For You, I am.

By j-statham

468K 33.1K 2.5K

-Book 1- Katya Maguire awalnya mengira Zayn Malik yang ia temui itu orang yang dingin, suka membentak, dan te... More

Prologue
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Epilog
Author's Note
Hello

Part 44

6.7K 469 43
By j-statham

Zayn ada sesi latihan fisik jam 5 pagi, jadi ia berangkat sekitar jam 4. Zayn baru tidur mungkin sekitar satu jam, tetapi tidak masalah. Sepertinya Zayn memang benar-benar butuh latihan fisik karena akhir-akhir ini ia jadi gampang capek kalau harus main 90 menit full.

Jose Mourinho dan selusin teman-teman timnya sudah berkumpul di lapangan saat Zayn datang. Latihan fisiknya hanya berupa jogging selama 30 menit, latihan sprint, push-up, sit-up, dan yang lainnya. Sangat menguras tenaga, tetapi Zayn sudah sering melakukannya jadi ia biasa saja.

Sekitar jam 8 pagi, ada sesi latihan kebugaran di gym. Instruktur Zayn kebetulan seorang cewek yang usianya paling-paling dua tahun lebih tua dari Zayn, dan Zayn bersumpah cewek itu selalu melirik ke arahnya setiap dia menyelesaikan satu kalimat.

Zayn sudah pernah mengikuti program kebugaran sih jadi six-packs nya masih terbentuk. V-line nya juga. Jadi ia tidak perlu mengikuti program lagi karena menurutnya kalau otot-ototnya terlalu terlihat ia akan terlihat lebih....aneh. Aneh saja.

“Oke,” kata si instruktur, yang kalau tidak salah namanya Lisa. “Karena rata-rata kalian sudah mengikuti program sebelumnya, kita akan mulai program yoga saja,” kata Lisa. “Silahkan menuju matras masing-masing.”

Dan ternyata, Lisa selentur karet. Ia bukan instruktur kebugaran, melainkan insruktur yoga. Lisa mengajarkan banyak gerakan-gerakan konyol yang susah dilakukan berhubung Zayn punya badan yang sama sekali tidak lentur. Memangnya apa yang diharapkannya? Zayn kan tidak pernah les balet sewaktu kecil.

Seluruh sesi latihan fisik berakhir jam 10 pagi. Tenaga Zayn sudah terkuras habis. Rasanya ia hanya ingin kembali ke flatnya dan tidur sampai sore. Jose Mourinho berkata Zayn hanya perlu dua hari latihan dalam satu minggu, yang artinya sangat bagus. Zayn setidaknya punya waktu luang walau sedikit.

Zayn kini sudah berada di kursi pengemudi audinya. Ia merogoh saku celana pendeknya lalu menekan nomor telepon yang sudah dihafalnya. Setelah menunggu selama beberapa detik, terdengar suara dari sebrang.

“Hai,” sapa Zayn dengan senyum yang mengembang. “Maaf aku harus pergi pagi-pagi sekali tadi. Aku sudah selesai latihan. Kau ada dirumah atau tidak?”

“Aku di Oxford.”

Zayn mengangguk-angguk. “Jam berapa kau selesai?” tanyanya. “Aku akan menjemputmu.”

“Jam 3.”

“Oke. Tadi kau ke Oxford naik beetle-mu atau apa?”

“Aku diantar Aaron,” kata Katya. “Aaron sepertinya ingin terus-terusan mengantarku ke Oxford supaya bisa bertemu Cassie. Omong-omong, Cassie baru putus dari pacarnya.”

Zayn menyeringai. “Aku tidak mau bergosip,” kata Zayn, membuat Katya tertawa. “Oke, kalau Aaron kebagian mengantar, aku menjemput saja. Jadi, jam 3, di Oxford. Aku menunggu di Cafe biasa.”

“Oke.”

“Sampai ketemu nanti.”

“Astaga, Zayn. Kesannya kita sudah lama sekali tidak bertemu,” gerutu Katya. Zayn hanya tertawa. “Kita kan tinggal satu atap.”

“Yah, pokoknya sampai ketemu nanti.”

“Sampai ketemu nanti.”

***

“Hey, Kat!”

Katya menoleh saat ia merasa seseorang memanggil namanya. Kelasnya sudah selesai, dan sekarang baru jam setengah 3. Mungkin setengah jam lagi sebelum Zayn menjemput Katya. Katya tengah membereskan barang-barangnya yang berserakan di atas meja ketika Jason melambai ke arahnya.

“Hey, Jazz,” sapa Katya riang. “Kau sudah selesai juga?”

Jason mengangguk-angguk. “Sudah,” katanya. “Aku mencari Cassie kemana-mana tetapi tidak ketemu. Terakhir kali aku melihatnya sedang duduk di Cafe sama seorang cowok. Entah kenapa cowok itu sangat mirip denganmu.”

“Oh,” Katya tersenyum lebar. “Dia kakakku.”

“Cassie pacaran dengan kakakmu?”

Katya mengangkat bahu. “Tidak tahu, deh,” katanya. “Memangnya kenapa? Jangan bilang kau naksir Cassie.”

“Bukan,” dengus Jason. “Aku ada tugas kelompok penlitian ke rumah sakit bersama Cassie. Rencananya kami bakal ke rumah sakit hari ini tetapi setelah aku melihat Cassie aku jadi tidak enak mengganggu pembicaraan mereka.”

“Jadi, apa yang bakal kau lakukan?”

“Tidak tahu.”

Katya dan Jason berjalan menyusuri koridor kampus, sampai ke gerbang depan Oxford. Mereka berjalan di jalan setapak taman Oxford yang cukup ramai hari itu. Angin bertiup kencang sampai-sampai membuat topi wol yang dipakai Katya hampir terbang.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, Katya melihat sebuah mobil yang sudah tidak asing lagi terparkir rapi di samping trotoar. Di sebelahnya ada seorang cowok dengan kaus putih polos, celana bercorak army selutut, dan topi rebook hitam. Zayn.

Senyum Zayn mengembang saat melihat Katya, tetapi sedikit tertahan saat melihat Jason. Katya mengisyaratkan Jason untuk berjalan bersamanya dan menghampiri Zayn. Jason awalnya ragu-ragu, tetapi akhirnya cowok itu menuruti.

“Hei, Zayn,” sapa Katya. Katya berjinjit untuk mencium pipi Zayn. “Ini temanku, Jason. Jason, ini Zayn pacarku.”

“Zayn,” gumam Zayn dengan suaranya yang serak. Wajah Zayn terlihat seperti orang yang habis bangun tidur. Kaus putihnya juga agak kusut. “Senang bertemu denganmu.”

Jason tersenyum ramah. “Aku tahu kau,” katanya ringan. “Yah, siapa sih yang tidak tahu Zayn Malik. Omong-omong, aku harus ke Cafe dan menyusul Cassie. Bilang kakakmu aku minta maaf kalau aku mengganggu kencan mereka, oke, Kat? Sampai bertemu lagi.”

Jason melambaikan tangannya singkat, kemudian meninggalkan Zayn dan Katya berdiri di pinggir trotoar. Zayn menatap Katya sekilas, mengisyaratkan Katya untuk masuk ke dalam mobil. Katya bertanya-tanya apa Zayn awalnya mengira kalau Jason adalah selingkuhan Katya sejak Jason punya wajah yang sangat tampan.

Zayn menggenggam tangan Katya sementara sebelah tangannya memegang kemudi. Cowok itu sudah tidak memakai topi saat masuk ke dalam mobil, dan barulah Katya melihat rambut hitam Zayn yang acak-acakan.

“Kau baru bangun tidur,” gumam Katya.

Zayn meringis. “Iya,” katanya. “Tadi aku bangun tidur jam 2 lewat jadi aku buru-buru ke Oxford, deh. Aku tidak mau membuatmu menunggu.”

“Kau sampai di rumah jam berapa tadi?”

“Jam 12 sepertinya.”

“Dan kau baru tidur 3 jam, Zayn?” Katya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Harusnya tadi kau tidak usah menjemputku. Lagipula aku kan bisa pulang dengan Aaron. Dia masih di Oxford tadi, sedang mengobrol bersama Cassie di Cafe.”

“Tidak apa-apa,” jawab Zayn ringan. “Aku kan juga mau menjemputmu.”

Kening Katya berkerut. “Kenapa?”

“Karena....cewek di Oxford kan cantik-cantik. Aku jadi bisa lihat pemandangan indah kalau aku datang kesana untuk menjemputmu,” kata Zayn sambil mengangkat bahu. “Apalagi mereka tahu kalau aku Zayn. Mereka pasti bakal senang sekali kalau bertemu denganku.”

“Zayn, kadang-kadang kau memang sangat pede.”

Zayn tertawa. “Memang kenapa sih kalau aku mau menjemputmu,” kata Zayn. “Aku kan senang menghabiskan waktu denganmu.”

“Tetapi kau kan harus istirahat juga.”

“Iya, Katya sayang. Aku bakal banyak-banyak istirahat. Tidak usah khawatir seperti itu, oke?” Zayn menyeringai lebar. “Aku sayang padamu.”

Katya berdecak. “Kau menyebalkan.”

***

Awal Desember.

Hari itu Zayn ada pertandingan di Stamford Bridge melawan Manchester United jam 3 sore. Katya akan datang untuk menontonnya. Zayn sudah memberikan Katya tiket di bangku VVIP, tetapi Katya lebih memilih duduk di kelas 2 dan Zayn tidak ingin memaksa.

Zayn kebagian jadi starter, yang merupakan kabar bagus. Mumpung Katya menonton, ia akan memberikan yang terbaik di atas lapangan. Zayn masih ada di dalam tunnel, sedang berbicara mengenai taktik bersama Jose Mourinho dan teman-temannya.

“Semoga beruntung,” kata Jose, lalu para pemain keluar dari tempat ganti pakaian dan berjalan keluar tunnel. 5 menit sebelum pertandingan dimulai, Zayn dan teman-temannya masuk ke dalam lapangan.

Saat berada di lapangan, Zayn membayangkan semua hal yang membangkitkan semangatnya. Ia membayangkan hal-hal yang membuatnya kesal agar amarahnya memuncak. Tetapi kemudian ia membayangkan hal-hal yang membahagiakan.

Zayn membayangkan Katya yang akan menyambutnya karena ia memenangkan pertandingan ini. Zayn membayangkan pernikahan mereka di Bradford nanti. Zayn membayangkan reaksi Katya saat ia memberi kejutan kepada cewek itu—hadiah yang sudah ia persiapkan sejak lama.

Proses persiapan pernikahan Zayn sudah 98% selesai. Cepat juga mengingat dalam waktu kurang dari 2 bulan, semuanya sudah hampir siap. Zayn benar-benar berterimakasih kepada WO yang disewanya, terutama kepada ibunya yang sudah membantu semuanya.

Wasit meniupkan pluit tanda pertandingan dimulai. Drogba—sang legenda yang sudah kembali—hari ini dipasang sebagai starter juga. Jadi Zayn, Drogba, dan Eden dipasang di lini depan walaupun Zayn dan Eden harus siap untuk bermain dan bertahan. Posisi yang cukup sulit karena diperlukan fisik yang kuat.

Di menit-menit awal pertandingan, Chelsea kebobolan. Tendangan sudut Wayne Rooney mampu diteruskan dengan header fantastis Nani. Skor 1-0 untuk kemenangan Manchester United. Sampai babak pertama selesai, skor tidak berubah.

“Ini tergantung kalian,” kata Jose Mourinho di ruang ganti pakaian. “Kalian menang, tiga poin—poin sulit. Poin ini berarti kalau kalian ingin menang liga primer lagi. Tetapi kembali lagi, ini tergantung kalian. Ayo.”

Jose Mourinho berjalan keluar ruang ganti sementara John Terry—sang kapten—menyusun strategi baru. Drogba akan menjadi pemain kunci, dan tugas Zayn dan Eden adalah membantu Drogba. Bukan hal yang terlalu sulit.

Begitu waktu habis, para pemain keluar dari tunnel. Udara diluar cukup dingin hari itu, walaupun salju belum turun. Zayn sangat senang kalau harus bermain di udara dingin seperti ini. Ia entah kenapa merasa tenaganya tidak terkuras sama sekali.

Di awal babak kedua, Chelsea bermain menyerang. Pertahanan Chelsea sangat solid dan teratur, begitu juga lini tengahnya sehingga Zayn dan Eden lebih banyak bermain di depan bersama Drogba. Gol penyeimbang tercipta di menit 49 berkat tendangan kaki kiri Drogba.

Memasuki menit akhir, lini tengah agak kendur karena Nemanja Matic terpaksa mundur ke pertahanan. Zayn dan Eden ikut mundur membantu lini tengah sementara Droga tetap di lini depan. Sekitar menit ke 90, pemain MU menahan Chelsea bermain setengah lapangan.

Zayn sudah pernah mengalami kondisi ini saat melawan Arsenal. Ia menatap Eden, memberi isyarat cowok itu untuk mengambil bola. Eden merebut bola dengan mudah, melakukan passing ke Zayn, kemudian Zayn membawa bola ke depan.

Zayn mengoper bola ke Drogba kemudian berlari mendahului Drogba. Saat Drogba sudah sangat dekat dengan David De Gea—kiper MU, pria berumur 35 tahun itu malah mengoper bolanya ke Zayn. Zayn melakukan finishing dengan sangat baik, dan akhirnya bola bersarang di gawang bagian atas sebelah kanan. Sangat tipis, tetapi itu adalah sebuah gol.

“Pacarmu menonton?”

Zayn menoleh ke sampingnya dengan senyum lebar. Itu Drogba. Drogba memeluknya dengan sebelah tangan saat Zayn sedang melakukan selebrasi.

“Iya,” jawab Zayn. “Dia duduk disana.”

Zayn menunjuk ke arah Katya duduk. Katya melihatnya saat itu. Zayn menyeringai lebar, lalu membentuk tanda hati di depan dadanya saat mata mereka bertemu. Seluruh penonton berteriak saat Zayn melakukan itu, tetapi dia sendiri tidak peduli.

Saat Zayn kembali ke posisinya, pluit tanda pertandingan berakhir dibunyikan. Chelsea memenangkan pertandingan itu dan meraih 3 poin penting. Zayn berniat merayakannya.

Bukan dengan teman-temannya, tentu saja.

***

Katya memasak makanan kesukaan Zayn karena Zayn berhasil menyumbang gol kemenangan hari itu. Katya dan Zayn sampai di flat mereka sekitar jam 6 tadi, dan sekarang Zayn sedang mandi sementara Katya menyiapkan makanan yang sudah matang.

Dua menit kemudian, Zayn keluar dari kamar mandi. Seperti biasa, cowok itu tidak memakai atasan. Zayn memakai celana tidur panjang warna abu-abu. Zayn sedang mengeringkan rambut hitamnya yang masih basah dengan handuk kecil yang tergantung di lehernya.

Senyum Zayn mengembang saat matanya bertemu dengan mata Katya. “Hai,” kata Zayn seraya menghampiri Katya dan duduk di kursi meja makan. “Serba ayam. Aku suka ayam.”

Katya tertawa. “Aku tahu.”

Sebelum makan, Zayn sempat mengecek ponselnya. Kening Zayn berkerut saat ia menatap layar ponselnya, tetapi lalu Zayn meletakkan benda itu dan langsung makan.

“Ada apa?”

Zayn menatap Katya sekilas, lalu beralih ke makanannya lagi. “Bukan apa-apa,” jawabnya singkat. “Petr Cech bertanya kenapa aku tidak ikut mereka untuk merayakan kemenangan. Cuma itu.”

“Jadi harusnya kau ikut mereka?”

“Yap.”

“Tapi kau malah merayakannya disini—bersamaku?” Katya mengerutkan dahinya bingung. “Kau kan menang bersama mereka, Zayn. Harusnya kau merayakannya bersama mereka.”

“Kat, kalau aku merayakannya bersama mereka, otomatis aku harus ikut minum. Kau tidak bakal mau melihatku pulang sambil mabuk, oke?” Zayn menyendokkan daging ayam kedalam mulutnya. “Ditambah lagi, aku lebih suka makan malam bersamamu.”

Katya tersenyum. “Kenapa?”

“Karena masakanmu enak.”

“Kau bilang begitu karena kau tidak bisa masak,” gerutu Katya. “Omong-omong, memangnya kau tidak mau belajar masak? Kau harus bisa memasak, tahu.”

Zayn mengangkat sebelah alisnya. “Kalau kau tidak mau flat kita ini kebakaran sepertinya jangan meminta aku memasak,” kata Zayn ringan. “Aku bisa memasak, kok. Seperti memasak air, misalnya. Lagipula, kan ada kau, Kat. Kau bakal selalu memasak makanan untukku.”

“Seandainya aku sedang keluar kota atau kemana, pokoknya seandainya aku sedang tidak ada, kan kau harus bisa memasak makanan untukmu sendiri,” kata Katya. “Pokoknya kau harus belajar masak, deh.”

“Sangat harus, ya?”

“Mmm, ya.”

Zayn menimbang-nimbang sebentar. “Oke deh aku akan belajar masak denganmu,” katanya kemudian. “Tapi dengan satu syarat.”

“Apa?”

“Cium aku kalau aku melakukan kesalahan.”

“Kau bakal banyak melakukan kesalahan, Zayn.

Zayn menyeringai. “Nah.”

“Kau ini memang selalu mengambil kesempatan di dalam kesempitan, ya?” gerutu Katya, membuat Zayn tertawa. “Tetapi tidak apa-apa, deh. Aku terima syaratmu.”

***

Maaf kalo garing!

Btw, sepertinya endingnya masih jauh deh. Jadi nikmatin aja ya~~

Vote&comment jangan lupa, okkk. LUVLUV

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 255K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1.9M 91.4K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _š‡šžš„šžš§šš š€ššžš„ššš¢ššž
6.2M 319K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
3.1M 173K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...