iya, itu kamu.
Chapter 4 - Bagaimana ini?
Chapter 5 - Aku sudah move on!
Chapter 6 - Aku kesal kepadanya.
Chapter 7 - Ini masalahku.
Chapter 8 - Aku tidak bermaksud.
Chapter 9 - Maafin aku.
Chapter 10 - Apa yang aku harapkan?
Chapter 11 - Jangan seperti itu.
Chapter 12 - Jangan ikut campur.
Chapter 13 - Aku tetap membantunya.
Chapter 14 - Sisi lain Garel.
Chapter 15 - Bukan double date.
Chapter 16 - Jangan membuatku sebal!
Chapter 17 - Mereka marah.
Chapter 18 - Mereka pergi, aku sendiri.
Chapter 19 - Menggores luka.
Chapter 20 - Keras kepala.
Chapter 21 - Aku adalah mataharinya?
Chapter 22 - Mood Booster.
Chapter 23 - Aku ingin membebaskannya!
Chapter 24 - Ini memang konyol.
Chapter 25 - Segigit marshmallow.
Chapter 26 - Hari pertama.
Chapter 27 - Bertemu musuh.
Chapter 28 - Satu persatu rahasia terbongkar.
Chapter 29 - Dia kekasihnya?
Chapter 30 - Berbohong untuk kesekian kalinya.
Chapter 31 - Kecanduan?
Chapter 32 - Dia tau.
Chapter 33 - Sangat pahit.
Chapter 34 - Stupid!
Chapter 35 - Bohong atau jujur?
Chapter 36 - Apa ini akhir?
Chapter 37 - Berani melawan.
Chapter 38 - Siapa yang menang?
Chapter 39 - I'm (not) fine.
Chapter 40 - Sampai di sini.

Chapter 41 - Lembar Baru

2.8K 71 63
By saviraprl

Beberapa tahun kemudian.

Aldan, Zio, Hasta, dan Marsel tidak pernah berubah kelakuannya, masih sama seperti anak SMA. Mereka suka tidak sadar umur ketika sedang berkumpul. Pantesan mereka masih menjomblo sampai sekarang. Aku khawatir mereka saling ada rasa satu sama lain.

Rani pernah menyatakan perasaannya langsung kepada Hasta, dan tentu saja di tolak mentah-mentah. Aku ingin mendekatkan mereka lagi, namun Hasta mengancamku.

"Nyerah gue main sama kalian!" seruku

Aku menghapus bedak bayi di wajahku yang membuat wajahku cemong.

"Lo juga sih, udah tau nggak bisa main UNO malah sok-sokan ikutan. Mereka tuh licik." ucap Alodie

Aku mendelik kesal.

"Mending lo ikut gue ke café Aroma."

"Ayo!" seruku. "Bayarin ya tapi."

Alodie memutar bola mata.

"Kan lo tinggal gesek doang pakai ATM laki lo."

"Ngomong sini sama sikil gue."

"Udah jadi istri, ngomong yang beneran dikit." ucapku. "Heran gue sama laki lo, demen banget dia sama lo dari dulu. Pacaran sampai bertahun-tahun terus ngajak nikah. Padahal gue doain kalian putus loh."

Alodie menjitak kepalaku cukup keras. Aku balik menyentil keningnya dengan kencang.

Setelah berpamitan kepada empat kurcaciku, aku langsung merangkul Alodie dan berjalan keluar rumah Marsel. Jarak dari rumah Marsel dengan café yang dimaksud Alodie tidak terlalu jauh, jadi kami memilih jalan kaki.

Begitu sampai, Alodie bukannya mencari meja kosong malah pergi ke meja yang sudah ditempati oleh dua orang. Semakin aku melangkah mendekat ke arah meja tersebut mengikuti Alodie dari belakang, semakin jelas pula siapa dua orang tersebut.

"Udah datang dari tadi?" tanya Alodie ketika duduk di sebelah Syua

Mau tidak mau aku duduk di sebelah Darka. "Kalian janjian?" tanyaku

Alodie mengangguk.

"Ada apa emangnya?" tanyaku

"Gue kangen kalian." jawab Syua

Aku menaikkan sebelah alis.

"Sorry guys, daripada gue jadi nyamuk di sini, gue pergi dulu karena ada urusan." Darka berdiri dan mengusap puncak kepala Syua. "Nanti aku ke sini lagi." ucapnya pada Syua

"Hubungan lo sama Darka gimana Ra?" tanya Alodie ketika Darka sudah pergi

"Biasa aja." jawabku. "Darka waktu itu ke rumah gue, minta maaf ke orangtua gue dan Bang Ezra kalau dulu pernah nyakitin gue. Habis itu nggak ada apa-apa lagi, dia ya jalanin hidup dia, gue ya jalanin hidup gue."

"Tapi lo udah nggak ada rasa benci sama dia kan?" tanya Syua

Aku menggeleng. "Udah biasa aja."

"Gue mau tanya deh." Alodie menatapku dan Syua bergantian. "Syua sama Darka udah tau duluan waktu kasus Evarado. Benar kan?"

Ugh. Masalah itu lagi.

Aku mengangguk. "Gue cerita dulu ke mereka baru ke lo dan empat sableng itu. Bukannya apa, cuma waktu itu gue nggak sengaja ketemu mereka dan yaudah, gue cerita."

"Emang salah ya kalau Azura cerita dulu ke gue dan Darka?" tanya Syua

Alodie menggeleng. "Nggak salah. Gue cuma nanya doang kok."

Syua mengangguk, dia kembali menatapku. "Terus gimana akhirnya Ra?"

Aku menghela napas berat. "Intinya, gue akhirnya lapor polisi dan yaudah, semua udah berakhir."

Termasuk hubunganku dengan Garel.

"Oh.."

Aku, Syua, dan Alodie sama-sama diam dengan jangka waktu yang cukup lama. Dan aku merasakan ada kecanggungan menyelimuti kami.

"Lo mau ngomong apa?" tanya Alodie pada Syua

"Oh iya!" Syua menatapku dan Alodie bergantian. "Gue mau minta maaf."

Aku dan Alodie saling bertatapan sebelum kembali menatap Syua.

"Gue jauhi kalian bukan karena kalian melakukan sesuatu yang membuat gue sakit hati, tapi karena gue merasa bersalah kepada Azura."

Aku menaikkan kedua alisku.

"Gue udah lancang pacaran sama mantan lo."

Astaga.

"Itu doang?" tanya Alodie tidak percaya

Syua mengangguk. "Gue awalnya nggak mau terima Darka karena gue kepikiran sama lo, Ra. Tapi Darka selalu kasih gue perhatian lebih, dan itu buat gue nggak mau lepasin dia."

Aku menatap Syua tidak percaya. Jadi hanya karena itu dia menjauhi kami? Ya ampun!

"Dari pada gue di cap sebagai teman nggak tau diri, makanya gue ngejauhi kalian. Gue nggak mau buat Azura sakit hati."

Aku memijat pelipisku.

"Dengar ya, waktu lo pacaran sama Darka, gue udah nggak ada hubungan apapun sama dia. Jadi itu udah hak lo, meskipun status Darka adalah mantan gue." jelasku. "Awalnya gue emang takut kalau Darka bakal nyakitin lo sama seperti yang gue rasakan waktu itu. Tapi lama-kelamaan gue tau kalau dia beneran sayang sama lo. Jadi yaudah, gue rela kalian pacaran."

"Tapi menurut gue wajar aja sih Ra kalau dia berpikiran kayak gitu." ucap Alodie

"Tapi yaudahlah, itu kan udah berlalu, nggak usah di bahas lagi." ucapku tak minat. "Gue juga biasa aja ngeliat kalian pacaran."

"Tapi gue masih ngerasa bersalah, Ra. Gue takut kalian nggak mau jadi teman gue." ucap Syua

Aku berdecak. "Gue udah nggak kenapa-kenapa. Gue malah udah lupain masalah itu."

Sebelum Syua kembali berkata, aku langsung mencegahnya. Sumpah ya, aku tidak mau masalah sepele seperti itu terus berlanjut dan terus di bahas. Semuanya sudah baik-baik saja, dan aku sudah tidak kenapa-kenapa.

"Lo nggak ada masalah lagi selain itu?" tanya Alodie

Syua menggeleng.

"Syua, Syua." Alodie menghela napas panjang. "Lo selalu deh, ngerasa nggak enakan sama orang dan nggak pernah mau cerita."

"Gue takut."

"Emangnya kita pennywise." ucapku gemas

"Apa kalian masih mau terima gue jadi sahabat kalian?" tanya Syua

Aku dan Alodie saling berpandangan.

"Nggak mau ya?"

"Kita bakal terima lo lagi tapi dengan syarat setelah dari sini, lo temenin kita shopping, keliling mal sampai berjam-jam, makan yang banyak, dan jangan ada Darka!" seru Alodie

Mata Syua berbinar, dia mengangguk semangat.

-0-

Kubenturkan kepalaku berkali-kali ke meja kerjaku. Mana bisa aku membuat lima contoh ilustrasi untuk iklan di waktu yang sangat singkat sementara ideku sedang tidak cair. Sudah dua hari yang lalu moodku berantakan. Ada saja hal yang membuat emosiku meledak.

"Daripada muka lo makin kusut, mending ikut gue. Kita makan di luar."

Aku menatap Kate. "Traktir gue ya."

Kate memutar bola matanya.

"Dompet gue lagi krisis."

"Seminggu yang lalu kan baru gajian." Kate berdecak. "Makanya jangan sok-sokan hedon."

Aku cemberut. Aku berdiri dan keluar kantor bersama Kate. "Bukan hedon, cuma waktu itu gue lagi kalap."

Kate mendengus. "Terserah."

Aku memeluk Kate dengan erat.

Aku dan Kate bekerja di tempat yang sama. Kami sangat terkejut dengan kehadiran masing-masing sewaktu interview, apalagi ketika mengetahui bahwa kami di tempatkan di bagian yang sama.

Aku baru tau kalau Kate mempunyai bakat menggambar dan kuakui idenya sangat keren.

Kami duduk dan langsung memesan ketoprak di pinggir jalan yang tidak jauh dari tempat kerja kami.

"Ra, lo udah tau kalau Garel udah bebas?"

Aku mengangguk.

"Bagus deh. Kirain lo belum tau."

Aku tersenyum kecil. Sebulan yang lalu Aldan mengirimiku pesan bahwa Garel sudah bebas dan dia sedang bersama Garel waktu itu. Aku senang dan bersyukur Garel sudah kembali.

Aldan sempat memaksaku untuk menemui Garel, tapi kutolak. Mengetahui kabar bahwa dia sudah bebas itu sudah cukup bagiku, dan aku merasa bahwa aku tidak perlu menemuinya.

"Tante Rania gimana kabarnya, sehat?" tanyaku seraya mengalihkan pembicaraan

Kate mengangguk. "Dia udah hidup seperti biasanya. Traumanya juga udah hilang."

"Lo masih sering ketemu dia?"

"Gue masih ketemu dia, tapi nggak sesering dulu."

Aku mengangguk. "Terus lo udah ketemu pengganti Nako?" Aku menaik turunkan kedua alisku

Kate membenarkan posisinya lalu memamerkan cincin yang melingkar di jari manisnya.

Aku menutup mulutku yang menganga lebar. "Itu dari siapa? Cowok yang sering ngajakin lo jalan sama pulang bareng?"

Kate mengangguk, dia juga tersenyum.

"ANJIR! Kok lo nggak bilang-bilang sih?!" seruku. "Kapan dikasihnya?"

"Semalam." jawab Kate. "Tadinya gue juga udah punya rencana mau kasih tau lo pulang kerja nanti."

Aku berdecak kagum. Aku iri dengan Kate.

"Oh iya, gimana lo sama Dafa?" tanya Kate ketika pesanan kami sudah datang

Aku mendengus kesal. "Masih sama seperti biasanya. Tuh orang demen banget godain gue. Heran."

"Dia beneran suka sama lo tau." ucap Kate sambil mengaduk ketopraknya

"Tapi caranya tuh kayak anak sekolahan banget. Nggak nyadar umur. Sumpah dah."

"Contohnya?"

Aku mengaduk ketoprakku dengan kesal. "Masa ya, dia gambar wajah gue terus di kasih tulisan 'Kalau kamu barbienya, aku siap jadi Ken-nya' terus di print banyak terus di taruh di meja resepsionis terus orang-orang pada ambil dikira brosur. Najisin tau nggak!"

Kate tertawa terbahak-bahak.

"Apalagi yang waktu kondangan. Sumpah, gue malu banget."

"Oh iya gue ingaaatttt!" seru Kate

Waktu itu aku dan teman-teman kantorku pergi kondangan di pernikahan anak bos kami. Aku tidak tau kalau Dafa dan teman-teman recehnya sudah hadir lebih dulu. Dan dengan tidak tau malu mereka sok-sokan jadi Band Nirvana.

Hal yang paling membuatku malu adalah ketika dia nyanyi sendiri sambil main gitar dan lagu itu diperuntukan untukku. Di akhir penampilannya, dia meminjam bucket bunga pengantin dan memberinya kepadaku. Dia juga menyatakan perasaannya di depan ratusan orang yang hadir.

"Tapi itu romantis loh menurut gue."

"Tapi nggak modal."

"Dafa kan sering kasih lo perhatian sekecil apapun itu, masa lo nggak ada rasa sih sama dia?"

Aku mengedikkan bahu tak acuh.

Kate mencondongkan tubuhnya. "Tapi lo pernah ngerasa sedih nggak waktu dia nggak perhatian lagi sama lo?"

Aku berhenti makan. Pernah saat aku membentaknya dan mengatakan hal yang tidak mengenakan kepadanya, dia tidak merecokiku lagi sampai seminggu. Dan selama seminggu pula aku merasa ada yang aneh dengan diriku.

Aku juga merasa aneh ketika dia dekat dengan perempuan di kantorku yang kata orang-orang adalah mantannya.

Tapi masa iya aku suka kepadanya?

"Dia ganteng, tajir, pintar, sopan sama yang lebih tua, masa lo nggak ada rasa gitu?"

"Nggak tau ah." Aku kembali memakan ketoprakku

Kate tertawa puas.

Kami mengganti topik obrolan kami, dari gosip bos sampai teman kantor kami. Semuanya di julidin. Ketika selesai makan, kami berniat kembali ke kantor sebelum Kate menghentikan langkahku.

"Ada apa?"

Kate tidak menjawab. Dia memperhatikan sesuatu di belekangku.

"Kate." panggilku

Kate tetap tidak menjawab. Aku mengikuti arah pandangnya dan mataku langsung tertuju pada seseorang yang selama ini tidak kulihat lagi.

Dia berjalan ke arahku bersama seorang perempuan yang digandengnya. Mereka berhenti di depanku dan Kate.

Aku melihat tangan mereka yang saling menggenggam sebelum menatap matanya.

"Halo." Garel tersenyum kepadaku dan Kate

Kate menjawabnya, namun tidak denganku.

Garel dan Kate saling berbicara, melontarkan beberapa pertanyaan. Sedangkan aku hanya diam, melihat Garel dan perempuan di sampingnya bergantian.

Perempuan itu menatapku, dia memberiku senyuman. Dia sangat cantik, senyumannya sangat manis, dan tatapan matanya sangat indah. Apa dia ada hubungan dengan Garel?

Garel dan perempuan itu pamit pergi, dan aku masih tetap diam menatap punggung mereka yang semakin menjauh.

Kate menyenggol lenganku, aku mengerjap. "Kenapa?" tanyaku

"Lo nggak apa-apa?" tanya Kate

"Emang gue kenapa?" tanyaku balik

"Garel ada di depan lo sama cewek, apa lo baik-baik aja?"

"Gue dan Garel udah nggak ada hubungan apapun. Jadi kenapa gue harus nggak baik?"

Kate mengangguk. Dia lalu mengajakku kembali ke kantor. Sialnya, pikiranku menjadi bercabang. Aku semakin tidak fokus mengerjakan pekerjaanku. Ideku semakin tidak mengalir dengan lancar.

Cewek itu, siapanya Garel?

-0-

Aku tidak bisa menahan rasa penasaranku, untuk itu aku mengirimi pesan kepada Aldan dan menanyakan hidup Garel setelah tidak bersamaku lagi dan setelah dia bebas.

Ternyata Garel sudah hidup normal seperti biasanya. Aldan bilang, saat Garel masih menjalani rehabilitasi, dia sempat down setelah berpisah denganku, tapi itu tidak berangsur lama. Garel bangkit dan mencoba menjalani dan menikmati hidup.

Setelah bebas, Garel menjalani hidup seperti dia tidak mengalami apapun sebelumnya. Aldan juga bilang bahwa sifat Garel berubah menjadi lebih baik.

Ketika aku bertanya mengenai hubungan Garel dan tante Ava, Aldan menjawab bahwa mereka berdua masih tetap sama. Meski Garel sempat beberapa kali mengatakan bahwa ia merindukan Ibunya, tapi Garel membiarkan tante Ava menjalani hidup sebebas mungkin dan tidak memaksa tante Ava untuk tinggal bersamanya lagi.

Tante Ava sudah menikah lagi, dan sekarang menetap di Australia. Ketika aku menyinggung bagaimana perasaan Garel saat tau bahwa Ibunya menikah lagi, Aldan menjawab bahwa Garel sudah merelakannya dan tidak mau ambil pusing bahwa tante Ava tidak menganggap kehadirannya.

Aku juga menyinggung apakah Garel sedang dekat dengan seorang perempuan.

"Waktu itu, gue lagi sama teman cewek kampus gue terus nggak sengaja ketemu Garel. Teman gue minta kenalan. Yaudah berlanjut sampai sekarang"

Itu pesan yang Aldan kirimkan kepadaku. Aku juga menanyakan sejauh mana hubungan mereka.

"Lagi tahap pendekatan. Mungkin bentar lagi pacaran."

Kalimat itu sudah cukup jelas bagiku. Garel sudah melupakanku. Garel sudah menemukan penggantiku. Garel sudah bahagia. Dan seharusnya aku juga bahagia mengetahuinya.

Seharusnya.

Aku menelpon Dafa, memintanya untuk menemaniku. Aku butuh teman pelampiasan. Dan satu nama yang langsung terlintas di pikiranku adalah Dafa.

"Sorry ya lama, tadi gue lagi main Mobile Legend." Dafa duduk di sebelahku, di hamparan rumput yang luas

Aku mengangguk kecil. "Nggak apa-apa."

Dafa mengamatiku dengan saksama. "Muka lo kenapa kusut? Kena poop kucing lagi?"

"Apaan sih lo."

"Ah gue tau!" serunya. "Lo pasti abis liat kucing kawin kan? Ngaku! Kok lo nggak kasih videonya terus kirim ke gue sih?"

"Apa sih. Nggak lucu anjir."

Dafa mengerucutkan bibirnya. "Maaf."

Aku menunduk agar tidak tertawa melihat wajahnya yang kuakui sangat menggemaskan kalau lagi cemberut.

"Makanya cerita dong. Ada apa?"

Aku mencabut rumput di sekitarku sembarang. "Nggak kenapa-kenapa."

Dafa menyelipkan rambutku ke telinga. Dari sudut mataku, Dafa tengah melihatku sambil tersenyum.

"Yakin nggak mau cerita?"

Aku mengangguk.

"Apa mau gue jadi badut lagi biar lo ketawa?"

Aku terkekeh. Aku jadi ingat dia pernah jadi badut dan memberiku cokelat waktu aku habis dimarahi bos.

Aku menatapnya. "Kalau gue lagi sedih, apa lo mau hibur gue?"

"Sedih kenapa?"

"Cowok yang pernah dekat sama gue, dia datang lagi." Raut wajahnya berubah. "Tapi dia datang sama cewek."

"Terus?"

"Terus gue bingung. Seharusnya gue bahagia, tapi kenapa gue sedih?"

"Lo masih ada rasa sama dia?"

Aku menggeleng.

Dafa menatap lurus ke depan. "Mungkin itu hanya perasaan sesaat doang. Biasanya kan lo yang selalu ada di sampingnya, tapi sekarang posisi lo udah diganti sama orang lain. Wajar aja sih lo ngerasa gitu, ngeliat orang yang lo sayang sekarang udah sama orang lain. Tapi lo juga harus sadar diri kalau lo nggak mungkin ada di posisi itu lagi. Kalaupun iya, pasti akan berbeda dari yang awal."

Dafa benar, posisiku sudah digantikan, dan seharusnya aku tidak perlu uring-uringan. Posisi itu bukan lagi untukku. Dan ya, aku harus sadar diri.

Dafa kembali menatapku. "Seharusnya lo udah move on dong dari dia."

"Emang gue udah move on." ucapku

"Kalau udah move on, kenapa nggak mempersilahkan orang lain masuk ke hati lo? Udah saatnya lo mengganti orang yang berdiri di samping lo."

"Gue mempersilahkan dengan baik kok."

"Berarti gue boleh dong masuk ke hati lo?"

Aku mengatupkan mulutku rapat-rapat.

"Apa lo ngeizinin gue untuk mengganti posisi cowok itu?"

Aku membuang muka.

"Gue emang nggak akan bisa menghilangkan kenangan lo bersama orang yang pernah lo sayang, tapi setidaknya gue bisa menjaga dan melindungi lo."

Aku menggigit bibir bawahku. Aku bingung harus menjawab apa. Bukan baru ini dia mengatakan itu, tapi kalau di hitung sudah empat kali namun aku belum menjawabnya.

Seseorang mengulurkan tangannya di depan wajahku. Aku mendongak, ternyata Dafa.

"Gue traktir lo sate taichan. Mau?"

Aku tersenyum dan menerima uluran tangannya. Aku ingin melepaskan tangannya, namun dia menggenggam tanganku dengan sangat erat. Ketika sampai di tempat penjual sate taichan, dia baru melepaskan genggamannya.

Saat aku duduk dan dia ingin memesan, dia sempat berkata, "Jangan ngeliat ke belakang lagi, lo harus liat ke depan bahwa ada orang yang tulus sayang sama lo."

"Siapa?"

"Gue."

Dafa mengusap puncak kepalaku sebelum dia memesan pesanan kami. Aku menatap punggungnya.

Jadi, apa sudah saatnya aku membiarkan Dafa mengganti posisi Garel?

Kalau Garel sudah bisa dekat dengan perempuan lain, mengapa aku tidak bisa?

Dafa duduk di hadapanku dengan membawa dua porsi sate taichan.

"Makan, biar berat badan lo naik. Kadang gue kasian liat badan lo yang segitu aja."

"Dafa." panggilku

Dafa menatapku. "Apa?"

"Kalau gue mempersilahkan lo masuk, apa lo bisa menjaga kepercayaan yang gue kasih?"

Dafa diam. Dia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya tersenyum lebar.

Dia mencondongkan tubuhnya ke arahku lalu berbisik, "Iya sayang."

Idih.

TAMAT.

***

Gimana gimana gimana? Nggak jelas? Wkwk monmaap ya 😌

Maaf kalo masih banyak kekurangan dari segi apapun. Gue akan belajar lebih keras supaya bisa lebih baik lagi.

Terima kasih untuk yang udah meluangkan waktu kalian buat baca cerita gue yang krik bangeettt ini:") Terima kasih juga yang udah kasih vote, masukkin cerita ini ke reading list, dan follow gue😆 Serius deh, seneng banget kalo gue dapet notif dari kleand wkwk😅

Fyi, setelah melawan rasa mager dan tugas yang deadlinenya selalu deketan, ini cerita bersambung pertama yang bisa gue tuntasin sampe berpuluh chapter dan beratus ribu word setelah lebih dari 10 cerita yang gue hapus terus nulis lagi terus hapus lagi:")

Sekali lagi, terima kasih banget banget bangeetttt buat kalian. Semoga ada pembelajaran di balik cerita ini🤗

xo.

Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 79 5
Menceritakan kisah anak bad boy dan bad girl,memang sudah banyak cerita seperti ini,tpi coba baca yah No plagiat plagiat club Klo ada kesamaan alur...
712 252 38
"Aku adalah awan dan kamu adalah hujan. Hujan ada karena awan, tetapi awan menjadi tiada karena hujan. Kamu ada karena aku, tetapi aku menjadi tiada...
757K 35.5K 40
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
1.2K 138 7
Menjadi anak bungsu dari keluarga Smith, tidak menjamin kebahagiaan Arsyella Eyle Smith. Alsyella Eyle Smith. Kakak perempuan yang lahir 5 menit seb...